Cerita Dewasa Nikmatnya Ngentot Memek Berdarah Sunda – Sukabandar. Aq sadar bahwa aq tdk begitu pandai, maka itu aq selalu mencari cara agar guru-guru bisa membantuku dengan nilai. Cara yg aq gunakan adalah selalu mengajukan diri unutk menjadi koordinator pelajaran di sekolah.
– Pengalamanku sebagai koordinator di kelas 3 inilah yg membawa diriku ke pengalaman yg tak akan pernah aq lupakan seumur hidupku. Mulanya aq biasa-biasa saja ketika mendengar aq dipilih menjadi koordinator pelajaran pendidikan pancasila.
Namun lama-lama aq senang karena ternyata bu Faida lah yg kembali mengajar kelasku. Ya, bu Faida adalah guru pancasila saat aq masih duduk dibangku kelas 2, bu Faida sering jadi bahan omongan teman-teman cowok-cowokku.
Bagaimana tdk, di kelasku itu, meja guru yg menghadap ke arah murid-murid, di depannya biasanya khan tertutup, sehingga kaki guru tdk terlihat dari arah murid, nah, di kelasku mejanya depannya tdk tertutup, jadi setiap guru yg duduk selalu kelihatan kaki dan posisi duduknya.
Diantara semua guru, bu Iin, bu Erma, bu Indah dan sebagainya, mereka semua sadar akan keadaan meja itu dan sadar bagaimana harus duduk di kursi itu, hanya bu Faida mutmainah lah yg tdk sadar. Beliau selalu mngajar sambil duduk dan memberikan pelajaran mengenai moral pancasila.
– Bu Faida tdk sadar, jika ia duduk selalu agak mengangkang dan hampir setiap dia mengajar anak-anak cowo selalu memaksa duduk di depan supaya bisa lebih jelas melihat paha bu Faida dan CD nya yg berwarna krem.
Banyak teman-teman yg diam-diam mengambil foto selangkangan bu Faida dari bawah meja dengan Handphone, namun hasilnya selalu tdk memuaskan karena gelap. Aku pun termasuk salah seorang dari mereka yg selalu horny lihat paha bu Faida.
– Bu Faida berusia 43 tahun, dari logat bicaranya, beliau orang sunda. Kulitnya putih agak keriput dan kemerahan. Semakin dia tdk memakai make-up, semakin nafsu teman-temanku melihatnya. Karena kulitnya menjadi agak mengkilat.
Kembali ke ceritaku, aku pun semakin sering berkomunikasi dengan bu Faida. Dan aku mencari cara agar aku bisa menarik perhatiannya. Sisi positifnya membuat aku terpaksa membaca-baca hal-hal soal moral dan pancasila dan berusaha mencari-cari pertanyaan untuk sekedar aku tanyakan kepada bu Faida.
Ini supaya bisa menjadi alasan untukku lebih dekat dengannya. Jika berbicara lebih dekat dengan bu Faida, aku lihat dari dekat kulitnya yg putih agak berbintik kemerahan dan keriput sedikit disana sini. Pantas saja bu Faida selalu memakai bedak karena kulitnya akan mengkilat dan berminyak jika polos. Namun semakin membuatku bernafsu, karena pikiran ku udah terkotori dengan pengalaman saat kelas dua.
Semaksimal mungkin kubukat bu Faida berpikiran bahwa aku adalah siswa yg sangat tertarik dengan apa yg ia ajarkan, walaupun sebenarnya tujuanku adalah dekat dengan dirinya.
– Suatu hari aku bertanya apakah aku boleh meminjam beberapa buku mengenai nasionalisme yg sering bu Faida ceritakan padaku. Bu Faida bilang boleh saja, kalau mau ke rumah. Yes! akhirnya berhasil strategiku. Bu Faida memberikan alamat rumahnya yg berada di Perumnas dekat SMA tiga di kotaku.
Malamnya aku tdk bisa tidur, mengatur rencana seperti apa nanti kalau aku di rumah bu Faida, mudah-mudahan suaminya belum pulang. Besok aku akan ke rumah bu Faida sepulang sekolah, kudengar suami bu Faida PNS di departemen pendidikan daerah, mudah-mudahan suaminya belum pulang sekitar jam dua sampai jam empat.
Esoknya sepulang sekolah aku langsung ke rumah bu Faida. Tak disangka, saat aku sedang menyetop angkot untuk pergi ke rumah bu Faida, ternyata bu Faida juga tengah menunggu angkot.
“Eh, Fan, mu kerumah ibu? ya sudah bareng saja”, aku senang sekali aku bisa pergi sama bu Faida. Aku duduk bersebelahan bu Faida di kursi depan angkot. Ooh, pahaku bersentuhan dengan pahanya yg mulus, aku takut ketahuan kalau batang kemaluanku sudah mulai mengeras, maka aku tutupi dengan tasku.
Sepanjang perjalanan bu Faida cerita tentang keluarganya dan terkadang sedikit menanyakan tentang keluargaku. Aku berbohong bahwa aku sudah lama tdk mendapat kasih sayang seorang ibu, karena aku hidup terpisah, lalu aku bilang senang karena aku merasa bisa mendapatkan kenyamanan jika berbicara dan ngobrol dengan bu Faida, rasanya bu Faida sudah kuanggap ibu sendiri.
Bu Faida terharu dan Memegang tanganku!! Kata beliau, beliau senang mendengarnya lagian menurutnya aku anak yg baik. Dalam benakku, ya, aku memang anak “baik”, yg siap menikmati tubuh ibu. Aduh batang kemaluanku sampai keluar pelumas saat itu, basah sekali.
Dua puluh menit kemudian, sampailah kami di rumah beliau. Ternyata dugaanku benar, tdk ada seorangpun di rumah beliau. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu.
Bu Faida bilang tunggu sebentar untuk ganti baju. Ganti baju??! dalam benakku aduh ingin sekali aku mengintip beliau ganti baju. Aku deg-degan, mataku mengarah kemana bu Faida pergi. Beberapa menit bu Faida keluar. Masih memakai baju gurnya sambil membawa buku. Yah, ternyata hari itu belum waktunya untukku, tapi ini adalah awal dari pengalaman yg sebenarnya.
– Sejak itu aku jadi sering ke rmah bu Faida dan kenal dengan keluarganya. Akhirnya puncak pegalaman ini, saat aku pura-pura menangis sedih frustasi akibat ayahku mau menikah lagi dan aku tdk setuju, karena itu ayahku mengusirku dan tdk boleh pulang ke rumah. Tentu saja ceritanya aku karang sendiri.
Bu Faida sangat bersimpati padaku, saat aku cerita panjang lebar di rumahnya tdk ada siapa-siapa, bu Faida saat itu memakai daster dan tanpa make-up duduk disebelaku sambil memegang pundakku. Aku menangis pura-pura, bu Faida menenangkan ku dengan memelukku.
Mmh, aku menyentuh pinggiran buah dada bu Faida. Akhirnya aku mencium aroma tubuhnya. Aku mempererat pelukanku dan kepalaku aku sandarkan di leher bu Faida. aku bisa menghirup aroma lehernya. Bu Faida memelukku erat pula.
Secara nekat kuberanikan diriku untuk mencium pipi bu Faida secara lembut. Dan bilang kalau aku minta maaf tapi aku merasa cuma bisa tenang jika dekat ibu Faida. Bu Faida bilang tdk apa-apa. Aku pun memberanikan mencium pipinya lagi, tapi kali ini lebih dekat ke pinggiran bibir, cukup lama kutempelkan bibirku di pinggiran bibirnya.
Bu Faida diam saja sambil terus memelukku dan mengelus-elus punggunggu sambil menenangkan. Apakah bu Faida terasa bahwa batang kemaluanku yg sudah menegang kutempelkan di pahanya. Ku coba menggesek-gesekkan perlahan batang kemaluanku ke paha bu Faida.
Bu Faida tahu. Namun beliau diam saja. Aku pegang pipi beliau, tentunya air mataku masih mengalir, sambil aku lekatkan bibirku dengan bibirnya sambil berkata “Ibu…”, bibir bu Faida tdk terbuka, beliau tetap diam, walaupun bibirku bergerak-gerak mencium bibirnya.
Berbarengan dengan itu, aku tekan dan gesekkan terus batang kemaluanku yg sudah basah ke paha bu Faida…,,,,,,,