PART 1
Namaku Dahlia, biasa dipanggil Lia. Aku adalah seorang gadis desa yang baru berumur 18 tahun. Tahun ini aku memasuki kelas 3 SMA. Kebetulan aku dikenal sebagai kembang desa oleh orang-orang di desaku karena dikaruniai wajah yang cantik menawan dan tubuh yang rupawan. Bagaimana tidak, banyak yang bilang wajahku mirip dengan selebgram Anya Geraldine. Sebenarnya aku tidak tahu siapa itu Anya Geraldine. Selebgram itu apa, aku juga ga ngerti. Namanya juga gadis kampung. Hehe.
Tapi kata orang-orang, wajahku yang bulat oval ini dihiasi dengan, mata yang bulat, hidung yang mbangir dan lesung pipit di kedua pipiku. Kulitku putih langsat tanpa noda. Postur tubuhku juga terbilang ideal dan seksi meskipun tidak terlalu tinggi. Tinggiku cuman 155cm dengan berat 55kg. Salah satu daya tarik tubuhku terletak di payudaraku. Sangat bulat dan anti gravitasi. Braku berukuran 34C, lumayan montok untuk anak seusiaku. Dengan ukuran bra semontok itu terlebih dengan dihiasi puncak puting dan aerola berwarna pink kecoklatan, mungkin membuat siapapun akan meneguk ludah jika memandangnya. Entahlah, aku juga kurang tahu karena tidak pernah memamerkannya ke siapapun. Setiap hari aku memakai jilbab dan pakaian tertutup.
Aku adalah anak tunggal dari orang tuaku. Ibuku seorang penjahit dan bapakku seorang buruh tani. Ibuku cantik. Kecantikannya menurun kepadaku. Bapakku tidak ganteng, bahkan berperawakan besar seperti gorilla. Sebagai buruh tani, Bapak selalu mengerjakan pekerjaan kasar seperti mencangkul dan membajak tanah, mengangkat hasil panen, dan sebagainya. Mereka berdua sangat menyayangiku karena aku adalah anak satu-satunya. Bahkan mereka cenderung protektif. Aku sama sekali tidak diizinkan pacaran karena selain tabu, khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Terlebih karena aku juga dikenal orang-orang di kampungku sebagai kembang desa. Sangat riskan jika harus dekat dengan laki-laki.
Aku baru menstruasi di usia 16 tahun. Anehnya, sesudah memasuki usia akil baligh ini, payudara montokku tiba-tiba dapat mengeluarkan air susu tiap hari. Padahal aku tidak pernah melahirkan bayi. Gimana bisa punya bayi, pacaran saja ga pernah.
Sudah pernah aku pergi periksa ke dokter di Puskesmas (karena keterbatasan ekonomi) dengan diantar kedua orang tuaku. Kata dokter, hal ini hanya disebabkan karena kelebihan hormon saja. Apa yang terjadi pada tubuhku ini memang sangat jarang terjadi. Hanya 1 dari 1juta perempuan di dunia. Namun ini tidak membahayakan jiwa.
Bagus lah jika tidak membahayakan. Hanya saja ini lumayan merepotkan. Tiap pagi aku harus memompa susuku. Jika aku lupa memompa susuku, payudaraku akan terasa penuh dan sakit. Bahkan air susuku bisa merembes keluar membasahi bra dan baju. Untuk itu lah aku selalu membawa jaket ke sekolah. Selain untuk menutupi payudaraku yang jumbo, jaket ini juga berguna untuk menutupi bajuku jika basah karena aku lupa memompa susuku di pagi hari.
Untungnya aku memiliki kedua orang tua yang sangat mendukungku meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi.. Tiap pagi, Ibu dan Bapak selalu mengingatkanku untuk memompa susuku. Kadang Ibu membantuku memompa dengan alat pompa ASI yang dibeli di apotek Puskesmas. Di luar itu, hidupku normal-normal saja seperti anak SMA desa pada umumnya..
————————–
2 bulan sebelum ulang tahunku ke 18, Ibuku meninggal dunia karena serangan jantung mendadak. Duka dan kesedihan menyelimuti diriku. Ibu yang penyabar dan selalu menyayangiku sekarang sudah tiada.
Sekarang aku hanya tinggal berdua dengan Bapakku. Bapak juga mengalami duka yang mendalam setelah kepergian Ibu. Bagaimana tidak, mereka sudah hidup bersama hampir 20tahun. Suka duka telah dilewati bersama. Bapak tidak pernah menyangka dirinya akan ditinggalkan Ibu di usia baru saja menginjak kepala 5.
Tiap hari Bapak hanya diam sambil memandangi foto Ibu.
Beragam cara ku lakukan untuk menghibur Bapak, meskipun aku sendiri dalam kondisi berduka. Yang penting Bapak bisa tersenyum kembali.
Sekarang tiap pagi aku bangun lebih awal dari biasanya. Setelah rutinitas memompa susuku, kugantikan tugas Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan bersih-bersih rumah. Setelah semua selesai dan beres, aku pamit pergi ke sekolah.
Meskipun dalam kondisi berduka, Bapak tetap pergi ke sawah demi memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi Bapak sekarang lebih banyak diam.
5 bulan sudah kepergian Ibu, Tapi Bapak masih belum juga mentas dari dukanya.
Aku sendiri juga bingung bagaimana cara menghibur Bapak.
Hingga pada suatu hari ku bertanya ke Bapak, “Pak, Nduk sedih kalau Bapak terus-terusan sedih kayak gini. Apa yang bisa Nduk lakukan agar Bapak tidak sedih lagi? ”
Bapak hanya memandangku sedih kemudian menjawab, “Ndakpapa, Nduk. Ini hanya soal waktu saja. Oiya, kamu sudah memompa susu belum hari ini? Maafkan Bapak ya, semenjak Ibumu meninggal, Bapak jadi kurang memperhatikan kamu”.
“Gakpapa, Pak. Lia paham. Tadi pagi Lia sudah memompa susu, Pak. Tapi cuman sedikit.”
“Loh kenapa, Nduk? ”
“Tadi pagi pompa rusak, Pak. Tapi untungnya sudah keluar beberapa mL. Tadi Lia sudah mampir apotek, mau beli lagi alat pompa. Tapi kosong. ”
“Yasudah, Nduk. Kamu di sini dulu saja. Bapak tak keluar dulu cari pompa susu untukmu. ”
“Baik, Pak. ”
Lalu, Bapak pun menstarter motor dan meninggalkanku. Lama kutunggu Bapak. Tapi Bapak belum juga pulang. Payudaraku terasa sesak dan perih. Badanku lemas. Hanya bisa tergeletak di sofa ruang tamu.
Hingga pukul 11 malam kudengar suara motor Bapak pulang.
“Gimana, Pak? Ketemu pompanya? ”
“Ora, Nduk. Maafkan Bapak”
Aku pun semakin lemas. Bagaimana ini. Rasanya payudaraku samakin ingin meledak aja. Susuku sudah merembes mengucur dari putingku, membasahi bra dan kemeja dasterku. Saat itu aku hanya memakai daster berbentuk long shirt selutut yang bukaan kancing dari atas hingga bawah.
Bapak yang melihatku tak berdaya semakin khawatir.
“Nduk, bajunya Bapak buka dulu ya. Basah banget. Biar kamu ga terlalu sesak juga”
“Inggih, Pak”
Aku yang lemas, hanya bisa pasrah ketika Bapak meloloskan kancing daster kemejaku satu-persatu hingga perut. Aku tidak berpikir macam-macam karena ini Bapakku sendiri. Ga mungkin Bapak macem-macam ke putrinya sendiri, pikirku.
Tersembul lah dua gundukan gunungku yang terbungkus bra tipis warna krem. Bra itu sekarang basah kuyup karena air susuku.
“Nduk, gimana ini? BHmu basah kuyup. ”
“Lia juga ga ngerti, Pak. Rasanya sakit banget payudara Lia. Erghh.. Biasanya Ibuk dulu bantu mompain Liahhh..”
“Kalau Bapak bantu peras gimana, Nduk? Biar susumu keluar semua”
“Inggih, Pakkh”
“Bapak buka BHmu ya, Nduk”
“Inggih, Pakhk. Pelan-pelan nggihh. Soalnya sakitthh. Erghh”
Lalu Bapak membuka kancing braku yang berukuran 34 C ini dengan tangan gorillanya yang berbulu. Kebetulan kancing branya model bukaan depan. Jadi tidak terlalu susah bagi Bapak untuk membukanya.. photomemek.com Tinggal klik, lalu tersembul lah kedua payudaraku yang menul-menul ini di hadapan mata Bapak. Bapak pun terlihat seperti terkejut melihat payudaraku yang menyembul dan terpampang di depannya ini. Entah apa yang ada di pikiran Bapak. Daging payudara yang super putih dan kencang. Aerola dengan puting pink kecoklatan yang masih ranum dan basah karena rembesan air susu dari puncaknya.
“Bentar ya, Nduk. Bapak tak ke dapur dulu ngambil gelas. Biar ga kececeran”
“Inggih, Pakkhh”
Ketika beranjak dari sofa, kulihat ada gundukan besar di selangkangan Bapak yang tertutup celana. Aku yang masih ranum ini ga begitu ngeh bahwa itu pertanda bahwa laki-laki ngaceng dan minta dipuaskan. Terlebih aku sendiri juga harus menghadapi kesakitanku sendiri jadi ga bisa ambil pusing lebih jauh lagi.
Tak lama kemudian, Bapak kembali membawa dua gelas ukuran besar.
——————————–
PART 2
“Nduk, Bapak perah ya susunya”
“Inggih, Pakh. Pelan-pelan nggihh.. ”
Kemudian Bapak pelan-pelan memegang payudaraku. Aku hanya bisa terlentang pasrah di sofa membiarkan jemari Bapak menjamah gundukan payudaraku. Agak geli juga ketika bulu-bulu tangan Bapak yang lebat bergesekan dengan kulit payudaraku yang halus dan kencang. Tapi aku tak peduli, rasa sakit dan nyeri yang mendominasi payudaraku saat ini. Aku sudah tak sabar ingin mengeluarkan air susu yang memenuhi rongga buah dadaku ini.
Bapak mendekatkan gelas ke puting susu kananku, kemudian memijat dan meremasnya hingga air susunya mengucur sedikit demi sedikit dan masuk ke dalam gelas.
“Gimana, Nduk? ”
“Masih sakit, Pakh, “rintihku
” Sabar ya, memang tidak bisa sebanyak disedot pompa. Seenggaknya bisa keluar sedikit, ” kata Bapak sembari dengan telaten meremas dan mengurut payudara kananku.
“Sekarang gantian yang kiri ya, Nduk”
“Inggih, Pakh, ” rintihku. .
Bapakku mendekatkan gelas ke payudara kiri. Lalu diperasnya payudara kiriku sama halnya seperti yang dilakukannya dengan payudara kananku.
Serrr.. Keluarlah susu dari puncak puting kiriku mengisi gelas. Tangannya yang besar dan kekar serta dihiasi bulu-bulu lebat ini aktif meremas dan memijat payudara kiriku.
Mungkin pemandangan yang aneh, seorang gadis belia yang sedang ranum-ranumnya dengan payudara besar terbuka dan di atasnya ada tangan besar berbulu milik Bapak-bapak separuh baya berperawakan seperti gorilla yang aktif menjamahnya. Bagaikan Belle dan Beast di film Beauty and the Beast. Sungguh sangat kontras sekali.
“Kok masih sakit nggih, Pakh.. Hiks, “aku merintih hingga menangis..
” Sabar ya, Nduk. Susumu ini harus disedot, Nduk. Jika tidak keluarnya cuman pelan kayak gini”
“Hiks. Inggih, Pakh.. Lia udah berusaha menahannya”
“Atau gini aja. Bapak bantu sedot susumu pake mulut aja gimana, Nduk? ” tanya Bapak sambil membenarkan celananya yang sesak.
Tentu saja aku kaget dengan usulan, Bapak.
“Jangan, Pak. Mboten ilok niku, Pak. ” sergahku.
“Ora popo, Nduk. Daripada kamu kesakitan kayak gini. Bapak jadi sedih, ” tanpa mendengar sergahanku pagi, Bapak tiba-tiba mendekatkan bibirnya yang tebal ke putingku, lalu mencaploknya. Happpphh..
“Argghh.. Bapakkkhh.. Arghhhh.. Ampun, Pakhh.. Ampunnn “, aku meronta-ronta. Tapi apalah dayaku yang sedang tergolek lemas ini dibandingkan dengan Bapakku yang super besar dan berbulu mirip gorilla.
Bapak pun mulai [U]mengenyot putingku beserta aerolanya [/U]dimasukkan semuanya kedalam mulutnya.. Disedotnya putingku sembari tangannya tak berhenti memijat susuku. Mau tidak mau, akupun bergetar menikmati sedotan Bapak disela rontaanku.
“Glek, glek, glek.. Nyot, nyot, nyot, uwenak, Ndukk.. Segerrr.. Lama banget Bapak ga minum ASI. Terakhir pas kamu masih bayi, Bapak sering ngenyot jatah susu Ibumu.. Nyot nyot nyot. Oiya, kamu kan masih perawan ya. Berarti ASP. Air Susu Perawan. Nyot nyot nyooott…”
Astaga, apa yg kulakukan ini. Aku sekarang menyusui Bapakku sendiri. Ini adalah pengalaman seksualku yang pertama. Tidak ini tidak boleh terjadi.
Aku pun meronta-ronta sejadinya. Tapi Bapak berhasil mengunciku hingga tidak dapat berkutik.
Puas dengan susu kanan, Mulut Bapak pun beralih ke susu kiri kiri yang masih penuh. Beban susu kanan pun lumayan berkurang banyak.
“Clepp.. Nyot nyott nyottt.. Glek glek glek. ” bunyi mulut Bapak mencaplok dan mengenyot susu kiriku..
“Gimana, Nduk. Enak?? Nyot nyot nyottt.. Glek glek glekk”
“Jangan, Pakkhh. Gimanhah pun juga inihh tidak bolehhh… Heghh.. Lia anaknya Bapakkh.. Aarrggghhh. ” rintihku.. Terus terang aku menikmatinya. Tapi aku tidak boleh larut dalam kenikmatan terlarang ini. Aku meronta sekuat tenagaku.
“Wes to, Nduk.. Nikmati ajaa.. Nyot nyot.. Bapak cuman mau bantu kamu.. Nyot nyott.. Uwenak lo susumu ini. Tau gitu dari dulu Bapak sedot aja sendiri. Suwegerrr… Nyot nyot nyott.. Ga usah mahal-mahal beli pompa. Ekonomi sulit juga. Nyottt nyottt.. ” kata Bapak sembari menyedot susuku bergantian kiri dan kanan..
Lalu Bapak membuka baju dan celananya hingga menyisakan celana dalam. Perawakan tubuhnya yang seperti gorilla semakin jelas saja. Dengan badan yang super besar serta tangan dan kaki yang ditumbuhi bulu super lebat, Bapak semakin terlihat sangar. Pantesan tidak ada laki-laki yang berani mendekatkan diri ke aku meskipun aku dikenal sebagai kembang desa. Lah Bapakku sesangar ini. Aku bergidik ngeri melihat penampakan Bapak yang hampir telanjang, terlebih gundukan celana dalamnya yang menggembung..
Kemudian Bapak duduk di sofa. Aku yang tergolek lemah dipapahnya agar menduduki batang kejantanannya yang masih tertutupi celana dalam. Kancing daster kemejaku y[U]an[/U]g masih terbuka hingga perut, diloloskannya hingga ke bawah. Sekarang aku hanya terlihat seperti memakai outer saja. Untungnya, selangkanganku juga masih terbungkus celana dalam.
Aku masih berusaha memberontak, tapi Bapak sudah mengunci kakiku. Kami saling berhadapan dengan posisi Bapak memangku aku. Jarak antara kelamin hanya dibatasi dengan celana dalam kami masing-masing.
“Sudah, kamu nurut aja, Nduk.. Bapak cuman pingin bikin kamu enak. Bapak tidak akan melukai kamu. Bapak janji. Tak kenyot lagi ya susumu, Nduk”
“Arhhgg.. Bapakkhh.. Ampun, Pakkhhh.. ”
Sembari Bapak mengenyot susuku, Bapak juga aktif menggesekkan selangkangannya ke selangkanganku. Aku yang meronta-ronta malah membuat selangkanganku tergesek-gesek selangkangan Bapak. Bulu-bulu Bapak yang lebat di sekujur tubuhnya menggesek sekujur tubuhku membuat tubuhku menggelinjang. Aku tak berkutik tak bisa ke mana-mana, karena di samping tubuhku yang lemah, Bapak juga sudah mengunci tubuhku hingga tidak mungkin kabur.
Ya Tuhan, kenapa aku mengalami siksaan senikmat ini. Seharusnya ini tidak boleh, tapi kenapa begitu nikmat. Lama-lama rontaanku semakin lemah. Aku jadi semakin enggan melawan Bapak.
Bapak semakin rakus melahap putingku. Entah sudah berapa liter susuku yang berhasil ditelan dan masuk ke perutnya.. Terkadang putingku beserta aerolanya dikunyah oleh mulut kasar Bapakku. Bibirnya yang tebal. Kumis dan cambangnya yang kasar menggesek kulit susuku dengan brutalnya..Aku menjerit tertahan, menahan nikmat menyusui gorilla raksasa yang tak lain dan tak bukan adalah Bapak. Ya, Bapakku sendiri.
Bisa-bisanya Bapak mengenyot susu putrinya sendiri, darah dagingnya sendiri. Bisa-bisanya Bapak menggesekkan kejantanannya ke selangkangan putrinya sendiri, darah dagingnya sendiri. Meskipun kami masih sama2 memakai celana dalam, tapi itu semua dilakukan dengan begitu kasar dan brutalnya.
Lama kami berada di posisi seperti itu hingga akhirnya tiba-tiba aku mengalami getaran yang hebat di vaginaku. Crit critt..
“Bapakkhh… Liaa pipis, Pakhh.. Arghh.. Crit crittt.. ”
“Heegghh.. Nyot nyot nyot.. Glek glek glek.. Iya, Nduk. Gakpapa. Pipiskan semua, Nduk.. Bapak juga mau keluar.. Crot crot crot..”
Lalu kami semua mengeluarkan cairan dari kelamin kami masing-masing, yang belakangan aku tahu bahwa itu adalah orgasme. Ah sungguh lugunya diriku..
Setelah orgasme, tubuh Bapak menjadi lemah dan ambruk ke samping sofa. Tentu saja aku juga ikut ambruk juga dengan masih berada di dekapan Bapak.
Kami tertidur di sofa dengan posisi tubuh Bapak yang seperti gorilla ini masih mendekapku. Sebelum tertidur, Bapak berkata kepadaku dengan tegas.
“Nduk, mulai sekarang, kamu tidak perlu memompa susu sendiri. Biar Bapak yang menyedot susumu langsung. Di rumah, kamu ga usah pake BH. Biar kalau Bapak mau nyusu tinggal caplok aja. Kamu harus nurut apa kata, Bapak. Awas kalau melawan!! ”
Mendengar perintah Bapak seperti itu, aku jadi sedih dan ngeri. Bapakku yang dulu kukenal sebagai Bapak yang bijak dan penuh welas asih, sekarang berubah menjadi Bapak yang diktator dan mesum. Kehidupan baruku dimulai.
Tak terasa air mata membasahi pipiku, kemudian mengalir membasahi lengan Bapak yang mendekapku dan mengantarkanku dalam buaian mimpi..
———————–
[QUOTE=”n4m3n01d, post: 1903944159, member: 823931″]
[I]Selamat menikmati, Agan-agan semua..
——————–[/I]
[B]Part 3
POV Bapak[/B]
Entah, setan apa yang memasuki kepalaku hingga aku tega berbuat mesum ke anakku sendiri dengan sesadar-sadarnya. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya mengalir begitu saja. Bagaimana pun aku lelaki normal. Memiliki seorang putri seperti Lia yang cantik dan bahenol adalah anugerah sendiri bagiku. Terlebih sudah 5 bulan istriku meninggal. Tak ada lagi yang dapat kugunakan untuk pelampiasan syahwatku. Akhirnya tibalah hari itu, hari di mana kulampiaskan syahwatku ke putriku sendiri, Dahlia..
Sayup-sayup adzan Shubuh berkumandang di kejauhan. Akupun terbangun dengan tubuh setengah telanjang putriku masih dalam dekapan badan kekarku. Kunikmati wajah ayunya tertidur pulas, wajah[U] [/U]yang mengingatkanku pada mendiang Ibunya. Kukecup bibirnya. Susunya yang montok, bulat dan kencang berhimpitan dengan dadaku yang berbulu. Sangat lembut sekali di dadaku. Penisku ngaceng berat. Tapi tidak, jangan sampai aku memperawaninya. Bagaimana pun juga dia adalah darah dagingku. Aku tidak ingin menghancurkan masa depannya.
Pikiranku berkecamuk, ah dia kan sudah kurawat sejak kecil. Tiap hari aku membanting tulang menjadi buruh tani untuk menghidupinya. Sudah seharusnnya dia berbakti kepada ayahnya. Sudah seharusnya dia membalas budi kepadaku dengan memberikan tubuhnya untukku. Sungguh gelap sekali pikiranku saat ini.
Ciumanku merambat ke bawah, ke leher jenjangnya, kemudian hinggap di sepasang gunungnya. Gunung yang begitu mempesona, yang membuatku kenyang akan lahar susu yang dimuntahkannya tadi malam.
Kuciumi sepasang gunung itu. Kurasakan lagi, sepertinya gunung ini sudah lebih mengembang lagi dari semalam. Mungkin karena sudah terisi lagi akan lava susu. Padahal tadi malam sudah kukuras habis isinya hingga pipiku kempot saking kuatnya sedotanku. Baiklah, mumpung aku juga lapar. Enak juga pagi-pagi gini sarapan minum susu.
Nyottt nyottt nyooooottt.. Kukenyot puting kenyal Dahlia putriku. Gadis kecil yang dulu kutimang-timang, sekarang memberikan lava susunya untukku.. Sangat segar sekali..
“Arghh, Bapakkkhh.. ” Dahlia menggeliat bangun. Tentu saja dia terkejut karena di pagi-pagi buta seperti ini bapaknya sudah mengenyot kedua gunungnya bergantian. “Kenapa Bapak melakukan ini ke Lia, Pak? Bapak harus eling, Lia anak Bapak, ” lirihnya di tengah-tengah isak tangisnya..
“Diam, Nduk! Seperti yang Bapak bilang semalam! Kamu harus nurut sama Bapak karena Bapak ini bapakmu! ”
“Tapi, Pak. Ini salah. Tidak seharusnya kita kayak gini.. Hiks”
Plakkk.. Ku tampar pipi putriku dengan tangan gorillaku..
“Sudah Bapak bilang, ora usah kamu melawan! Anak tak tahu diuntung! Sudah dibesarkan dari kecil dengan susah-payah banting tulang, mau dikasih enak juga malah protes! ” bentakku dengan keras. Lia terisak-isak dan ketakutan.
“Sekarang buka lenganmu lebar-lebar, taruh tanganmu di belakang kepalamu! ” perintahku ke Lia.
“Iii, inggih, Pak.. ” Jawab Lia dengan terisak ketakutan.. Dengan bergetar, dia pun melakukan apa yang kuperintahkan.
Ah, akhirnya susu itu terpampang lagi di hadapanku. Dengan posisi seperti itu, susunya tampak semakin membusung. Semakin menantang untuk dijamah.
“Harusnya kamu bersyukur, Nduk. Ada Bapak yang bisa membantumu menyedot susu. Kamu ga perlu repot-repot melakukannya sendiri. ” kataku sembari mengenyot susunya lagi.
Lia tidak menjawab. Dia hanya terisak-isak dan merintih lirih. Sesekali dia melenguh panjang ketika aku melakukan sedotan yang kuat.. Arghh.. Sungguh segar sekali susu putriku ini.
Setelah lumayan kenyang minum susu, kulanjutkan penjelajahan mulutku ke bawah payudaranya. Kuciumi perutnya yang rata, hingga sesekali kujilat dan kucucup untuk membuat tanda. Ya, aku ingin membuat tanda kepemilikan di putriku ini. Cuman aku, Bapaknya, yang boleh menyentuhnya. Cuman aku, Bapaknya, yang boleh memasukkan saripatiku ke rahim di perutnya.
Setelah membuat cupangan di perutnya, ciumanku turun semakin ke bawah, hingga sampai di selangkangannya. Kuperhatikan gundukan vaginanya yang masih terbungkus celana dalam tipis. Tidak mau berlama-lama, kurobek celana dalamnya hingga menjadi serpihan kain. Secara otomatis Lia menutupi vaginanya dengan kedua tangannya.
“Buka tanganmu, Nduk! Bapak ingin melihat tempikmu, “kataku dengan tenang. Aku tidak ingin membuat keributan lagi.
Dengan berlinang air mata, Lia membuka tangannya. Terpampanglah vaginanya di depan kedua bola mataku. Oh, tempik yang tembem dan gundul tanpa sehelai rambut. anganku.com Aku lupa kapan terakhir aku melihat tempik putriku ini. Dulu aku yang mencebokinya saat dia masih kecil dulu. Ternyata tempik ini tidak banyak berubah, cuman terlihat lebih tembem saja. Mlenuk-mlenuk mirip apem yang baru matang, dengan sebuah garis yang masih sangat rapat. Khas tempik perawan ABG. Kuciumi bibir tempik Lia. Lia menggelinjang ketika kuciumi tempiknya.
Kunikmati pelan-pelan aroma tempik putriku. Ah, sungguh harum sekali.. Pandai juga dia merawat area intimnya, sama seperti mendiang ibunya..
“Ngangkang, Nduk! Buka tempikmu dengan tanganmu! ” perintahku, sambil kuarahkan tangannya untuk membuka bibir tempiknya. Dengan terisak Lia menuruti perintahku mengangkangkan kedua kakinya membentuk huruf M, kedua telunjuknya pun membantu membuka bibir tempiknya sendiri sesuai arahanku.
Ah, sungguh indah sekali pemandangan di depanku. Seorang gadis perawan mengangkang dan membuka bibir vaginanya dengan kedua telunjuknya. Terlihat isi vaginanya yang masih [U]rapat, [/U]berwarna pink, merekah dan menggoda.
Kudekati tempik putriku yang terbuka. Kusentil klitorisnya dengan lidahku untuk salam pembuka. Lia pun menggelinjang seperti tersetrum.
“Ah, Bapakkhh”
“Enak, Nduk? ”
Lia tak menjawab, dia hanya terisak sambil mendesah tertahan. Ah, aku tak butuh jawabannya.
Clep, clep, kujilati isi vagina putriku dengan rakusnya. Kukenyot klitorisnya dengan membabi buta. Sesekali kukunyah dan kugigit-gigit kecil. Nikmat sekali. Tempik perawan sungguh sangat istimewa. Terlebih ini adalah tempik putriku sendiri. Tempik perawan kembang desa..
Lia pun menggelinjang tak karuan. Tanpa sadar dia meremas rambut dan kepalaku. Dikempitnya kepalaku dengan kedua pahanya yang putih mulus tanpa noda. Hingga akhirnya crit critt.. Dia pun orgasme..
Kuseruput cairan nikmatnya dengan begitu rakusnya. Slurpphh sluurppphh.. Sungguh nikmat sekali..
Kurasakan celana dalamku sangat sesak. Baik lah, kulepas saja daripada penisku terhimpit celana dalam. Kuangkat kepalaku dari tempik Lia agar aku bisa melepas celana dalamku. Kulihat Lia sesaat, dia terlihat bergidik melihat penisku. Wajahnya memerah karena malu. Mungkin ini pertama kalinya dia melihat penis laki-laki. Bisa jadi dia juga ketakutan melihat ukuran penisku yang lumayan besar dan[U] [/U]dipenuhi jembut lebat di sekelilingnya. Bagaimana tidak, penis ini lah yang dulu dapat menakhlukkan mendiang Ibunya. Penis kebanggaan Bapaknya yang pernah membuat Ibunya terkapar tak berdaya.. Besar dan penuh urat..
“Nduk, buka mulutmu! Emut kontol Bapak! ”
Lia terhenyak mendengar perintahku. Belum selesai terkejutnya melihat langsung kelamin pria, sekarang dia diperintahkan untuk mengemutnya.
“Tapi, Pak, ”
“Sudah ga usah ngeyel lagi. Inget apa kata Bapak tadi! Sekarang kamu duduk di bawah”
“Inggih, Pak”
Dengan berlinang air mata, Lia menuruti perintahku. Dia duduk bersimpuh di lantai, lalu aku duduk di sofa mengangkanginya.
Aku tak peduli dia menitikkan air mata. Bagiku Lia malah terlihat seksi dengan mata sayu mengiba seperti itu. Kupegang kepala putriku, kudekatkan ke penisku.
“Buka mulutmu, Nduk! ” perintahku.
Dengan ragu-ragu Lia membuka mulutnya. Semakin kudekatkan mulutnya ke penisku. Akhirnya mau tidak mau mulutnya pun menelan penis besarku yang berurat dan sedang ngaceng berat ini.
Meskipun masih amatir, mulut Lia sangat nikmat sekali. Sensasi basah, hangat dan nikmat menjalari batang kejantananku. Bibir tipisnya yang ranum mengitari penisku yang berdiameter besar dan berurat. Kugerakkan kepalanya maju mundur. Jembutku yang lebat dan kasar karena jarang kucukur menggesek dan menabrak pipi dan hidungnya. Air mata Lia semakin deras membasahi wajah ayunya karena ujung jamur penisku menyundul-nyundul tenggorokannya..
“Sudah, Nduk. Cukup.. Sekarang kita lanjut ke kamar saja. ”
Tanpa babibu, kuangkat dan kugendong putriku ke kamar tidurnya. Kurebahkan tubuhnya yang mungil namun semokdi kasur dengan hati-hati. Lalu kuganjal pantatnya dengan bantal dan kukangkangkan kedua pahanya yang mulus tanpa noda. Tempiknya yang tembem terangkat ke atas dan terlihat lebih merekah, menampakkan isi dagingnya yang berwarna merah jambu. Sangat indah sekali.
Kuarahkan kontolku ke tempik perawan putriku. Kugesekkan ujung kontolku ke belahan tempiknya yang tembem. Bagaikan sosis jumbo yang diapit roti hotdog yang menul-menul. Ah, baru digesek seperti ini saja rasanya nikmat sekali. Lia pun ikut menggelinjang bergoyang pantatnya karena perlakuanku.
“Pak, jangan, Pak. Lia takutt, ” rengek Lia kepadaku. Ya, aku paham, ini adalah kentu pertamanya. Seben[U]a[/U]rnya aku tak tega menyakitinya, tapi sudah terlanjur basah. Sekalian nyebur aja.. Apalagi melihat susu montok putriku yang menul-menul kembang kempis karena nafasnya yang ngos-ngosan, wajahnya yang memerah, entah takut beneran atau terbakar birahi, terlihat sangat sensual sekali. Semua membuatku gelap mata, ingin segera kuhujamkan kejantananku ke tempiknya.
“Sudah, Nduk. Nikmati saja. Nanti kamu juga pasti ketagihan. Terima saja kontol Bapak ini, ” kataku sambil bersiap-siap mengeksekusi tempiknya.
——————
POV Dahlia
“Pak, jangan, Pak. Lia takutt, ” rengekku ke Bapak. Aku berharap masih ada secercah harapan Bapak mengurungkan niat untuk menyetubuhiku. Tapi yang ada malah Bapak menyuruhku nriman dengan nasib yang akan menimpaku, yakni diperawani Bapakku sendiri.
“Sudah, Nduk. Nikmati saja. Nanti kamu juga pasti ketagihan. Terima saja kontol Bapak ini, ” kata Bapak kepadaku. Aku ngeri membayangkan apakah cukup penis Bapak yang besar berurat itu memasuki vagina perawanku.
Kurasakan ujung penis Bapak sudah mulai memasuki belahan vaginaku secara perlahan. “Pak, sakitt.. Hiks, ” rintihku. Tapi Bapak seakan tidak peduli isak tangisku.
Dengan penuh konsentrasi dan keringat bercucuran Bapak berusaha memasuki vaginaku yang sempit dengan cara mendorong dan menarik penis besar beruratnya. Ada rasa geli dan nyeri tertahan yang menyelimuti vaginaku. Urat-urat di penis Bapak sangat terasa sekali menggesek dinding vaginaku meskipun baru masuk ujungnya. Selain itu Bapak juga meremas dan mengenyot payudara montokku bergantian. Tak terasa itu semua membuatku yang masih perawan ini semakin terlarut dalam lautan birahi. Vaginaku semakin basah, tapi juga masih ada perasaan takut yang menggeoayuti diriku. Hingga tiba lah ujung penis Bapak menyentuh lapisan selaput daraku.
“Owh, Bapakkkkhh!!!” aku berteriak sekeras-kerasnya ketika tiba2 Bapak menghujamkan penisnya ke vaginaku. Tanpa memberiku waktu untuk beradaptasi, Bapak menggenjot vaginaku tanpa ampun. Sakit yg[U] [/U]luar biasa menyelimuti vaginaku. Tubuhku seperti dibelah dua. Aku merasa diriku berada di neraka. Cairan vaginaku yang basah pun tidak dapat mengurangi rasa perih di vaginaku. “Ampun, Pak.. Ampunnn!!! Hiks hiks hiks” rintihku dengan berlinangan air mata.
“Tahan, Nduk. Tahannn. . Bentar lagi kamu juga enakan, malah nanti kamu akan ketagihan kontol Bapakk. Ahhh,” kata Bapak di sela-sela genjotannya ke vaginaku. “Tempikmu ini, Nduk. Uwenak.. Perettt.. Ahh.., ” tambahnya lagi sambil menggenjot vaginaku dengan membabi buta tanpa ampun.
Entah kenapa semakin lama rasa sakit yang menjalar di vaginaku semakin berkurang, malah terganti dengan kenikmatan hingga ubun-ubun. Tidak, aku tidak boleh menikmatinya. Ini salah. Tapi tubuhku merespon lain.
Tanpa sadar pantatku ikut bergoyang-goyang, seirama dengan ritme sodokan Bapak. Cairan precum dari vaginaku juga semakin deras, membuat persetubuhan kami semakin lancar karena licinnya.
Ada hampir sejam aku dan Bapak bercinta dengan posisi seperti itu. Bokongku yang terganjal bantal membuat vaginaku terdorong ke depan menerima sodokan penis Bapak tanpa ampun. Stamina Bapak kuat sekali untuk seorang laki-laki yang berusia separuh abad. Sudah 3 kali aku dibuat orgasme olehnya, namun Beliau tak kunjung orgasme juga.
“Nduk, Bapak mau keluar. Ah ah ah.. ” desah Bapak akhirnya. “Jangan dikeluarkan di dalam, Pak. Lia ga mau hamil. Ah, ah ah,, ampun, Pak., ah..”.
Crit crit crit.. Aku pun orgasme yang ke 4.
Namun Bapak sepertinya tidak mau menggubris permintaanku. Semakin dicepatkan ritme sodokan Bapak di vaginaku. Kurasakan batang penis Bapak yang besar semakin gencar menggesek dinding vaginaku.
“Ah ah ah.. Bapak ingin keluar di dalam, Nduk. Bapak ingin membasahi rahimmu dengan pejuh Bapak! Kamu harus menerimanyaahhhh.. Argghhhh”
Crot crot crot.. Tiba-tiba Bapak menyemburkan spermanya di vaginaku..
Tidakkk.. Bagaimana ini.. Rasa hangat menjalar di rahimku. Sperma Bapak banyak sekali hingga merembes keluar vaginaku, membasahi sarung bantal yang mengganjal pantatku. Bersamaan dengan sperma Bapak, mengalir pula rembesan cairan warna merah, darah perawanku.
Setelah orgasme, Bapak ambruk ke samping dengan tangan kanan yang masih menggelayuti susu kiriku. Aku yang masih terlentang dengan posisi kaki masih mengangkang lebar seakan baru tersadar dengan apa yang terjadi.
Aku sudah tidak perawan lagi, Bapak kandungku sendiri yang mengambil keperawananku, ironisnya aku ikut menikmati persetubuhan terlarang ini. Selain itu sperma Bapak mengisi rahimku, ada kemungkinan aku akan hamil anak Bapak. Ya Tuhan.. Apa yang telah ku lakukan.. Tangisku pecah..
Seakan tidak peduli, Bapak hanya ngendikan, “sudah, Nduk. Ga usah kamu sesali. Kamu juga enak to? Mulai sekarang kamu tidak hanya menjadi putri Bapak, tapi juga budak seks Bapak. Kamu harus nurut apa pun perintah Bapak tanpa terkecuali. ”
“Hiks inggih, Pak, ” jawabku terbata-bata di sela isak tangisku.
“Sekarang hari Sabtu kan, Nduk? Kamu bolos aja ga usah masuk sekolah. Nanti Bapak bilang ke gurumu kalau kamu sakit. Bapak juga lagi males ke sawah. Mending macul sawahmu ini sampe besok Minggu. Hahahahahaa.. ”
Oh.. Tidak.. Semakin lemas aku membayangkan bagaimana Sabtu-Mingguku ini.. Tidak hanya Sabtu-Minggu, tapi juga hari-hari selanjutnya, menjadi budak seks Bapakku sendiri..
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,