Cerita Dewasa Vagina Tami Yang Menjepit Penisku – Kini tami sudah berusia 24 tahun dan tanpa sadar ita tak mengetahui akan bahanya bekerja sebagai kasir disebuah toko serba ada yang ada di Palembang. Dengan semangat dan kemauan untuk mandiri membuatnya tidak memperdulikan nasehat orangtuanya yang merasa takut melihat putrinya sering mendapat giliran menjaga malam hingga pagi. Tami lebih memilih bekerja pada shift malam, karena saat tengah malam sampai pagi jarang ada pembeli yang datang, sehingga Tami bisa belajar mata kuliahannya.
Sampai pada akhirnya suatu malam, Tami mendapati dirinya ditodong dengan penjahat tepat didepan matanya. Penjahat itu berambut gondrong dan yang satu lagi berkumis tebal. Mereka berdua, menerobos masuk hingga membuat Tami terkejut.
“Keluarin uangnya” perintah penjahat gondrong itu.
Sementara penjahat berkumis memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Tami gemetar saat ingin membuka laci uang yang ada didepannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Ketika Tami berhasil membuka laci Tami memberikan semua uang yang ada didalamnya yang sebanyak 100 ribu kepada si preman gondrong.
Tami tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci itu. Setelah si preman gondrong merampas uang itu, Tami langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan dan membuat kakinya lemas.
“Masa cuma segini?!” bentak si preman gondrong.
“Buka lemari besinya! Sekarang!” mereka berdua menggiring Tami ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga terjatuh di depan lemari besi,
Ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk kedalam lemari besi itu melalui celah pintunya.
“cepat!” bentar si preman berkumis.
Tami merasakan pistol menempel dibelakang kepalanya. Tami berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah mereka yang melihat mata Tami ketakutan, mereka berdua pun percaya kepada Tami.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu dulu! Liat dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapat 100 ribu cepetan!”
“Gua pengen liat bentar aja!”
Mata Tami terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menarik baju merah muda yang ia pakai. Dengan satu tarikan keras baju itu robek dan membuat BHnya terlihat. Payudara Tami yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Tami meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” kata si gondrong.
“Ayo cepet sekarang kita pergi!” ajak si preman berkumis yang tidak begitu tertarik dengan Tami karena sibuk mengawasi keadaan didepan toko.
Tapi si Gondrong tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Tami lewat bhnya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudaranya Tami, dan tiba-tiba dengan satu tarikan Bh Tami ditariknya, tubuh Tami ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH nya tami terputus dan sekarang payudaranya Tami bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Tami.
Tapi yang didengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Tami mulut si gondrong menghisapi puting susunya. Tami menjerit ketika si gondrong menggigit puting susunya.
“Diem! Jangan berisik!” si gondrong menampar Tami.
“Gue bilang diem!” sambil berkata si gondrong menampar payudara Tami.
Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar yang sebelah kanan. Tami terus menjerit dengan mulut diplester, sementara si Gondrong terus memukuli buah dada Tami sampai akhirnya payudaranya memerah.
“Ayo cepetan dong!” si kumis menarik tangan si gondrong.
“Kita harus cepet kabur dari sini!” Tami bersyukur ketika melihat si gondrong diseret keluar oleh si preman yang berkumis.
Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Tami bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Tami berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Dimeja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Ron! Tokonya kosong!”
“Masa cepetan ambil permen!”
“Goblok lu ya, ambil bir tolol”
Tubuh Tami menegang mendengar suara beberapa anak brandal didepan toko. Mereka berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Tami mengeluarkan suara meminta tolong.
“Ssstt! Lo denger gak?!”
“Cepet kembaliin semua!”
“Lari-lari kita ketahuan!”
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih ada kejutan!”
Tami berusaha menjekaskan kepada mereka, menggeleng-geleng kepalanya, ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha meminta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya.
Tapi yang keluar hanya suara gumaman karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Kemudian dua, lalu tiga, empatm lima.
Kelima wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Tami, yang terus meronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka.
“Gila sih ni cewek!”
“Dia telanjang!”
“Tu liat susunya!”
“Mana mana gua pengen liat!”
“Gua pengen pegang!”
“Pasti alus tuh!”
“Bawahnya kayak apa yah?!”
Mereka semua berkontar bersamaan, kegirangan menemukan Tami yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Tami, tangan-tangan meraih tubuh Tami. Tami tidak tahu lagi, , milik siapa tangan-tangan itu,
Semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik puting susunya, kemudian salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukkan ujung lidahnya kelubang telinganya Tami.
“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” mereka melepaskan ikatan pada kaki Tami.
Tapi tangannya masih terikat kebelakang, sambil terus meraba dan meremas payudara Tami. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Tami keluar menuju bagian depan toko. Tami meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing celana jeansnya.
Mereka menarik-narik celana Tami akhirnya turun sampai kelutut. Tami terus meronta-ronta dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur kelantai. Sebelum Tami sempat membalikkan badannya. photomemek.com Tami melihat salah seorang brandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkan lagi ke pantatnya!
“Bangun! Bangun!” ia berteriak kemudian menganyunkan ikat pinggangnya.
Sebuah garis merah timbul dipantat Tami. Tami berusaha melindungi pantatnya yang sudah sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia malah kembali mengayunkan ikat pinggangnya ke arah perut Tami.
“Bangun! naik kesini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada diatas meja kasir hingga berjatuhan kelantai.
Tami berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi-lagi sebuah pukulan menghajar payudara Tami. Tami berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya dan berkata,
“Kalo dia gerak pukul aja!”
Langsung saja Tami mendapat pukulan dipantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa. Mereka mendorong dan menarik tubuhnya Tami, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Tami hingga berbaring telentang diatas meja.
Pertama ia melepaskan tangan Tami kemudian langsung mengikatnya dengan plester disudut-sudut meja, tangan Tami sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan pakaian yang Tami pakai. Sekarang Tami berbaring telentang, telanjang bulat.
“Waktunya pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya.
Mata Tami terbelalak melihat penisnya menggantung setengah keras sepanjang 20 cm. Berandal tadi memegang pinggul Tami dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-temannya hanya tertawa.
Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Tami. Tami merintih kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak maju mundur. Temannya naik ke atas meja, menduduki Tami hingga membuat Tami sulit bernafas.
Kemudian ia melepaskan celananya dan mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester dimulut Tami ditariknya hingga lepas, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Tami. Pandangan Tami berkunang-kunang dan merasa akan pingsan. ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Tami. Tami terus menelan cairan sperma agar bisa mengambil nafas.
Berandal yang duduk diatas dada Tami turun ketika kemudian berandal yang sedang memperkosa Tami, membuat Tami mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Tami sambil terus bergerak makin cepat Ia mengerang mendekati klimaks. Tangannya meremas dan menarik buah dada Tami ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus menerus mengalir masuk di vagina Tami.
Sementara itu berandal yang lainnya berdiri disamping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ajekulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan payudara Tami.
Tami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia menangis ketiha ia akan kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat diatas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas. anganku.com Jika ada seseorang lewat didepan tokonya. Larah meronta-ronta sehingga buah dadanya bergoyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Tami melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya dan kaki kanannya.
“Wah, wah,wah!” terdengar suara laki-laki dipintu depan. Tami terkejut dan berusaha menutupi dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” minta Tami.
“Tolong saya pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya pak, panggilkan polisi!”
“Nama kamu Tami kan?” tanya laki-laki itu.
“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Tami bingung dan takut.
“Saya Tommy, orang yang dipecat karna kamu!”
“Aku tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolong saya pak!”
“Gara-gara kamu ngelamar disini aku jadi dipecat! Aku gak heran kamu diterima, kamu cantik dan seksi”.
Tami kembali merasa ketakutan melihat Tommy, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Tami kembali berusaha melepaskan ikatan dikaki kirinya,
Tommy menyambar tangan Tami dan menekuknya kebelakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dililitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Tami betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Tami kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan! Sakit! aduuh! saya tidak tahu kalo bapak kena pecat! Kenapa saya diikat?”
“Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya udah keduluan, Jadi aku rusak aja nih toko”.
Tommy lepaskan ikatan pada kaki Tami sehingga Tami dapat duduk dipinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dengan plester.
Kemudian Tommy menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudiann Tommyy mulai menghancurkan lemari es yang ada dikanan Tami. Eskrim beterbangan dilempar Tommy. Beberapa diantaranya mengenai tubuh Tami, kemudian meleleh mengalir turun ke perut dan mengalir ke vagina Tami. Rasa dingin juga menempel dibuah dada Tami hingga membuat putingnya mengeras dan mengacung. Ketika Tommy selesai, tubuh Tami bergetar kedinginan dan lengket karena eskrim yang meleleh.
“Kamu keliatan kedinginan!” ejek Tommy sambil menyentil puting susu Tami yang sudah mengeras.
“Aku harus kasih kamu sesuatu yang hangat.”
Tommy kemudian mendekati wajan untuk menggoreng hot dog yang ada ditengah ruangan. Tami melihat Tommy mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap,
“Jangaann” Tami berteriak ketika Tommy membuka bibir vaginanya dan memasukkan satu sosi ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi.
Kemudian Ia memasukkan sosis yang kedua, ketiga, Sosis yang keempat putus ketika dimasukkan. Vagina Tami sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Tami menangis kesakitan karena panasnya sosis yang ia rasakan.
“Kelihatannya kamu menikmatinya” kata Tommy sambil tertawa.
“Tapi aku lebih suka dengan mustard!” ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard keluar menyemprot ke vagina Tami. Tami semakin menangis, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tidak pernah terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Tommy melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Tami berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Tami bergerak lunglai dan terjatuh.
“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Tommy sambil menampar pipi Tami.
“Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi kamu harus bilang ke boss kamu untuk masang alarm besok”
Tami meronta ketakutan melihat Tommy memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Tommy mendekati satu jepitan ke puting susu kanan Tami, menekannya hingga terbuka dan melepaskan hingga jepitan itu tertutup menjepit puting susu Tami. Tami menjerit kesakitan, gigi jepitan tadi menancap di puting susu Tami. Kemudian Tommy juga menjepit puting susunya yang sebelah kiri. Air mata Tami bercucuran ke pipinya.
Tommy kembali mengikat kawat halus dikedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk masuk. Ketika pintu itu di dorong ketika Tommy keluar. Tami akan merasakan jepitan tadi tertarik oleh kawat dan membuat buah dadanya tertarik dan ia akan menjerit kesakitan.
“Nah udah jadi, kamu tau kan pintu depan ini bisa buka kedalem sama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi sekarang aku pergi dulu, terus nanti aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu itu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah pas ditarik alarmnya akan bunyi”.
“Jangan! mohon! jangan! ampun!”
Tommy tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pintu itu hingga sekarang pintu itu hanya bisa dibuka dengan cara ditarik. Tami menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Tami berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan didepan pintu, Tami melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Tami, telanjang dengan buah dada yang mengacung.
Gelandangan itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya
“Jangan! Jangaan! Jangan buka! Jangann!” tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada diputing susunya.
Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya Tami. Tami menjerit keras sekali sebelum terjatuh diatas meja
Tami tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri didepan meja kasihr. Tangannya terikat keatas meja di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang.
Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Tami merasakan sepsang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Tami menoleh kebelakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut dibelakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, pantat mbak kan belom.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangan!” Tami meronta.
Ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk kedalam anusnya Tami. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutar masuk ke liang anusnya Tami.
Tami menjerit dan meronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Tami tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Tami bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Tami, tapi ia tidak peduli. Gelandangan itu kembali berusaha memasukkan penisnya kedalam anus Tami yang sekarang sudah membesar karena di masuki botol bir. Gelandanga tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan.
Ia bergerak cepat dan keras sehingga Tami melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin cepat, tangannya meremas payudara Tami, membuat tami menjerit karena puting susunya yang terluka itu diremas dan dipilin-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandangan tadi orgasme, dan Tami merasakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas dibelakang Tami.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih” gelandangan tadi melepaskan ikatan pada tubuh Tami.
Kemudiian ia mendorong Tami duduk dan kembali mengikat tangan Tami ke belakang. Kemudian ia mengikat kaki Tami erat-erat. Kemudian tubuh Tami didorongnya kebawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambil terus mengumam terimakasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membeawa beberapa botol bir keluar dari toko. Tami terus menangis merintih kesakitan merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Tami terjatuh pingsan kelelahan dan mengalami shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 6 pagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,