Artika “putri indonesia”
Artika Sari Devi tengah bersiap untuk pergi. Hari ini adalah jadwal
keberangkatannya ke Timika, Papua. Sebagai Putri Indonesia dia memang
diharuskan mematuhi kontrak yang sudah dia tanda tangani bahkan jika
itu
harus pergi ke daerah daerah yang terpencil. Kunjungannya kali ini
merupakan kunjungan pertamanya ke Papua. Ditemani manajernya dan
beberapa wartawan, Artika berangkat ke Papua.
Setibanya di bandara Timika, Artika sedikit heran dengan sambutan yang
diterimanya. Secara protokoler memang tidak ada masalah, tapi dia
melihat sesuatu yang ganjil. Pengawalan dari pihak TNI dan Polisi
terlihat lebih ketat dari biasanya.
“Apa yang terjadi ?” Artika bertanya pada manajernya, seorang
perempuan yang usianya sepuluh tahun lebih tua darinya.
“Aku tak tahu,” Bertha, manajernya menggeleng. “Tunggu di
sini.” Sambungnya. Dia lalu bergegas mendekati kepala penyambutan.
Dari dialah Artika kemudian tahu kalau akhir-akhir ini gerakan
separatis
OPM makin mengganas meresahkan masyarakat Papua. Tapi Artika tidak
mengkhawatirkan hal itu. Dia berusaha bersikap profesional. Dan Artika
sendiri selama beberapa hari tidak merasakan adanya gangguan yang
membahayakan rombongannya. Dia bahkan mulai jatuh cinta dengan tanah
Papua yang masih segar.
Pagi hari Artika terlihat berada di lobby hotel Sheraton Timika
tempatnya menginap. Dia memakai baju lengan pendek putih dari bahan
satin dipadu dengan celana Jeans dan sepatu sneaker putih. Rambutnya
yang panjang agak bergelombang diikat ekor kuda. Dari wajahnya terlihat
Artika sedang menunggu seseorang. Dan ketika dia melihat Bertha,
manajernya datang dari arah pintu masuk utama, wajahnya langsung
berubah
cerah.
Artika bergegas menyongsong Bertha. Langkahnya terlihat sedikit
tergesa-gesa.
“Bagaimana Kak?” Artika bertanya dengan nada tidak sabar.
“Kita boleh pergi ?”
Bertha dengan sedikit terengah mangangkat tangannya memegang pundak
Artika .
“Sepertinya tidak boleh,” jawab Bertha dengan tersengal. Artika
sontak menampakkan wajah kecewa.
“Kenapa?” tanya Artika singkat sambil menatap wajah Bertha
meminta kejelasan.
“OPM diperkirakan menyerbu daerah-daerah strategi, bahaya kalau kita
memaksakan diri,” jawab Bertha singkat tapi padat. Tapi jelas
jawaban itu tidak memuaskan Artika . Artika diam saja lalu membalikkan
badan dan kembali ke kamarnya.
Di dalam kamarnya Artika berpikir keras bagaimana caranya bisa pergi ke
tempat yang sudah dia rencanakan sejak pertama kali menginjakkan
kakinya
di Papua. Akhirnya Artika menyelinap secara diam-diam keluar dari
hotel.
Dia lalu bertanya pada penduduk lokal bagaimana caranya supaya bisa
pergi ke Baliem. Lewat salah satu penduduk di sekitar hotel Artika
berhasil menemukan orang yang bisa mengantarnya. Maka tanpa
sepengetahuan siapapun, Artika ditemani oleh seorang pemandu
menggunakan
mobil sewaan pergi ke Baliem.
Artika senang sekali akhirnya bisa pergi sesuai dengan rencana. Mungkin
Bertha akan marah mengetahui dia pergi tanpa pamit, tapi Artika sudah
punya rencana untuk menghubungi Bertha melalui ponselnya. Sepanjang
perjalanan Artika terlihat begitu menikmati pemandangan alam Papua yang
masih bersih, beda sekali dengan Kuala Lumpur yang banyak polusi. Di
luar dugaan, pemandu yang merangkap sopir perjalanannya, seorang pemuda
Papua asli bernama Tinus mengenalinya.
“Dari mana kamu mengenali aku?” tanya Artika senang. Tinus
tersenyum mendengar pertanyaan aneh Artika .
“Kami memang tinggal di Papua, tapi kami tidak buta informasi,”
jawab Tinus diplomatis. anganku.com Seketika Artika merasa malu telah meremehkan
pengetahuan orang Papua. Tapi Artika pintar mengubah arah pembicaraan,
maka dia tidak lagi merasa bersalah pada Tinus. Dan sepanjang
perjalanan
keduanya terlibat berbagai pembicaraan.
Di tengah keasyikannya menikmati perjalanan tiba-tiba Tinus
menghentikan
mobilnya secara mendadak.
“Ada apa ni Tinus?” Artika terkejut saat mobilnya berhenti
mendadak. Tinus diam saja, wajahnya terlihat menegang. Tatapannya tejam
menatap ke arah luar. Dalam keadaan panik Artika berusaha menghubungi
Bertha melalui ponsel tapi dia berada di daerah tanpa sinyal, Ponsel
tidak ada lagi gunanya di tempat itu.
Artika maju mendekati Tinus yang terdiam. Dia melihat ada sebatang
pohon
besar yang tumbang melintang di tengah jalan.
“Ada apa ini…” Artika tidak sempat meneruskan ucapannya ketika
dia melihat beberapa orang Papua berseragam militer dengan membawa
persenjataan lengkap muncul dari balik pepohonan. Rata-rata bertampang
seram dengan rambut dan jenggot tak terawat. Dan orang orang itu
serentak mengepung mobil Artika .
“Tinus..” Artika mulai dihinggapi rasa takut. “Siapa
Mereka…..”
“OPM,” Tinus menjawab singkat. Tinus membuka pintu mobilnya lalu
segera melompat keluar dari mobil dan kabur meninggalkan Artika
sendirian. Artika kebingungan ditinggal sendiri di mobil. Nalurinya
segara mengatakan kalau dia harus menginggalkan tempat itu. Artika lalu
berusaha membuka pintu mobilnya, tapi usahanya sia-sia. Beberapa
anggota
OPM lebih cepat mengepungnya. Salah satu dari mereka yang berbadan
tegap
dan hitam dengan badan penuh bulu menarik Artika keluar dari mobil.
Lalu
Artika didorong sampai tersungkur jatuh.
Artika berusaha bangkit dan melawan tapi apa dayanya melawan puluhan
pria berbadan besar seperti mereka. Satu pukulan di perut Artika
menghentikan usahanya. Artika terduduk dan meringis menahan sakit.
Perutnya seperti mau pecah. Matanya berkunang-kunang, air matanya mulai
meleleh membasahi pipinya yang putih mulus, karena takut dan sakit.
Orang Papua yang tadi menariknya keluar dari mobil tersenyum buas
memandangi wajah dan seluruh tubuh Artika .
“Cantik sekali perempuan ini…” katanya dengan tatapan mata
liar. Dia menoleh ke salah satu anak buahnya yang juga tidak kalah
sangar. Mereka berbicara dalam bahasa daerah Papua yang sama sekali
tidak dipahami Artika . Artika hanya bisa memandangi mereka dengan
tatapan mata ketakutan.
“Tolong jangan sakiti saya, jangan sakiti saya,” Artika menangis
ketakutan. Pria Papua tadi justru tertawa.
“Kawanku ini bilang kalau kamu adalah Artika Sari Devi si Putri
Indonesia itu, benarkah itu?” tanyanya dengan logat Papua yang khas.
Artika mengangguk.
“Saya Artika, tolong jangan sakiti saya,” ujar Artika
terbata-bata di sela tangisnya.
“Bagus,” Pria Papua itu tersenyum. “Kalau begitu pimpinan
kami ingin bertemu denganmu.”
Pria Papua itu lalu memberi perintah untuk mengikat tangan Artika dan
menutup matanya. Kemudian secara paksa Artika dinaikkan ke dalam
mobilnya sendiri lalu pergi entah ke mana. Artika merasa ini adalah
akhir dari hidupnya. Dia menyesal tidak mengikuti saran Bertha. Tapi
penyesalan selalu datang terlambat. Karena kalut memikirkan nasib yang
akan dialaminya, Artika akhirnya pingsan.
Artika baru sadar setelah badannya ditiup hembusan angin dingin yang
terasa membekukan. Sontak Artika gelagapan dan kebingungan. Dia melihat
di sekelilingnya. Dia berada di dalam sebuah ruangan yang lembab
berukuran sedang, sekitar 3 kali 3 meter, dindingnya terbuat dari kayu
masif, sedangkan lantainya terbuat dari papan kayu tebal dilapisi
sejenis bulu binatang. Bau kain tua segera tercium di hidung Artika .
Dia kemudian menyadari kalau dirinya terbaring di atas sebuah ranjang
kayu kasar yang dilapisi kasur usang berupa lapisan-lapisan kain tua
yang disusun secara rapi. Ranjang berukuran double itu terletak di
tengah ruangan, berhimpitan dengan dinding. Tepat di atas ranjang
terdapat sebuah jendela besar berteralis baja tanpa daun jendela, hanya
ditutupi tirai usang yang terbuka sampai setengahnya, membuat cahaya
matahari yang mulai tenggelam leluasa masuk. Sebuah meja dan kursi
sederhana yang juga terbuat dari kayu masif terletak di sudut kiri
ruangan.
Kebingungan Artika terbuyarkan oleh suara derit pintu kayu berat yang
terbuka ke arah dalam. Artika serentak menoleh ke arah pintu yang tepat
berada di depannya. Dilihatnya sesosok pria Papua bertubuh tinggi besar
memasuki ruangan. Wajahnya jauh lebih menyeramkan daripada pria yang
menculiknya. Rambutnya gimbal seperti tidak terawat, begitu juga kumis
dan jenggotnya. Pria itu hanya memakai celana panjang militer dan
sepatu
boot tentara dengan pistol terselip di pinggangnya.
Pria itu mendekati Artika dan menatapnya dengan tatapan liar. Artika
merasa seolah tatapan itu siap menelannya hidup-hidup.
“Benar-benar perempuan yang cantik. “Pria itu berujar dengan
suara berat. “Benarkah kamu Putri Indonesia itu?” tanyanya
datar. Artika hanya bisa mengangguk.
“Namaku Tiber Wewengko, aku adalah pemimpin tertinggi di
sini,”katanya memperkenalkan diri. Artika tidak mempedulikan ucapan
pria bernama Wewengko itu.
“Kenapa kamu menculik saya?” Artika memberanikan diri bicara
meskipun diiringi dengan isak tangis. Wewengko tersenyum, dingin.
“Tidak ada, “jawabnya pendek. Wewengko mendekati Artika, Artika
langsung beranjak mundur tapi Wewengko memojokkan dia sampai merapat ke
dinding. Wajahnya berada sangat dekat dengan wajah Artika .
“Nona benar-benar sangat cantik.” kata Wewengko. “Sudah lama
saya ingin bertemu dengan Nona, apalagi sejak saya tahu kalau Nona akan
ke Papua. Artika tercekat mendengar ucapan Wewengko. Artinya Wewengko
tidak buta informasi.
“Dan Nona tahu, sudah lama sekali saya tidak merasakan kehangatan
wanita, apalagi yang secantik Nona, apakah Nona mau jadi istri
saya?” tanya Wewengko. Artika langsung lemas mendengar ucapan itu.
Dirinya tidak dapat membayangkan akan diperkosa oleh pria Papua seperti
Wewengko. Dia bergidik ngeri membayangkan bila Wewengko menggagahinya.
“Jangan mimpi!” Artika secara tidak sadar meludah saking
jijiknya.
“Hmm.. begitu rupanya,” Wewengko menatap ludah yang dikeluarkan
Artika .
“Sebaiknya Nona tidak berbuat begitu, sekarang ini nasib Nona
sapenuhnya ada di tangan saya, dan tidak ada satupun orang yang bisa
mengeluarkan Nona dari tempat ini.” Kata Wewengko dengan dingin.
Ucapan itu bagaikan palu godam yang merontokkan keberanian Artika
sepenuhnya. Artika sadar dirinya telah sepenuhnya dikuasai oleh
gerombolan OPM.
Sayup-sayup dri arah luar terdengar suara-suara gaduh seperti nyanyian
tradisional Papua.
“Nona dengar itu?” kata Wewengko. “Mereka mengadakan pesta.
Dan sebelum pesta itu selesai saya akan pastikan Nona akan menjadi
istri
saya.”
Wewengko lalu meninggalkan Artika sendirian. Artika hanya bisa menangis
menyesali diri. Dia hanya tesimpuh di lantai, sementara angin dingin
Papua terus menerus meniup tubuhnya melalui jendela. Artika menggigil
kedinginan, sepertinya Wewengko memang sengaja membiarkannya kedinginan
seperti itu sampai malam.
Kesunyian terpecahkan saat tiba-tiba suasana kamr menjadi
terang-benderang. Cahaya lampu besar yang ada di atas kamar menerangi
seisi ruangan. Rupanya meskipun di tengah hutan, Wewengko memiliki
peralatan yang cukup modern. Artika mengejapkan matanya membiasakan
cahaya masuk ke matanya. Sesaat kemudian Wewengko datang memasuki kamar
membawa makanan dan minuman. Yang mambuat Artika ngeri, Wewengko masuk
hanya dengan mengenakan koteka di kemaluannya tanpa selembarpun benang
menutupi tubuhnya. Lalu Wewengko menyodorkan makanan dan minuman itu.
“Ini minuman tradisional Papua,” kata Wewengko datar. Artika
melengos mengetahui menu yang disajikan berupa daging babi dan arak.
Semula Artika menolak makanan dan minuman itu, tapi Wewengko memaksanya
untuk makan dan minum dan Artika tidak dapat menolak.
Dan Wewengkopun mulai melancarkan aksinya, dia berusaha memeluk Artika
dari belakang sambil menciumi puncak Artika. Artika meronta dan
menjauhi
Wewengko.
“Jangan sentuh aku bangsat..!” Artika berteriak. Tapi Wewengko
yang berbadan tegap langsung mendekapnya dan mulai menelusuri wajah dan
leher Artika dengan buas. Artika mencoba meronta dan berusaha untuk
tetap sadar tapi sentuhan demi sentuhan Wewengko membuatnya terhanyut.
Tanpa sadar Artika mulai mendesah merasakan kenikmatan sentuhan
Wewengko. Wewengko makin buas. Dengan paksa dirobeknya baju Artika dan
dibuangnya baju itu sehingga sekarang tubuh bagian atas Artika hanya
ditutupi oleh BH berwarna putih transparan. Payudaranya yang putih
mulus
terlihat mencuat menantang. Wewengko menelipkan tangannya yang besar ke
dalam mangkuk BH Artika dan mulai meremas-remas payudara Artika. Artika
merasakan sebuah sensasi yang sangat hebat melanda tubuhnya, sesuatu
yang belum pernah dia alami sebelumnya.
Wewengko makin buas, dia segera merobek BH Artika sehingga payudara
Artika yang mulus dan montok itu sekarang telanjang. Bentuknya sangat
bagus dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar. Tidak sabar
Wewengko mulai meremas-remas dan menjilati payudara Artika , lalu bibir
Wewengko berganti-ganti melumat dan mengulum puting susu Artika .
Artika
mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya mulai hilang, dirinya
sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat, karena itu
dia diam saja saat Wewengko mulai melepas celana Jeansnya. Maka di
hadapan Wewengko sekarang tampak sepasang paha yang panjang dan mulus
yang berakhir pada celana dalam putih berenda. Lalu dengan kasar
Wewengko menarik celana dalam Artika sampai lepas. Dan Artika sekarang
benar-benar sempurna telanjang bulat de depan Wewengko. Wewengko
memandangi kemulusan tubuh telanjang Artika dengan takjub.
“Ohh.. tidak saya sangka ternyata Nona lebih cantik jika
ditelanjangi seperti ini, ” kata Wewengko dangan deru nafas memburu.
Lalu Wewengko mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang Artika dengan
bibir dan tangannya. Bibir Artika yang merah segar tidak henti-hentinya
dilumat oleh Wewengko sementara tangan Wewengko tidak berhenti
menggerayangi dan meremas payudara Artika. Artika hanya bisa pasrah
dikerjai oleh Wewengko. Wewengko lalu menjilati bagian perut Artika
yang
rata dan licin. Kemudian dia membuka paha Artika lebar-lebar hingga
terkuaklah liang vagina Artika yang licin tak berbulu. Rupanya Artika
secara rutin selelu mencukur rumbut kemaluannya.
Wewengko perlahan mendekatkan wajahnya pada vagina Artika , lalu dengan
menggunakan bibir dan lidahnya Wewengko mulai menjliati vagina Artika .
Dan jari-jari tangan Wewengko perlahan mulai mengorek-korek vagina
Artika . Artika langsung mengejang ketika vaginanya dikerjai oleh
Wewengko. Dirangsang sedemikian rupa membuat pertahanan Artika akhirnya
runtuh apalagi ditambah pengaruh minuman tradisional yang tadi
diminumnya.
“Oohhh… aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…” Tanpa sadar
Artika mulai mendesah merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dia
rasakan. Wewengko mengetahui Artika mulai terangsang makin buas
menggeluti tubuh yang putih mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Artika
dan membenamkan wajahnya ke vagina Artika . Bibir dan lidahnya
terus-menerus mengorek liang kemaluan Artika, sementara tangannya yang
kekar dan berbulu meremas-remas payudara mulus Artika. Tak tahan lagi
Artika akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya mengejang sesaat sebelum
akhirnya melemas lagi, dari vaginanya mengucur cairan bening
kewanitaan.
Wewengko segera menelan cairan vagina Artika dengan buas sambil
menjilati sekitar kemaluan Artika karena berdasarkan keyakinan orang
Papua, keperkasaan pria akan bertambah jika dia bisa meminum cairan
vagina dari perempuan yang akan dia setubuhi.
Artika terbaring terengah-engah di ranjang, dia baru saja mengalami
orgasme yang luar biasa, tubuhnya yang putih mulus sampai berkeringat
padahal udara teramat dingin. Wewengko mamandangi tubuh yang mulus itu
dengan tatapan buas, matanya menatap ke arah payudara Artika yang naik
turun, begitu putih mulus. Dia lalu mendekati Artika dan mambimbingnya
untuk duduk. Perlahan dia malepaskan koteka yang dia pakai dan seketika
penisnya yang hitam dan berukuran besar mencuat di depan wajah Artika.
Artika yang dalam keadaan terangsang hanya memandangi penis itu. Penis
itu berukuran besar, panjangnya mungkin sekitar 20 senti dengan
diameter
empat atau lima senti. Wewengko lalu menyodorkan penisnya ke bibir
Artika.
“Sekarang Nona emut punya saya ya.. ” perintah Wewengko pada
Artika. Artika yang sudah dikuasai nafsu birahi menuruti perintah
Wewengko, segera dia mengulum penis itu, tapi karena belum
berpengalaman, Artika hanya mengulum penis itu. Wewengko jengkel dengan
tindakan Artika. Dia menarik rambut Artika.
“Wanita cantik tapi tolol, seperti ini tahu..” Wewengko
menggoyangkan kepala Artika maju mundur dengan demikian penis di dalam
mulut Artika terkocok dengan sendirinya oleh bibir Artika sampai
akhirnya Artika mulai terbiasa, dia menggerakkan kepalanya maju mundur
untuk mengocok penis Wewengko dengan bibirnya. Wewengko memejamkan mata
merasakan kenikmatan kuluman bibir Artika yang mungil itu sementara
tangan kekarnya juga sibuk meremas-remas payudara Artika dan
memilin-milin puting payudara Artika membuat Artika kembali terangsang.
Sekitar 15 menit lamanya Artika mengulum penis Wewengko sampai akhirnya
Wewengko mengejang. Dia menarik Wajah Artika dan membenamkan wajah
cantik itu ke dalam selangkangannya. Diiringi teriakan penuh kenikmatan
Wewengko menyemburkan spermanya ke dalam mulut Artika. Artika merasakan
cairan hangat dan kental memenuhi mulutnya dan mengalir ke dalam
kerongkongannya. Oleh Wewengko, Artika dipaksa menelan Sperma itu.
“Ayo telan sperma saya Nona.. telan..” perintah Wewengko. Artika
yang masih mengulum penis Wewengko hanya bisa melirik pasrah.
“Glk.. glk.. glk…” Artika akhirnya menelan seluruh sperma
Wewengko. Wewengko tertawa puas. Dalam kepercayaan Papua, jika seorang
wanita sudah menelan sperma sorang pria yang menyetubuhinya maka dia
tidak akan bisa lepas dari pria itu selamanya.
Wewngko membiarkan saja ketika Artika melepaskan kulumannya. Artika
lalu
dibaringkan terlentang di ranjang. Dipandanginya tubuh telanjang gadis
yang ayu itu.
“Nah Nona Artika .. sekarang ini sesuai yang saya janjikan, Nona
Artika telah jadi istri saya karena Nona Artika telah menelan sperma
saya. Itu berarti Nona selamanya tidak bisa melepaskan diri dari
saya.” Kata Wewengko.
Artika hanya bisa menangis mendapatkan dirinya yang telanjang bulat
bersama seorang pria yang siap untuk menyetubuhinya. Perlahan Wewengko
mulai menarik paha Artika yang putih mulus dan panjang sampai
mengangkang lalu Wewengko mulai mengarahkan penisnya yang besar ke
dalam
liang kemaluan Artika. Artika mengerang sesaat ketika penis Wewengko
menerobos liang vaginanya. Artika menangis tersedu, keperawanannya yang
dia jaga selama bertahun-tahun direnggut secara paksa oleh pria liar
seperti Wewengko. Wewengo yang melihat Artika menangis bukannya iba
malah merasa senang. Didorongnya penisnya sampai amblas ke dalam vagina
Artika.
“Ehkkhh.. ahhhh…” Artika mengerang kesakitan, vaginanya yang
masih perawan terlalu sempit bagi penis Wewengko yang besar, tapi
secara
kasar Wewengko terus mendesakkan penisnya dalam-dalam lalu
dipaksakannya
penis itu memompa vagina Artika. Artika merintih setiap kali penis
Wewengko menggenjot vaginanya tapi lama-lama penis itu makin lancar
memompa vagina Artika. Wewengkopun makin bersemangat menggenjotkan
penisnya. Tubuh Artika yang telanjang sampai tersentak-sentak setiap
kali Wewengko menggenjot vaginanya. Sambil terus menyetubuhi Artika ,
Wewengko juga melumat bibir Artika dengan buas. Artika yang tidak
berdaya diperkosa seperti itu akhirnya ikut terhanyut dalam dorongan
seksual yang sedari tadi memang sudah menggelegak, akhirnya erangan
Artika mulai teratur seirama dengan gerakan penis Wewengko di dalam
vaginanya.
Setelah sekitar limabelas menit, Wewengko secara tiba-tiba bangkit
sambil tetap mendekap tubuh bugil Artika . Dipaksanya Artika duduk
berhadap-hadapan dengannya. Ditatapnya wajah Artika yang cantik itu,
wajah itu terlihat sangat memelaskan tapi tidak membuat Wewengko merasa
iba, dia justru merasa kenikmatannya bertambah bila melihat Artika
tersiksa.
“Sekarang Nona Artika yang goyang ya.. seperti kalau Nona Artika
menari di panggung,” kata Wewengko. Artika hanya bisa mengangguk,
lalu mulai menggerakkan pantatnya maju mundur sambil melingkarkan kaki
mulusnya ke pinggang Wewengko. Wewengko mengimbanginya dengan
mencengkeram pantat Artika dan mendorong pantatnya maju mundur.
Sementara bibirnya sibuk menyusu pada payudara Artika sambil sesekali
mengulum dan menjilati puting payudara Artika.
Diperkosa sedemikian rupa akhirnya pertahanan Artika jebol juga. Dengan
rintihan panjang, Artika merasakan sensasi kuat menjalari sekujur
tubuhnya. Tubuhnya menegang dan melengkung ke belakang, tangannya
dengan
kuat mencengkeram punggung Wewengko. Vaginanya berdenyut kuat sekali
seperti meremas penis Wewengko.
“Aahhhhhhkkkhhhhh…. Oohhhhhhh….” Artika mengejang dan
merintih keras, orgasmenya meledak menghantam seluruh syaraf kenikmatan
seksualnya. Sesaat kemudian tubuhnya melemas kembali dan tergolek di
ranjang. Nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun. Wewengko
melihat ada darah yang mengalir dari vagina Artika. Itu adalah darah
keperawanan Artika yang direnggutnya. Dan Wewengko merasa kenikmatannya
makin bertambah mengetahui wanita cantik yang disetubuhinya benar-benar
seorang perawan. Tapi Wewengko segera menarik tubuh mulus itu dan
mendekapnya erat-erat.
“Jangan buru-buru Nona Artika, saya belum selesai, ” kata
Wewengko sambil tertawa. Dia lalu membalikkan tubuh Artika yang putih
dan mengkilat kerena keringat lalu memaksanya menungging. Kedua kaki
Artika dipaksanya mengangkang.
“Sekarang saya mau coba gaya anjing pada Nona Artika, “kata
Wewengko datar. Artika menggelengkan kepalanya.
“Jangan Tuan.., ” Artika kembali menangis. “Saya tidak kuat
lagi, ampuni saya Tuan, jangan setubuhi saya lagi…”
“Ah.. diam!’ Wewengko membentak. “Dasar pelacur, dimana-mana
sama, bilang tidak mau tapi orgasme juga.”
Wewengko menarik paha Artika dengan kasar, lalu kembali penisnya
didesakkan ke dalam vagina Artika, kemudian pantatnya digoyangkan maju
mundur. Sembil menggenjot vagina Artika, Wewengko juga meremas-remas
payudara Artika yang tergantung begitu bebas dan bergoyang seirama
goyangan pantatnya. Artika mendesah-desah setiap kali vaginanya
digenjot.
“Ayo.. teruss.. terus Nona… terusss…” Wewengko makin kuat
menggenjot vagina Artika dengan penisnya, badan Artika sampai
tersentak-sentak setiap kali vaginanya digenjot.
“Akhhh.. ahhh… ohhh… shitt… shittt…” Artika mulai
meracau karena merasakan gelombang birahinya meledak dan akhirnya
kembali Artika mengalami orgasme meskipun tidak sehebat sebelumnya,
kembali vaginanya berdenyut kencang. Tapi Wewengko tetap belum juga
selesai, kali ini dibalikkannya tubuh Artika hingga terlentang, lalu
kedua paha Artika diangkat dan disampirkannya ke bahunya kemudian
kembali digenjotnya vagina Artika dengan penisnya sambil memegangi
pantat Artika karana khawatir Artika akan melepaskan penis itu dari
vaginanya. Kali ini Artika sudah tidak berdaya lagi, dia hanya bisa
merintih setiap kali digenjot, payudaranya yang putih mulus bergoyang
seirama genjotan Wewengko. Air mata Artika seolah sudah kering untuk
menangis, Artika hanya bisa menggigit bibirnya merasakan penderitaan
sekaligus kenikmatan yang dia alami sampai akhirnya dia mengalami
orgasme untuk kali ketiga, barulah setelah Artika tiga kali orgasme
Wewengko menyudahi pemerkosaannya pada Artika . Diiringi erangan
dahsyat
Wewengko menyemburkan spermanya di dalam vagina Artika.
Artika merasakan dunianya sudah hancur, dirinya sudah tidak ada
harganya
lagi setelah diperkosa oleh Wewengko. Putri Indonesia itu sekarang
merasa tidak berbeda dengan seorang pelacur. Artikapun kembali menangis
tersedu-sedu mengingat penderitaan yang dia alami. Tapi Wewengko tidak
peduli pada nasib Artika. Seorang Artika baginya tidak beda dengan
wanita-wanita lain yaitu sebagai pemuas nafu seksualnya. Sampai pagi
Wewengko terus menerus menyetubuhi Artika. Tidak kuat menahan
penderitaan, Artika akhirnya pingsan.
Artika baru tersadar setelah matahari sudah tinggi, Dia berusaha bangun
tapi sekujur badannya serasa sakit seperti habis dipukuli. Sisa-sisa
sperma masih berceceran di sekitarnya, sebagian yang masuk ke dalam
rahimnya meleleh keluar dan mengering. Artika merasakan kemaluannya
sakit sekali, perutnya juga terasa nyeri. Lalu dengan tertatih-tatih
Artika berusaha meraih pakaiannya. Tapi dia tidak menemukan pakaiannya
di ruangan itu, pasti Wewengko telah mengambilnya. Artika kemudian
meraih kain usang di ranjang untuk menutupi tubuhnya lalu berusaha
untuk
berjalan. Belum lagi dia mencapai pintu, tiba-tiba pintu terbuka dengan
lebar. Seorang wanita Papua yang juga bertampang bengis masuk dan
mendekati Artika. Artika mundur mencoba menghindar tapi wanita Papua
itu
mencengkeram pergelangan tangan kanannya dengan kuat. Artika mencoba
meronta tapi wanita Papua itu lebih kuat, dipelintirnya tangan Artika
ke
belakang.
“Diam Nona.” Wanita itu berbisik ke telinga Artika. “Saya
hanya mau menyuruhmu mandi biar bersih..” katanya. Artika yang tidak
berdaya menurut saat digelandang ke luar rumah menuju ke sebuah kamar
mandi terbuka yang berdekatan dengan punggungan bukit, penutupnya hanya
sebatas leher, terbuat dari potongan bambu dan anyaman daun, sebuah
pancuran kecil dari bambu terdapat di situ, airnya yang berasal dari
atas bukit jernih dan dingin. Wanita Papua itu lalu menelanjangi Artika
dan menyuruh Artika berlutut kemudian dia mengguyur tubuh Artika dengan
air, sejenak Artika merasa kedinginan sampai menggigil tapi lama lama
Artika mulai terbiasa.
Selesai mandi, Artika kembali dibawa ke dalam rumah. Perempuan Papua
itu
melemparkan sesuatu pada Artika.
“Ini pakaian yang harus kamu pakai…” katanya sambil tersenyum
jahat. Artika memandangi barang yang dilemparkan oleh wanita Papua itu,
pakaian yang dimaksud oleh wanita Papua itu hanya berupa
potongan-potongan bahan semacam kulit binatang. Artika terdiam dan
menangis memandangi `pakaian’ itu. Dia merasa sedang mengalami
pelecehan seksual yang sangat besar.
“Dasar tolol, ” wanita Papua itu marah dan menampar wajah
Artika. Tidak terlalu keras, tapi cukup untuk membuat Artika menjerit.
Dia segera menarik kain yang menutupi tubuh Artika lalu memaksa Artika
memakai pakaian yang dia maksudkan.
“Pakai!” bentaknya. Artika hanya terduduk sambil terus menangis.
Kesal karena tidak mendapat tanggapan akhirnya wanita Papua itu
memakaikan pakaian yang diberikannya pada tubuh Artika. Sebuah pakaian
yang lebih mirip bikini dari kulit hewan. Hanya terdiri dari selembar
kecil penutup dada yang sama sekali tidak memadai untuk menutupi
payudara Artika sehingga sebagian payudara Artika yang putih mulus
menonjol telanjang sementara bagian bawahnya lebih mirip g-string yang
terbuat dari kulit hewan yang hanya bisa menutupi kemaluan Artika
sementara pantat Artika yang bulat padat dan putih mulus terlihat
telanjang. Pahanya yang jenjang dan begitu mulus serta bagian perutnya
yang juga putih mulus tidak tertutup apapun sehingga bisa bebas
dinikmati oleh siapapun.
“Sekarang Tuan Wewengko ingin bertemu kamu,” kata wanita Papua
itu. “Ayo Ikut.” Katanya sambil menarik tangan Artika. Artika
mencoba bertahan tapi sekali lagi wanita Papua itu memelintir tangan
Artika dan memukul perut Artika. Artika langsung terbungkuk dan
berlutut
sambil memegangi perutnya yang nyeri.
“Ampun, jangan sakiti saya .. ” Artika merintih sambil menahan
sakit, air matanya makin deras mengalir.
“Makanya turuti perintahku!” bentak wanita Papua itu. Artika
hanya bisa mengangguk lalu berdiri. Dengan langkah ragu Artika mulai
berjalan, sementara wanita Papua yang galak itu mengikuti dari belakang
sambil sesekali mendorong Artika jika berjalan sedikit lambat.
Artika dibawanya sampai ke sebuah ruangan besar yang berada di bagian
belakang rumah, Ruangan itu cukup besar, tapi terkesan kosong. Hanya
ada
sebuah meja makan berukuran sekitar dua kali tiga meter dilengkapi enam
kursi yang mengelilinginya, meja dan kursi itu juga terbuat dari kayu
masif yang dihaluskan. Di atasnya terdapat banyak sekali makanan, yang
paling menarik perhatian adalah seekor babi panggang berukuran besar di
tengah meja. Di kursi paling ujung dari tempat Artika berdiri terlihat
Wewengko duduk sambil makan sesuatu. Begitu melihat Artika berjalan
mendekat Wewengko langsung berhenti, dia melotot melihat Artika yang
berdiri nyaris telanjang tidak jauh darinya, dipandanginya kemulusan
tubuh Artika dengan seksama, matanya menatap liar pada daerah payudara
dan vagina Artika.
“ck.. ck.. ck…” Wewengko berdecak kagum memandangi tubuh
setengah telanjang Artika yang nyaris sempurna. Artika menunduk malu
dipandangi seperti itu, tanpa sadar tangannya berusaha menutupi
bagian-bagian penting tubuhnya yang terbuka meskipun usaha itu sia-sia
karena tangannya jelas tidak mampu menutupi tubuhnya yang telanjang,
akibatnya Wewengko dengan bebas menikmati keindahan tubuh mulus Artika
.
“Kamu boleh pergi Tira,” Wewengko berkata pada wanita Papua yang
memandikan Artika yang ternyata bernama Tira. Tira mangangguk lalu
meninggalkan ruangan menuju ke tempat dia masuk.
Wewengko lalu berdiri dan berjalan mendekati Artika. Artika merinding
ketika pria yang semalam memperkosanya berjalan mendekat. Jantungnya
berdetak kencang. Sementara Wewengko tidak henti hentinya memandangi
tubuh mulus Artika dengan tatapan kagum bahkan ketika dia berdiri di
belakang Artika, tangannya sempat meremas pantat Artika yang telanjang.
Artika hanya bisa menangis diperlakukan seperti itu.
“Jangan menangis Manisku,” Wewengko membelai rambut Artika yang
masih basah. “Sekarang duduklah dan makan.” Wewengko menarik
sebuah kursi di dekatnya. Lalu memaksa Artika duduk. Tapi Artika tidak
bereaksi apa-apa.
“Keras kepala ya,” Wewengko mulai jengkel. “Baiklah,
terserah mau makan atau tidak, tapi setengah jam lagi Nona Artika harus
bekerja.”
Artika tersentak mendengar ucapan Wewengko, hatinya bergetar, rasa
takut
mulai melanda dirinya, apakah itu berarti dirinya akan diperkosa lagi.
“Tuan mau memperkosa saya lagi..?” Artika bertanya sambil
menatap Wewengko dengan air mata berlinang. “Jangan.. jangan perkosa
saya lagi..” Artika menggeleng ketakutan. Wewengko hanya tersenyum
melihat wajah Artika yang memelaskan itu.
“Tidak, tidak Nona cantik.. ada sesuatu yang lain yang harus Nona
lakukan.” Kata Wewengko datar. Tanpa sadar Artika menghembuskan
nafas lega. Dia lalu melihat Wewengko meninggalkan tempat itu. Dia
kemudian menatap makanan yang ada di depannya, semula dia tidak mau
menyentuh makanan di atas meja tapi perutnya yang lapar membuatnya
meraih makanan di depannya. Rasanya tidak karuan, tapi karena lapar,
Artika menelannya juga.
Setengah jam kemudian Wewengko datang lagi dan melihat Artika sudah
terlihat segar. Dia yakin Artika tidak tahan menahan lapar.
“Nona Artika Sudah siap kan ?” tanya Wewengko. Tanpa menunggu
jawaban Artika, Wewengko menarik tangan Artika dan membawanya ke luar
ruangan, tapi sebelumnya dia menutupi tubuh Artika dengan selembar
kain.
Artika melihat kerumunan anggota OPM berjejer dengan barisan tidak
teratur memenuhi halaman. Rata-rata dari mereka berpenampilan kasar dan
dekil. Kerumunan itu membelah saat Wewengko dan Artika berjalan menuju
ke arah mereka. Di tengah kerumunan itu ternyata terdapat sebuah
panggung kecil, berbentuk segi empat, sekitar lima kali lima meter
dengan tinggi sekitar setengah meter terbuat dari kayu dan bambu.
Wewengko lalu membawa Artika naik ke panggung. Serentak kerumunan
anggota OPM langsung mengerubungi panggung sambil memelototi tubuh
Artika . Artika merasa malu sekali tubuhnya diobral Bagaikan pelacur
murahan.
“Nah Nona Artika, sekarang tugas Nona adalah menghibur mereka..”
kata Wewengko datar, nyaris tanpa emosi. Artika tersentak, seketika
tubuhnya gemetar, mengira dirinya harus melayani seluruh anak buah
Wewengko. Artika tidak dapat membayangkan dirinya akan diperkosa
beramai-ramai oleh orang sebanyak itu.
“Tenang Nona, Nona hanya diharuskan menari di hadapan mereka, tapi
dengan catatan, Nona harus menari tanpa pakaian.” Kata Wewengko.
Artika terkesiap, dia tidak mengira akan dipaksa melakukan tarian
telanjang. Tapi Artika menuruti perintah Wewengko, dia lebih memilih
menari telanjang daripada harus digagahi secara beramai-ramai.
Artika menatap kerumunan pria yang sudah tidak karuan di hadapannya.
“Apa kabar semua?” Artika mencoba tersenyum. Dan melempar salam.
“Bagaimana kalau hari ini Artika menghibur anda semua dengan satu
tarian..” sontak seluruh anggota OPM yang tidak pernah melihat
wanita secantik Artika bersorak.
“Bagaimana kalau Artika buka baju?” kata Artika lagi. Serentak
semua menjawab setuju. Artika lalu melepaskan lilitan kain yang
menutupi
tubuhnya. Seketika semua yang melihatnya langsung melotot melihat tubuh
yang begitu putih dan mulus terpampang di depan mereka. Saat itu
terdengar alunan musik dangdut dari sebuah speaker yang ada di atas
panggung. Artika lantas mulai menggoyangkan tubuhnya yang setengah
bugil
itu dengan gerakan gerakan erotis. Tangannya diangkat ke atas lalu
pinggulnya digoyang-goyangkan membuat seluruh tubuhnya berguncang.
Seluruh penonton bersuit-suit melihat goyangan pinggul dan pantat
Artika.
“Buka ! Buka! Buka!” teriak mereka sambil terus memelototi Tubuh
Artika yang bergoyang erotis.
“Kalian mau lihat payudara Artika?” tanya Artika di tengah
tariannya yang langsung disambut gemuruh setuju. Artika perlahan mulai
melepas kain penutup payudaranya lalu melemparkannya ke arah penonton
yang langsung berebut menerimanya. Payudara Artika sekarang tergantung
telanjang begitu putih mulus dan kencang. Payudara itu berguncang
seirama gerakan Artika. Melihat payudara yang begitu mulus itu
telanjang, penonton makin liar dan berteriak meminta Artika membuka
celana.
“Kalian mau lihat pula vagina Artika?” tanya Artika, lalu Artika
mulai memelorotkan celananya dan melemparkannya ke arah penonton,
lagi-lagi penonton berebut mengambil celana itu. Sekarang Artika sudah
sempurna telanjang bulat di hadapan anggota OPM yang makin brutal.
Artika meneruskan tariannya dengan berbagai gaya yang diingatnya.
Penonton paling suka saat Artika melakukan goyang ngebor ala Inul dan
goyang patah-patah. Pantatnya yang montok dan mulus bergoyang-goyang
secara erotis. Sesekali Artika juga berpura-pura melakukan onani dengan
meremas payudaranya sendiri sambil merintih-rintih dan mendesah-desah
seperti orang yang terangsang nafsu seksualnya.
Selama hampir satu jam Artika menghibur anggota OPM dengan tarian
bugilnya, tubuhnya sampai basah karena keringat membuat tubuh yang utih
mulus itu terlihat berkilat-kilat. Acara itu baru selesai setelah
Wewengko naik ke panggung. Dia berdiri sambil memeluk tubuh Artika yang
bugil dan medekapnya erat sampai rapat dengan tubuhnya sendiri.
“Nah kawan-kawan seperjuangan, kalian suka dengan tarian tadi?”
Wewengko bertanya yang disambut gemuruh senang.
“Karena kalian suka, maka Artika akan memberikan hiburan
tambahan.” Kata Wewengko lagi, Artika terkejut dengan ucapan itu,
jantungnya kembali berdebar menanti kelanjutan kalimat Wewengko.
Wewengko menoleh ke arah Artika.
“Sekarang Nona saya perintahkan untuk melakukan oral seks dengan
mereka semua, lalu Nona telan sperma mereka semuanya..” kata
Wewengko lantang membuat semua anak buahnya berteriak kegirangan,
maklum
mereka sudah lama tidak menyalurkan nafsu seksualnya apalagi yang
dijadikan penyaluran wanita secantik Artika .
Artika terkesiap. Dirinya diharuskan melakukan oral seks dengan begitu
banyak orang, Artika menaksir ada 300 orang anggota OPM yang berkumpul.
“Jangan Tuan… ampuni saya, jangan paksa saya melakukan itu..”
“Jadi Nona lebih suka kalau saya memerintahkan mereka semua
memperkosa Nona bergiliran?’ bentak Wewengko. Artika langsung
terdiam mendengar ancaman itu.
“Iya Tuan, saya akan menuruti kata Tuan … ” Artika menangis
ketakutan. Dia lalu menuruti perintah Wewengko. Satu persatu anggota
OPM
itu menggilir Artika. Artika berusaha secepat mungkin mengulum penis
para anggota OPM itu. Dan satu persatu para anggota OPM itu
menyemburkan
Spermanya ke mulut Artika, begitu banyaknya sperma yang masuk ke mulut
Artika sampai Artika tidak mampu menelannya sehingga sebagian meleleh
keluar dari sudut bibirnya yang merekah, Artika merasa perutnya penuh
terisi sperma membuatnya muak ingin muntah, tapi sekuat tenaga Artika
menahan untuk tidak memuntahkan sperma yang ditelannya. Tidak hanya di
mulut Artika saja anggota OPM menyemprotkan sperma mereka bahkan ada
pula yang menyemprotkan spermanya ke wajah dan tubuh Artika. Beberapa
dari mereka ada pula yang meraba dan menggerayangi tubuh Artika sambil
meremas bagian tubuh Artika yang sensitif seperti payudara, pantat dan
vaginanya. Sambil melakukan oral Seks, Artika juga dirangsang nafsu
birahinya, hal itu membuat Artika makin bernafsu melakukan oral seks.
Bahkan Artika melakukannya dengan tiga orang anggota OPM sekaligus
menggunakan bibir dan kedua tangannya. Ada pula anggota OPM yang tidak
sabar mengocok penisnya sendiri di depan wajah Artika lalu
menyemprotkan
spermanya ke wajah cantik itu. Tidak hanya di wajah Artika tapi juga di
dada dan punggung Artika. Ada yang nekad menempelkan dan
menggesek-gesekkan penisnya di punggung Artika sampai ejakulasi.
Seluruh
perlakuan itu diterima Artika berulang ulang, Artika sampai merasa hal
ini tidak akan pernah berhenti karena banyak yang minta Artika mengulum
penisnya dua tiga kali.
Di tengah usaha Artika melakukan oral Seks ada yang nekad mengumpulkan
sperma kawan-kawannya di dalam cawan sampai penuh lalu meminta Artika
meminumnya
“Ini minum…” perintahnya. Artika menggeleng melihat cawan yang
penuh berisi cairan sperma kental dan menjijikkan itu, tapi mereka
memaksa Artika meminum sperma dalam cawan itu sampai habis.
Belum cukup sampai di situ seorang anggota OPM yang membawa cangkir
berisi sperma menuangkan sperma itu ke rambut Artika dan mengeramasi
rambut Artika dengan sperma. Ada pula yang mengoleskan spermanya
sendiri
pada payudara Artika sambil meremas-remas payudara itu. Biar tambah
montok katanya tenang.
Berjam-jam lamanya Artika dikerjai dengan begitu brutal. Mereka baru
selesai mengerjai Artika saat matahari mulai turun ke arah barat.
Mereka
yang puas melampiaskan nafsu seksualnya pada Artika meninggalkan
Artika
yang tergolek telanjang bulat di atas panggung, sekujur tubuhnya bahkan
rambutnya basah oleh cairan kental sperma seperti baru saja mandi
dengan
cairan sperma.
Artika hanya bisa menangis mendapatkan perlakuan begitu brutal.
Hidupnya
seperti tidak berharga lagi. Lalu dengan tertatih-tatih Artika mencoba
berdiri meninggalkan tempat terkutuk itu. Tapi baru beberapa langkah
Artika berjalan, dia bertemu lagi dengan Tira, wanita Papua yang kasar
dan kejam. Tira memandangi sekujur tubuh Artika yang bermandikan sperma
dengan tatapan sinis.
“tsk.. tsk.. tsk….” Tira mencibir. “Sepertinya kamu senang
dijadikan pelampiasan birahi mereka…”
Artika diam saja mendengar ejekan Tira meskipun hatinya terasa sakit
dan
sedih sekaligus malu.
“Sekarang mandi yang bersih!” Tira membentak galak, tanpa
menunggu jawaban Artika, tida menarik tangan Artika menuju ke pancuran
untuk membersihkan tubuh Artika dari cairan sperma yang membasahi
sekujur tubuhnya. Artika hanya bisa pasrah dan menangis. Lalu setelah
selesai, Tira menyelimuti tubuh telanjang Artika dengan selembar kain
usang yang dibawanya kemudian dia membawa Artika kembali ke kamarnya,
kamar dimana semalam Artika diperkosa oleh Wewengko. Oleh Tira, Artika
hanya diberi selembar kain untuk menutupi tubuhnya yang telanjang
bulat.
Artika hanya bisa menangis, air matanya seolah kering. Karena kelelahan
akibat dipaksa melakukan oral seks selama berjam-jam, Artika akhirnya
tertidur.
Di tengah-tengah tidurnya, Artika merasakan pipinya dibelai dan
dielus-elus oleh sebuah tangan kasar. Seketika itu pula Artika
terbangun. Dia langsung menjerit melihat siapa yang sudah berada di
sampingnya. Wewengko. Tapi kali ini Wewengko memakai pakaian lengkap.
Meski begitu Artika tetap merasa ketakutan. Dia segera beringsut mundur
ke sudut ranjang sambil mendekap tubuhnya yang hanya tertutup selimut
usang sambil menangis.
“Jangan Tuan.. jangan..” Artika merapat ke dinding, sementara di
luar petir meggelegar dengan keras. Rupanya malam itu turun hujan yang
sangat deras sehingga suasana menjadi dingin.
“Jangan takut Sayang..” Wewengko mendekati Artika dan kemudian
duduk di sebelahnya sambil membelai rambutnya. “malam ini dingin
sekali, kamu kedinginan?”
Artika hanya mengangguk tertahan, mencoba tidak menatap wajah Wewengko
yang bercambang lebat.
“Aku juga kedinginan.” Kata Wewengko. “bagaimana kalau kita
saling menghangatkan..?” kata Wewengko sambil memeluk erat-erat
tubuh Artika.
“Jangan.. ahh…” Artika meronta saat Wewengko mulai menyentuh
bagian tubuhnya dengan ciumannya. Tapi Wewengko tidak melepaskan
pelukannya, bahkan makin ketat memeluk tubuh Artika. Kemudian kembali
dia mencumbui wajah Artika, bibirnya dengan rakus melumat bibir Artika
yang mungil, lalu dengan lidahnya dia menelusuri pipi dan leher Artika.
“Ahhh… jangan…. ahhhh… Oohhh…” Artika meronta sekuat
tenaga, tapi rontaan tubuhnya yang putih mulus itu justru membangkitkan
gairah Wewengko. Dengan ganas Wewengko menciumi sekujur leher Artika.
Pelan-pelan Artika kembali merasakan gejolak seksualnya bangkit, dan
akhirnya dia pasrah digeluti oleh tubuh hitam besar itu sehingga ketika
Wewengko membuka kain yang menutupi tubuhnya, Artika hanya diam saja.
“Dingin Tuan…” Artika mendekapkan tangannya ke payudaranya
yang putih kenyal dan telanjang.
“Jangan khawatir… Sebentar lagi juga panas…” kata Weengko tersenyum
sambil menatap mata Artika yang bening dengan penuh arti. Dibukanya
lipatan tangan Artika karena dia ingin menikmati dan merabai keindahan
kedua payudara wanita itu. Artika membiarkan saja Wewengko memulai
aksinya dan menikmati rangsangan yang diberikan padanya. Wewengko yang
mengetahui Artika sudah pasrah makin bersemangat. Dengan tangannya yang
besar dicengkeramnya kedua payudara Artika, pas segenggaman. Payudara
itu kemudian diremasnya dengan kekuatan penuh. Artika meringis menahan
sakit. Wewengko kemudian menggerak-gerakkan genggaman tangannya
melingkar membuat payudara Artika seperti adonan kue yang sedang
diuleni, hal itu membuat Artika merasa kegelian tapi juga sekaligus
terangsang.
“Ohhh…. Ahhhh….. Ahhhhhh………” Artika merintih penuh
kenikmatan, sikap kepasrahannya untuk disetubuhi membuatnya bisa
menikmati setiap rangsangan Wewengko, apalagi ketika Wewengko
mendaratkan ciuman-ciuman dan sapuan lidahnya ke bagian puting
payudaranya membuat Artika tersentak-sentak dan menggeliat menahan
desakan birahi yang kian meledak di dalam tubuhnya. Sekujur tubuh
Artika
basah oleh keringat sehingga tubuhnya yang mulus itu berkilau diterpa
sinar lampu yang temaram. Dan dalam waktu singkat Wewengko telah
berhasil membuat Artika tidak berdaya menolak apa pun yang dimintanya.
Seakan wanita itu telah berada sepenuhnya dalam kekuasaannya.
“AAAAHHH…….. AAAHHHH……..” terdengar erangan dari bibir
mungil Artika saat dia kembali dilanda orgasme. Tubuhnya menegang kuat
sekali utuk sesaat sebelum kemudian melemas kembali dan tergeletak di
ranjang.
Wewengko tersenyum puas melihat wanita cantik itu terkapar tidak
berdaya. Wewengko kemudian melucuti pakaiannya sendiri. Kini di atas
ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis telah siap melakukan
persetubuhan. Yang wanita adalah seorang wanita muda yang terbaring tak
berdaya setelah diculik dengan tubuh yang langsing, kulit putih mulus
dan wajah cantik rupawan. Seorang publik figur dengan status sebagai
Putri Indonesia. Sedangkan si pria di atasnya yang siap menyetubuhinya
adalah seorang dedengkot pemberontak yang selama ini dicari-cari oleh
aparat penegak hukum.
Untuk kedua kalinya Artika dan Wewengko melakukan hubungan badan. Kali
ini permainan menjadi amat bergairah. Artika sudah mulai terbiasa
menerima sodokan penis Wewengko di kemaluannya. Keduanya sudah seperti
pasangan yang serasi. sudah seirama dan saling beradaptasi dalam
persetubuhan itu. Artikapun tak melakukan perlawanan sama sekali
terhadap Wewengko. Dibiarkannya gembong pemberontak itu menggenjot
vaginanya dan menuju puncak kenikmatan bersama. Artika yang memang
wanita baik-baik dan terpelajar, kadang masih berusaha membuat kesan ia
tidak begitu menikmati persetubuhan itu. Namun yang sebenarnya terjadi,
Artika benar-benar menikmatinya. Berkali-kali Artika mengalami orgsme
saat kemaluannya digenjot oleh penis Wewengko.
“OOOHHHHHH…….” Artika mengerang kuat menikmati orgasmenya yang
bertubi-tubi dan memabukkan. Rintihan dan ekspresi wajahnya yang erotis
membuat Wewengko kian terpacu dan kian bersemangat menyetubuhi Artika
yang seolah sudah resmi menjadi gundiknya.
“Artikaaaa…… Hhhggggh….” lenguh Wewengko melepaskan semua sperma
yang ditahannya dari tadi ke dalam rahim Putri Indonesia itu sebagai
balasannya. Kemudian hening. Hanya degupan jantung keduanya yang terasa
bergejolak di dada mereka yang saling menempel. Si gembong pemberontak
dan gundik barunya menyatu bugil di atas ranjang. Keduanya berpelukan
erat. Wewengko di atas Artika. Kaki Artika yang mengapit pinggul
Wewengko menekan pantat Pemberontak itu supaya tetap di tempatnya.
Mereka pun berciuman dengan ganas menikmati setiap detik keintiman
mereka. Kedua tubuh itu masih saling menghimpit menciptakan sebuah
pemandangan yang sangat kontras, tubuh yang putih, mulus dan langsing
dengan wajah yang begitu cantik ditindih oleh sosok hitam legam dan
bertato serta berwajah buruk.
Artika memejamkan matanya, air matanya meleleh membasahi pipinya yng
putih, sementara Wewengko masih membirkan penisnya menancap di vagina
Artika, mencoba merasakan kenikmatan tubuh Artika yang mulus itu
sepuas-pusnya. Ditatapnya wajah cantik Artika dengan perasaan sangat
puas. Sebuah sensasi dan kenikmatan tersendiri bagi Wewengko bisa
menikmati kehangatan tubuh seorang Putri Indonesia yang begitu cantik
seperti Artika. Tak pernah ia merasakan bersetubuh dengan wanita
secantik dan seseksi Artika. Bisa bersetubuh dengan Artika ibarat mimpi
yang menjadi kenyataan bagi Wewengko, apalagi mengingat status wanita
yang sekarang sudah menjadi gundiknya itu adalah seorang Putri
Indonesia, ya, Putri Indonesia, wanita paling cantik di seluruh negeri.
Ia merasakan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan semua pelacur
yang ia kenal selama ini. Ini membuatnya ketagihan. Yang diinginkannya
saat ini adalah menikmati setiap jengkal tubuh Artika sepuas-puasnya.
Dalam pikiran Wewengko bahkan ingin bisa menghamili Artika. Jika Artika
bisa hamil olehnya maka dia bisa mendapatkan keturunan dari rahim
seorang wanita terpelajar seperti Artika yang bisa meneruskan statusnya
sebagai pemimpin.
Segala pikiran busuk dan jahat makin lama makin memenuhi kepala
Wewengko, membuatnya tertawa penuh kemenangan, sementara tubuh Artika
yang putih mulus masih berada di dalam dekapannya.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Pages
Last Update
Daun Muda
Masturbasi
Pembokat
Pemerkosaan
Pengalaman Pertama
Pesta Sex
Sedarah
Selingkuh
Setengah Baya
Tukar Pasangan
Umum