Sebagai tetangga sebelah rumah, aku cukup akrab dengan semua anggota keluarga, sehingga aku bisa keluar masuk rumahnya dengan leluasa. Oh iya, sebelum aku lupa, Mbak Emi ini orangnya hitam manis dengan payudara cukup besar. Entahlah, aku sendiri saat itu tidak tau persis, karena masih “ingusan”. Yang aku tau, ukurannya cukup membuat anak seusiaku menelan ludah, kalau melihatnya.
Seperti orang Betawi jaman dulu pada umumnya, Mbak Emi ini suka sekali, terutama kalau hari sedang panas, cuma pakai bra saja dan rok bawah. Mungkin untuk mendapatkan kesegaran. Nah aku seringkali melihat si Mbak dalam “mode” seperti ini. Usiaku saat itu sudah memungkinkan untuk bergairah melihat tonjolan payudaranya yang hanya ditutupi bra. Tapi yang paling membuatku menahan nafas adalah bentuk dan goyangan pantatnya. Pinggul dan pantatnya bulat dan bentuknya “nonggeng” di belakang. Kalau berjalan, pantatnya bergoyang sedemikian rupa membuat gairah remajaku yang baru tumbuh selalu tergoda.Pembaca, Mbak Emi ini sudah tiga kali menjanda, dan semua warga kampung kami sudah tahu bahwa Mbak Emi ini memang “nakal” sehingga tidak ada pria yang betah berlama-lama menjadi suaminya. Mbak Emi ini suka sekali menggodaku dengan mengatakan bahwa dia pengen sekali merasakan keperjakaanku. Suatu kali, selepas maghrib, aku ke rumahnya. Tadinya aku ingin mengajak Udin, adiknya yang temanku untuk main. Aku masuk lewat pintu belakang karena memang sudah akrab sekali. Tapi di belakang rumahnya itu, ada Mbak Emi yang sedang duduk di kursi dekat sumur. Aku bertanya ke si Mbak, “Udin ada?”.
“Kagak, dia ikut baba (Bapak) ama nyak (Ibu) ke Depok.” jawab si Mbak.
“Wah, jadi Mbak sendirian dong di rumah?” tanyaku basa basi.
“Iya, asyik kan? Kita bisa pacaran.” sahut si Mbak.
Aku cuma tertawa, karena memang sudah biasa dia ngomong begitu.
“Duduk dulu dong Wan, ngobrol ama Mbak ngapa sih.” katanya.
Akupun duduk di kursi sebelah kirinya, si Mbak sedang minum anggur cap orangtua. Aku tahu dia memang suka minum anggur, mungkin itu juga sebabnya tidak ada suami yang betah sama dia.
“Si Amir mana mbak?” tanyaku menanyakan anaknya.
“Diajak ke Depok.” sahutnya pendek.
“Mau minum nggak Wan?” dia nawarin anggurnya.
Aku tidak menolak, aku juga suka minum, cuma karena orang tuaku termasuk berada, biasanya aku hanya minum minuman dari luar negeri. Tapi saat itu aku minum juga anggur yang ditawarkan Mbak Emi. Jadilah kami minum sambil ngobrol ngalor ngidul. Tak terasa sudah satu botol kami habiskan berdua. Dan aku mulai terpengaruh alkohol dalam anggur itu, namun aku pura-pura masih kuat, karena kulihat Mbak Emi belum terpengaruh. Gengsi.
Aku mulai memperhatikan Mbak Emi lebih teliti. Pandanganku tertuju ke toketnya yang hanya ditutupi bra hitam yang agak kekecilan. Sehingga toketnya seperti mau meloncat keluar. Wajahnya cukup manis, agak ke arab-araban, kulitnya hitam tapi mulus. Baru sekarang aku menyadari bahwa ternyata Mbak Emi manis juga. Rupanya pengaruh alkohol sudah mendominasi pikiranku.Merasa diperhatikan si Mbak membusungkan dadanya, membuat penis remajaku mulai mengeras. Dan dengan sengaja dia membuat gerakan menggaruk toket kirinya sambil memperhatikan reaksiku. Tentu saja aku belingsatan dibuatnya. Sambil menggaruk toketnya perlahan si Mbak bertanya.“Wan kok bengong gitu sih?”
Bukannya kaget, aku yang sudah setengah mabok itu malah menjawab terus terang, “Abis tetek Mbak gede banget, bikin saya napsu aja.”
Eh, dia malah merogoh toket kirinya, terus dikeluarkan dari branya.
“Kalo napsu, pegang aja Wan. Nih,” katanya sambil mengasongkan toketnya ke depan.
“Diemut juga boleh Wan.” tambahnya.
Aku yang sudah mabok alkohol, semakin pusing karena ditambah mabok kepayang akibat tantangan Mbak Emi.
“Boleh Mbak?” tanyaku lugu.
“Dari dulu kan Mbak udah pengen buka “segel” Irwan. Irwannya aja yang jual mahal.” katanya sambil memegang kepalaku dengan tangan kirinya dan menekan kepalaku ke arah toketnya.
Aku pasrah, perlahan mukaku mendekat ke arah toket kirinya yang sudah dikeluarkan dari bra itu. Dan hidungku menyentuh pentilnya yang cokelat kehitaman. Segera aroma yang aneh tapi membuat kepalaku seperti hilang menyergap hidungku. Dan keluguanku membuat aku hanya puas mencium dengan hidungku, menghirup aroma toket Mbak Emi saja. “Waan.” tegur Mbak Emi.
“Apa Mbak?” tanyaku sambil menengadah.
“Jangan cuma diendus gitu ngapa. Keluarin lidah Irwan, jilatin pentil Mbak, terus diemut juga. Ayo coba” Mbak Emi mengajariku sambil kembali tangannya menekan kepalaku.
Aku menurut, kukeluarkan lidahku, dan kujilati sekitar pentilnya yang kurasakan semakin keras di lidahku. Dan sesekali kuemut pentilnya seperti bayi yang menyusu pada ibunya. Ku dengar Mbak Emi mengerang, tangannya meremas rambutku dan berkata. anganku.com
“Naah, gitu Wan. Terusin Waann. Gigit pentil Mbak Wan, tapi jangan kenceng gigitnya, pelan aja.” pinta si Mbak.
Akupun menuruti permintaannya. Kugigit pentilnya pelan, erangan dan desahannya semakin keras. Dengan lembut si Mbak menarik kepalaku dari toketnya, wajahku ditengadahkan, lalu dia mencium bibirku dengan penuh gairah. Bibirku diemut dan lidahnya bermain dengan lincahnya di dalam mulutku. Aku terpesona dengan permainan lidahnya yang baru sekali ini kurasakan. Getaran yang diberikan Mbak Emi melalui lidahnya menjalar dari sekujur bibirku sampai ke seluruh tubuhku dan akhirnya masuk ke jantungku. Aku terbawa ke awang-awang. TIdak hanya itu, Mbak Emi menjilati sekujur wajahku, dari mulai daguku, ke hidungku, mataku semua dijilat tak terlewat satu sentipun. Terakhir lidah Mbak Emi menyapu telingaku, bergetar rasanya seluruh tubuhku merasakan sensasi yang Mbak Emi berikan ini.
Sambil menjilati telingaku, tangannya menarik tanganku dan dibawanya ke toketnya, sambil membisikkan, “Remes-remes tetek Mbak dong Waann.” Aku menurutinya, dan kudengar desahan si Mbak yang membuatku semakin bergairah, sehingga remasanku pada teteknya juga semakin intens.
“Aauugghh.. Sshh.. Naahh gitu Wan.”
Lalu diapun kembali menjilati daerah telingaku. Aku semakin terbuai dengan permainan Mbak Emi yang ternyata sangat mengasyikkan untukku ini. Lalu Mbak Emi kembali menciumi bibirku, dan kami saling berpagutan. Aku jadi mengikuti permainan lidah Mbak Emi, lidah kami saling membelit, menjilat mulut masing-masing. Kembali kurasakan tekanan tangan Mbak Emi yang membimbing kepalaku ke leher dan telinganya. Akupun melakukan seperti yang dilakukan Mbak Emi tadi. “
Kujilati telinganya, dan dia mendesah kenikmatan. Lagi, dia menekan kepalaku untuk mencapai teteknya yang semakin mencuat pentilnya. Aku mencoba mengambil inisiatif untuk memegang vaginanya. Tangan kiriku bergerak turun untuk menyentuh bagian paling intim Mbak Emi. Tapi Mbak Emi menahan tanganku.
“Nanti dong Waan, sabar ya sayaanng.” Aku sudah gemetar menahan gairah yang kurasakan mendesak di sekujur tubuhku.
“Mbak, Irwan pengen Mbak.” pintaku.
“Pengen apa Waan,” tanya Mbak Emi menggodaku.
“Pengen liat itu.” kataku sambil menunjuk ke selangkangan Mbak Emi yang masih tertutup rok merah dari bahan yang tipis.
“Pengen liat memek Mbak?” Mbak Emi menegaskan apa yang kuminta.
“Iya Mbak.” jawabku.
“Itu sih gampang, tinggal Mbak singkapin rok Mbak, udah keliatan tuh.” kata Mbak Emi sambil menyingkapkan roknya ke atas, sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna biru tua.
Dan kulihat segunduk daging di balik celana dalam biru tua itu. Aku menelan ludah dan terpaksa menahan untuk tidak limbung. Sungguh luar biasa bentuk gundukan di balik celana dalam itu. Aku memang baru pertama kali melihat gundukan memek, tapi aku yakin kalo gundukan memek Mbak Emi sangat montok alias tembem sekali. Dan Mbak Emi memang sengaja ingin menggodaku, dia menahan singkapan roknya itu beberapa lama, dan saat aku ingin menyentuhnya, dia kembali menutupnya sambil tertawa menggoda.
“Jangan disini dong Wan. Ntar kita digerebek lagi kalo ada yang tau.” kata Mbak Emi sambil berdiri dan menuntun tanganku ke dalam rumahnya.
Bagai kerbau dicocok hidungnya akupun menurut saja. Aku sudah pasrah, aku ingin sekali merasakan nikmatnya Mbak Emi. Dan yang pasti aku sudah telanjur hanyut oleh permainannya yang pandai sekali membawaku ke dalam jebakan kenikmatan permainan sorgawinya. anganku.com
Mbak Emi menuntunku ke kamarnya. Tempat tidurnya hanya berupa kasur yang diletakkan di atas karpet vinyl, tanpa tempat tidur. Lalu Mbak Emi mengajakku duduk di kasur. Kami masih berpegangan tangan. Mbak Emi melumat bibirku, dan kami berpagutan kembali. Lalu Mbak Emi menghentikan ciuman kami. Dia menatapku dengan tajam, lalu bertanya. “
“Wan, kamu bener-bener pengen ngeliat memek Mbak?”
Aku mengangguk, karena pertanyaan ini membuatku tidak bisa menjawab. Semakin mabok rasanya. Mbak Emi kemudian melepaskan rok dan bra yang dipakainya dan sekarang tinggal celana dalamnya saja yang masih tersisa. Kembali aku menelan ludah. Dan pandanganku terpaku pada gundukan di balik celana dalam Mbak Emi. Betapa montoknya gundukan memek Mbak Emi.
Lalu Mbak Emi berbaring telentang, kemudian dengan gerakan perlahan, Mbak Emi mulai menurunkan celana dalam sehingga terlepaslah sudah. Aku yang masih duduk agak jauh dari posisi memek Mbak Emi cuma bisa menahan gairah yang menggelegak di dalam jantung dan hatiku.
Benar saja, memek Mbak Emi sangat tebal, dagingnya terlihat begitu menggairahkan. Dengan bulu yang lebat, semakin membuatku tidak karuan rasanya.
“Katanya pengen ngeliat, sini dong liatnya dari deket Wan,” kata Mbak Emi.
“I iya Mbak,” sahutku terbata sambil mendekatkan wajahku ke selangkangan Mbak Emi. Dia melebarkan kedua pahanya sehingga membuka jalan bagiku untuk lebih mendekat ke memeknya.
“Niih, puas-puasin deh liatin memek Mbak, Wan.” kata Mbak Emi.
Setelah dekat, apa yang kulihat sungguh membuatku tidak kuat untuk tidak gemetar. Belahan daging yang kulihat ini sangat indah, berwarna merah, bulunya lebat sekali menambah keindahan. Di bagian atas, mencuat daging kecil yang seperti menantangku untuk menjamahnya. Aromanya, sebuah aroma yang aneh, namun membuatku semakin horny.
“Udah? Cuma diliatin aja? Nggak mau nyium itil Mbak?” pancing Mbak Emi sambil dua jari tangan kanannya menggosok-gosok daging kecil yang mencuat di bagian atas memeknya.
“Mm.. Mmau Mbak. Mau banget.” kataku antusias. Lalu tangan Mbak Emi menekan kepalaku sehingga semakin dekat ke memeknya. “Ya udah cium dong kalo gitu, itil Mbak udah nggak tahan pengen Irwan ciumin, jilatin, gigitin.”
Dan bibirkupun menyentuh itilnya, kukecup itilnya dengan nafsu yang hampir membuatku pingsan. Aroma kewanitaan Mbak Emi semakin keras menerpa hidungku. Mbak Emi mendesah saat bibirku menyentuh itilnya. Lalu kejilati itilnya dengan semangat, tidak hanya itilnya, tapi juga bibir memek Mbak Emi yang tebal itu aku jilati. Jilatanku membuat Mbak Emi mengejang seraya mendesah dan mengerang hebat. ““Sshh.. Aarrgghh.. Gitu Waann.. Oogghh..”
Suara rintihan dan desahan Mbak Emi membuatku semakin bergairah menjilati seluruh bagian memek Mbak Emi. Bahkan sekarang kumasukkan lidahku ke dalam jepitan bibir memek Mbak Emi. Tangan Mbak Emi menekan kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam dalam selangkangan Mbak Emi. Agak susah juga aku bernafas, tapi aku senang sekali.
Kumasukkan lidahku ke dalam lubang nikmat Mbak Emi, lalu ku jelajahi lorong memeknya sejauh lidahku mampu menjangkaunya. Tiba-tiba, kurasakan lidahku seperti ada mengemut. Luar biasa, rupanya memek Mbak Emi membalas permainan lidahku dengan denyutan yang kurasakan seperti mengemut lidahku. Tubuh Mbak Emi menggelinjang keras, pinggulnya berputar sehingga kepalaku ikut berputar. “
Tapi itu tidak menghentikan permainan lidahku di dalam jepitan daging memek Mbak Emi. Desahan Mbak Emi semakin keras begitu juga dengan gerakan pinggulnya, aku semakin bersemangat menjilati, dan sesekali aku menjepit itilnya dengan kedua bibirku, dan rupanya ini sangat membuat Mbak Emi terangsang, terbukti setiap kali aku menjepit itilnya dengan bibir, Mbak Emi mengejang dan mendesah lebih keras.
“Sshh, aarrghhgghh, Wan, itu enak banget waan..”
Tapi, putaran pinggul Mbak Emi terhenti, sebagai gantinya, sesekali dia menghentakkan pantatnya ke atas. Hentakan-hentakan ini membuat wajahku seperti mengangguk-angguk. Erangannya semakin keras, dan tiba-tiba dia menjerit kecil, tubuhnya mengejang, pantatnya diangkat keatas, sedangkan tangannya menekan kepalaku dengan kencang ke memeknya. Dan kurasakan di dalam memek Mbak Emi ada cairan yang membanjir dan ada rasa gurih yang nikmat sekali pada lidahku.
Desahan Mbak Emi seperti sedang menahan sakit. Tapi belakangan baru aku tahu bahwa ternyata Mbak Emi sedang mengalami orgasme. Dan pantat Mbak Emi berputar pelan sambil terkadang terhentak keatas, dan tubuhnya mengejang. Sementara itu, cairan yang membanjir keluar itu ada yang tertelan sedikit olehku, tapi setelah aku tahu bahwa rasanya enak, akupun menjilati sisa cairan yang masih mengalir keluar dari memek Mbak Emi. Mbak Emi kembali menggeliat dan mengerang seperti orang sedang menahan sakit.
Kepalaku masih terjepit dipahanya, dan mulutkupun masih terbenam di memeknya. Tapi aku tak peduli, aku menikmati sekali posisi ini. Dan tak ingin cepat-cepat melepaskannya. Tak lama kemudian, Mbak Emi merenggangkan pahanya sehingga kepalaku bisa bebas lagi. Kemudian Mbak Emi menarik tanganku. Aku mengikuti tarikannya, badanku sekarang menindih tubuhnya, kambali bibir kami berpagutan. Lidah saling belit dalam gelora nafsu kami.
Lalu Mbak Emi melepaskan ciumannya dan berkata, “Wan, terima kasih ya. Enak banget deh. Mbak puas. Ayo sekarang giliran Mbak.”
Mbak Emi bangun dari tidurnya dan akupun duduk. Dia mulai membuka pakaianku dimulai dari kemejaku. Setiap kali satu kancing baju terlepas, Mbak Emi mengecup bagian tubuhku yang terbuka. Dan saat semua kancing sudah terlepas, Mbak Emi mulai menjilati dadaku, pentilku disedotnya. Aku merasakan sesuatu yang aneh namun membuatku semakin bernafsu. Sambil menjilati bagian atas tubuhku, tangan Mbak Emi bekerj membuka celana panjangku dan melemparkannya ke lantai. Sekarang aku hanya tinggal mengenak celana dalam saja. Mbak Emi menyuruhku berbaring telentang. Aku menurut.Lalu celana dalam ku diperosotkannya melalui kakiku, aku membantu dengan menaikkan kakiku sehingga Mbak Emi lebih mudah melepaskan celana dalamku. Dunia seperti terbalik rasanya saat tangan Mbak Emi mulai menggenggam tititku dan mengelus serta mengocoknya perlahan.
“Lumayan juga titit kamu Wan. Gede juga, keras lagi.” celetuk Mbak Emi.
Tak membuang waktu, Mbak Emi segera menurunkan wajahnya sehingga mulutnya menyentuh kepala tititku. Dikecupnya kepala tititku dengan lembut, kemudian dikeluarkannya lidahnya, mulai menjilati kepala, lalu batang dan turun ke.. Bijiku. Semua dilakukannya sambil mengocok tititku dengan gerakan halus. Lidahnya bergerak turun naik dengan lincahnya membuatku semakin tidak terkendali. Aku mendesah dan mengerang merasakan kenikmatan dan sensasi yang Mbak Emi berikan. Sungguh luar biasa permainan lidah Mbak Emi.
Setelah beberapa lama, Mbak Emi menghentikan lidahnya. Rupanya dia sudah merasa bahwa tingkat ereksiku sudah cukup untuk memulai permainan.
“Udah Wan, sekarang Irwan masukkin kontol Irwan ke memek Mbak. Adduhh, Mbak udah nggak sabar pengen disiram sama perjaka. Biar Mbak awet muda Wan.” kata Mbak Emi.
Aku tak mengerti maksud Mbak Emi, tapi yang jelas, sekarang Mbak Emi kembali tiduran dan menyuruhku mulai mengambil posisi di atasnya. Mbak Emi melebarkan kedua kakinya sehingga aku bisa masuk di antara kakinya itu. Kemudian Mbak Emi memegang tititku dan mengarahkannya ke memeknya yang sudah menanti untuk kumasuki. Mbak Emi meletakkan tititku di depan memeknya, kemudian berkata, “Nah, sekarang teken Wan.”
Aku tidak menunggu lebih lama lagi. Segera kutekan tititku memasuki kegelapan memek Mbak Emi. Kurasakan tititku seperti dijepit daging yang sangat keras namun lembut dan kenyal, agak licin tapi sekaligus juga agak seret.
“Aagghh.. Pelan dulu Wan,” pinta Mbak Emi.
Saat kepala tititku sudah masuk, Mbak Emi menggoyangkan pinggulnya sedikit, membuatku semakin mudah untuk memasukkan seluruh tititku. Dan akhirnya terbenamlah sudah tititku di dalam memeknya. Jepitannya kuat sekali, namun ada kelicinan yang membuatku merasa seperti di dalam sorga. Kemudian Mbak Emi terdiam. DIa berkonsentrasi agaknya, karena tahu-tahu kurasakan tititku seperti disedot oleh memek Mbak Emi. Ya ampuun, rasanya mau meledak tubuhku merasakan denyutan di memek Mbak Emi ini. Tititku seperti dijepit dan tidak bisa kugerakkan. Seperti ada cincin yang mengikat tititku di dalam memek Mbak Emi. Aku agak bingung, karena aku tidak bisa bergerak sama sekali.
“Mbak, apa nih?” aku bertanya.
“Enak nggak Wan?” tanya Mbak Emi.
“Iya Mbak, enak banget. Apaan tuh tadi Mbak?” aku kembali bertanya.
Mbak Emi tidak menjawab, hanya tersenyum penuh kebanggaan. Kemudian Mbak Emi melepaskan jepitan memeknya pada tititku.
“Sekarang kamu gerakin keluar masuk titit kamu ya Wan.” perintah Mbak Emi.
Dan akupun mulai permainan sesungguhnya, kugerakkan tititku keluar masuk di lorong kenikmatan Mbak Emi. Setiap gerakan yang kubuat menimbulkan sensasi yang luar biasa, baik untukku maupun untuk Mbak Emi. Mula-mula pelan saja gerakanku, tapi lama-lama, mungkin karena nafsu yang semakin besar, gerakanku semakin cepat. Dan Mbak Emi mengimbangi gerakanku dengan putaran pinggulnya yang mengombang-ambingkan tubuhku. Putaran pinggul Mbak Emi membuat seperti ada yang mau meledak dalam diriku.
“Hhgghh.. Oogghh.. Sshh, Waann. Kamu jago banget waann..” desah Mbak Emi.
Aku tidak tahu apa maksudnya, namun pujiannya membuatku semakin memacu “motor”ku menerobos kegelapan di lorong Mbak Emi. Lalu Mbak menghentikan putaran pinggulnya dan melingkarkan kakinya ke kakiku sehingga kembali aku tidak bisa bergerak leluasa.
“Wan, sekarang kamu diem aja, kamu rasain aja mpot ayam Mbak.” perintahnya.
Lagi, aku tak tahu apa maksudnya, namun Mbak Emi mencium bibirku dan lidahnya mengajakku berpagutan kembali.
“Mbak udah mau keluar lagi nih wan, kita barengin ya sayang, Mbak tanggung pasti enak deh.” kata Mbak Emi.
Tubuh Mbak Emi diam, namun kurasakan tititku seperti dijepit dan dipijit dengan lembut, benar-benar luar biasa memek Mbak Emi. Kembali desakan lahar dalam diriku menuntut dikeluarkan. Dan denyutan memek Mbak Emi terus saja mengemuti tititku membuatku merem melek. Dan akhirnya aku benar-benar tidak kuat menahan lahar yang mendesak itu.
“Mbakk.. Adduuhh.. Sayaa..” aku tidak dapat meneruskan kata-kataku, tapi Mbak Emi rupanya mengerti bahwa aku sudah hampir mencapai klimaksku.
“Tahan Wan, Mbak juga mau nyampe nih, Barengin ya Wan.” kata Mbak Emi.
Aku tak peduli, karena aku tidak bisa menahannya, dengan erangan panjang, aku merasakan tititku mengeras dan tubuhku mengejang. Kuhunjamkan tititku dalam-dalam ke memek Mbak Emi, dan menyemburlah lahar yang sudah mendesak dari tadi ke dalam memek Mbak Emi.
“Mbaaaaaaaak.. Aagghh..”
Croott… Crroott… Mbak Emipun menjerit kecil dan tubuhnya menegang, tangannya memeluk dengan kuat. Di dalam kegelapan memek Mbak Emi, semprotan air maniku bercampur dengan banjirnya air mani Mbak Emi. Aku tak bisa mengungkapkan bagaimana enaknya sensasi yang kurasakan. Pinggul Mbak Emi bergetar, dan menghentak dengan kerasnya. Memeknya berdenyut-denyut, enak sekali. Banyak selaki lahar yang kumuntahkan di memek Mbak Emi, ditambah lahar Mbak Emi, rupanya tidak mampu ditampung semuanya, sehingga sebagian meleleh keluar dari memek Mbak Emi dan turun ke belahan pantatnya.
Lama kami berdiam dalam posisi masih berpelukan, tititku masih terbenam di memek Mbak Emi. Tubuh kami bersimbah peluh, nafas kami masih memburu. Kemudian, Mbak Emi tersenyum, lalu menciumku.
“Kamu hebat banget Wan. Baru pertama aja udah bisa bikin Mbak puas. Gimana nanti kalo udah jago.” kata Mbak Emi.
“Mbak, Ma kasih ya Mbak. Enak banget deh tadi Mbak.” kataku.
“Sama-sama Wan, Mbak juga terima kasih udah dikasih perjaka kamu. Besok mau lagi nggak?” tantang Mbak Emi.
“Mau dong Mbak, siapa yang nggak mau memek enak kayak gini.” jawabku sambil mengecup bibirnya. Dan kamipun kembali berpagutan.
The post Cerita Dewasa Bergambar Terbaru Ngentot Wanita Muda Pemabuk appeared first on CeritaSeksBergambar.