cerita sex gay; Asyiknya Keroyokan
Cerita ini memang fiktif, tapi mudah-mudahan dapat dijadikan hiburan bagi rekan-rekan.
“Halo, abang, Papa udah pulang belum?” tanyaku.
“Emang kenapa?” tanya abangku.
“Mmmmh.. gini Bang, Deni kayaknya pulang agak telat. Mau ke rumah temen dulu, tolong bilangin ya Bang ama Papa!”
“Tapi jangan kelamaan lho Papa ngamuk entar… eh Den pulangnya bawa temen loe ya… kalau bisa yang lucu… Oke.. hehehe…” kelakar Abangku.
“Huu maunya hehehe..”
Setelah itu langsung kututup gagang telepon umum itu. Ya… itu dia kakakku yang paling tua, namanya Ferry, dia orangnya baik, tinggi, putih, ganteng and everything-lah gitu. He’s my best and hottest brother in this world. Oh ya, aku lima bersaudara, kakakku 2 orang dan adikku 2 orang, kami semua cowok. Tapi yang ingin saya beritahu pada rekan-rekan, sebenarnya mereka bukan saudara kandung saya tapi saudara angkat, dan kami semua tidak ada hubungan keluarga satu pun, not even Papa. Sebenarnya yang disebut “Papa” oleh kami berlima itu adalah salah seorang dosen di perguruan tinggi swasta di kotaku ini. Dan kami berlima memang kebetulan pernah menjadi mahasiswa beliau. Papaku eh Pak Budi itu orangnya kalem, berwibawa, murah senyum, baik dan sangat perhatian. Dia sebenarnya sudah pernah menikah, lalu cerai, tapi tidak mempunyai anak dari perkawinannya itu. Ya, untuk gantinya kamilah anak-anaknya. Mungkin rekan-rekan sekalian heran kenapa kami semua dianggap anak oleh beliau. Awalnya juga saya kurang begitu mengerti, soalnya saya masuk jadi bagian keluarga ini ketika sudah ada dua anak angkat lainnya, yang sekarang jadi abangku, Ferry dan Wahyu.
Umur Ferry sebenarnya hampir sama dengan Wahyu, sekitar 25 tahun. Cuma beda bulan saja. Aku sama mereka beda 1 tahun. Aku 23 tahun. Sedangkan yang jadi adikku, temen kelasku juga, Ade, dia orangnya cool, sama Ronie, dia beda kampus tapi jurusan kami sama. Sudah dari awal saya sangat senang sekali ketika Pak Budi papaku itu, mengajar di kelasku. Dia memang dosen yang mengerti cara mengajar. Pokoknya kami semua mengerti kalau papaku mengajar. Kami semua di kelas senang dengan papaku, padahal dia memegang mata kuliah yang lumayan susah untuk ukuran anak teknik. Hmm, kalau aku senang sama Pak Budi itu, bukan cuma cara mengajarnya saja, tapi aku semua suka semua yang ada di Pak Budi itu, dari rambut sampai ke kaki. Makanya pada waktu di kelas kalau Pak Budi itu yang masuk aku duduk paling depan untuk menikmati semuanya. Aku selalu berkhayal, dipeluk oleh Pak Budi yang gagah itu, tinggi sekitar 170 cm, berat kira-kira 68 kg, badannya berisi, pakaiannya selalu rapi. Wah, pokoknya asyik banget dilihatnya. Bikin terangsang kalau aku keasyikan memandanginya.
Terus, aku jadi punya pikiran gimana caranya biar aku bisa ke rumahnya, akhirnya ada jalan deh. Aku pura-puranya tanya tentang masalah di mata kuliah yang diajarkan. Aku selalu berusaha bertanya di luar jam mata kuliah, biar ada kesempatan lebih dekat gitu, berduaan. Setiap kali aku “privat”, aku sih cuma tanya sedikit-sedikit, dia yang menjelaskan panjang lebar, dan aku selalu melihat dengan semangat ke semua bagian badannya, ya tentunya tidak liar dong. Biar tidak dicurigai. photomemek.com Eh ya selain Pak Budi, di kampusku ini aku juga senang lihat seniorku, namanya Wahyu, pokoknya dia lucu banget dan gemesin. Ya bagitulah kalau aku ke kampus, pokoknya setiap kali ada kesempatan aku selalu berusaha untuk ngobrol dengan Pak Budi itu. Kalau sama seniorku aku jaga sikap dong, habis ngeri kalau ketahuan.
Akhirnya Sampai suatu saat, aku dapat tawaran yang memang kuharapkan, yaitu ke rumah Pak Budi. Dia menawarkan padaku kalau aku mau pinjam buku referensi mata kuliah yang diajarkannya, asal ngambil bukunya datang ke rumahnya. Wah aku sudah tidak tahu mana terang mana gelap, aku senang banget, akhirnya aku berhasil untuk bisa datang ke rumahnya. Dia mempunyai waktu untuk didatangi hanya hari Sabtu, aku masih ingat.
“Den, kamu boleh dateng ke rumah saya, tapi bisa nggak kalau hari Sabtu, soalnya hari-hari lain saya tidak ada di rumah, ya paling juga malam,” kata Pak Budi sambil senyum ramah.
“Ya… tidak pa-pa Pak, saya hari Sabtu aja datang ke rumah Bapak,” kataku.
“Emang kamu tidak ngapel?” tanya Pak Budi.
“Ah, lagi tidak ada Pak,” jawabku.
Singkat cerita, hari Sabtu itu sekitar jam 5 sore aku sudah di depan pagar rumah Pak Budi. Rumahnya tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil juga. Di pinggir jalan raya yang tidak begitu ramai. Lalu kubuka pagarnya yang ditutup fiber putih itu, setelah di dalam lalu kupencet bel, lalu saya menunggu dengan perasaan deg-degan. Suara kunci diputar terdengar dari arah garasi dan pintu dibuka dan ternyata, wah… aku tidak habis pikir ternyata yang membuka pintu adalah salah satu dari seniorku di kampus yang sudah dan kami memang sudah pernah kenal, dia itu Wahyu! Dalam hatiku bingung.
“Hm.. ngapain si Wahyu ada di sini, dia apanya Pak Budi Ya?” hatiku makin heran.
“Eh… masuk Den, lewat sini ya…” katanya.
Aku menurut terus langsung mengikuti Wahyu dari belakang. Wahyu itu memang lebih pendek dariku, wajahnya fresh banget, seger dan lucu, full senyum. Lalu aku masuk ke dalam lewat garasi. Aku berusaha agar tidak kelihatan seperti orang yang kebingungan, mengatur napas. Setelah masuk ternyata di ruang keluarga sudah duduk pula temannya si Wahyu yaitu Ferry. “Wah kacau nih, mereka siapa sih sebenernya?” dalam hatiku, aku makin bingung saja, kenapa dua orang ini ada di sini. Mereka berdua sih tenang-tenang saja terus kami ngobrol sedikit, terus Pak Budi keluar dari kamarnya.
“Baru dateng Den?” tanyanya.
“Ya Pak,” jawabku.
Sesudah itu, akhirnya antara aku sama Pak Budi ngobrol seputar urusan kuliah, sedangkan kedua seniorku asyik nonton TV. Tidak kerasa, ternyata begitu kulihat jam, ternyata sudah lewat setengah tujuh. Terus aku bermaksud pamit.
“Pak mau pulang dulu, sudah malam,” aku pamit.
“Kok, cepet-cepet, kamu di sini sama orang tua Den?” tanya Pak Budi.
“Nggak Pak saya di sini kost,” jawabku.
“Terus ngapain kamu pulang cepet, kan tidak ada yang nunggu, lagi pula kata kamu kamu belom ada pacar, di sini aja dulu, tuh si Wahyu juga anak kost, ya kan Yu?” kata Pak Budi sambil melirik ke arah Wahyu.
Yang ditanya cuma mengangguk sambil senyum terus nonton TV lagi.
“Tapi Pak…” aku hendak bicara tapi dipotong oleh Pak Budi.
“Sudahlah di sini aja dulu kebetulan saya mau pergi dulu sekalian aja nanti kamu pulangnya bareng sama Wahyu, sekarang temenin mereka dulu sambil nunggu rumah saya selama saya pergi, sebentar kok, mau kan?” pinta Pak Budi.
Aku jadi bingung antara pulang atau menerima tawaran itu. Aku mikirnya ah kapan lagi ngumpul sama 2 cowok hot kalau tidak sekarang, kalau di kampus jangan harap deh. Akhirnya kuputuskan untuk menerima tawaran Pak Budi dan setelah itu memang benar, Pak Budi langsung pergi dengan sedannya. Sekarang tinggal kami bertiga di ruang TV itu. Ngobrol, tidak tahu bagaimana awalnya, tahu-tahu begitu kami sedang ngobrol, ada yang mengeluarkan ide untuk nonton film blue. Aku sih mau-mau aja sih, cuma…
“Eh nanti kalau Pak Budi dateng gimana?” tanyaku pada mereka berdua.
“Tidak pa-pa nyantai aja Pak Budi baik kok, dia pasti ngerti dong sama hal-hal beginian dia juga pernah muda khan Den?” jelas Ferry, ya aku jadi tenang juga.
Akhirnya kami mulai dengan film pertama, cuma keselnya si Wahyu tuh iseng, masa filmnya dicepet-cepetin jadinya kan cuma sebentar, yang dilihat cuma bagian hotnya saja. Terus habis deh. Ini dia pertanyaan yang bikin aku keringetan campur deg-degan.
“Den loe pernah nonton film gay belom?” tanya Ferry.
“Belum, emang punya?” tanyaku.
“Ada tuh kalau mau, kami setel ya?” katanya.
Terus dia masuk tidak tahu ke kamar siapa, terus mengeluarkan Video Beta, dan beberapa buah kaset. Terus sesudah siap, mulai deh adegan asyik keluar di TV. Sesudah beberapa adegan, aku jadi horny berat, tapi aku berusaha menutupi rasa itu, tapi si Ferry mulai duluan. “Den, loe suka ya ama film ini?” tanya dia, “Iya..” kataku dalam hati, aku sih cuma diam aja no action, cuma senyum terus lihat ke wajah Ferry sambil meneruskan lagi melihat tontonan asyik itu.
Di layar ada dua cowok bule lagi 69 style. Aku sangat menikmati adegan itu sampai-sampai lupa sama si Ferry dan Wahyu, lagi pula posisi aku duduk agak ke depan, sedangkan mereka menyender ke belakang, jadi aku tidak terlalu memperhatikan mereka. Tahu-tahu begitu aku melirik ke arah mereka, tangan si Wahyu lagi menggerayangi kemaluannya si Ferry. Hmmm, aku sempet menelan ludah, dan semakin deg-degan tapi aku pura-pura tidak tahu terus menerusi nonton. Eh ternyata si Wahyu dan Ferry makin jadi saja, mereka saling merangkul terus pada ciuman di sebelahku. Aku tetap cuek. Lalu pada saat si Ferry berusaha buka si Wahyu. Wahyu langsung mengambil posisi melutut kepalanya menyosor ke selangkangannya Ferry, sesudah itu tangannya si Wahyu mulai menggerayangi pahaku, terus kusingkirkan tangannya, habis kaget.
“Ayo Den, masa sih loe tidak mau nyoba, sini Den ayoo gabung ama kami?”
Huah, aku makin deg-degan, si Wahyu terus saja tangannya mengelus pahaku, terus kuamati, ternyata celana si Ferry sudah tidak ada, tinggal CD-nya saja. Sambil tangannya melepaskan CD-nya si Wahyu langsung mengisap batang kemaluan si Ferry. Glek… hmmm mendingan nonton di sebelah saja pikirku. Eh… dasar si Wahyu, tangannya mulai lagi menggerayangi ke pahaku terus masuk lagi ke arah batang kemaluanku, sekarang aku diamkan, aku pengen tau jadinya gimana nanti. Sambil menghisap batang kemaluannya si Ferry, Si Wahyu mulai masukin tangannya ke dalam celanaku, terus megang batang kemaluanku yang sudah keras banget.
Sesudah itu si Ferry berdiri sambil membuka semua pakaian yang masih menyisa, akhirnya dia bugil duluan. Ya ampun, batang kemaluannya gede banget, berdiri tegak lurus, sekarang si Wahyu mulai menyerangku, dia nyosor ke selangkanganku, sambil berusaha melepas ikat pinggangku, celana dan akhirnya aku juga telanjang bulat. Bugil… bersama si Ferry. Dan seperti yang sudah lama tidak ketemu batang kemaluan, si Wahyu langsung mengisap habis batang kemaluanku, dan si Ferry mengambil posisi di sebelahku, dia langsung mencium bibirku, dia melumat bibirku. Setelah lama aku berciuman dengan Ferry, lalu aku karena dari tadi penasaran ingin memegang batang kemaluannya si Ferry langsung saja tanganku mendekat ke batang kemaluannya dan langsung mengocok senjatanya yang besar itu. Hmmm… si Wahyu masih asyik saja menghisap. “Isep aja Den,” kata si Ferry, begitu ada komando aku langsung mengisap batang kemaluan si Ferry itu, dia jadi rebahan di sofa. Terus si Wahyu langsung buka semua baju and celananya. Nyusul kami bedua yang sudah bugil. Sambil kuhisap Ferry, si Ferry ternyata pengen batang kemaluan juga, terus dia menarik tangan Wahyu, Wahyu mendekati dan langsung memberi batang kemaluannya yang tidak begitu besar tapi panjang.
Sambil menghisap kulihat pantat Wahyu gerak maju mundur ke arah mulut Ferry, dan pahanya mengangkang lebar sampai aku bisa melihat ass hole-nya Wahyu yang lagi dimainin sama jari Ferry. Aku makin semangat menghisap batang kemaluan Ferry. Begitu kami lagi asyik ML, karena terlalu hot aku jadi tidak ingat sedang di rumah siapa. Tidak tahunya pintu dari dari ruang samping sudah kebuka dan ternyata orang itu Pak Budi. Wah aku kaget setengah mati. Aku langsung mengambil baju dan celana terus menutup bagian tubuhku sekenanya, aku malu sekali tapi Wahyu sama Ferry tenang-tenang saja, malah mereka menyapa Pak Budi hampir berbarengan.
“Baru pulang Pak? anganku.com Kok Lama banget sih?”
“Iya nih Papa harus ngurusin rencana Papa buat tambahan, lho kok kamu berhenti Den?”
Aku kaget sekali ditanya begitu oleh Pak Budi, berarti selama ini aku mengagumi orang yang tepat. Tapi aku masih diam saja, aku duduk sambil menunduk dalam-dalam karena malu sekali. Setelah Pak Budi menyimpan barang bawaannya. Lalu dia mendekatiku. Menarik daguku ke atas, aku melihat senyuman yang indah. Dia hanya tersenyum, dan aku seperti dihipnotis, bibirku menghampiri bibir Pak Budi yang masih tersenyum itu, dan bahuku diangkat, aku berdiri sejajar, Pak Budi berusaha menjatuhkan semua pakaian yang kupegang, lalu aku langsung memeluk badan Pak Budi yang wangi itu, Pak Budi yang ganteng itu mengelus punggungku, mataku terpejam. Wuaaa, indah sekali. Aku melihat kedua seniorku masih sibuk masing-masing saling menerima dan memberi.
Lalu aku tanpa sadar langsung mencari batang kemaluannya Pak Budi yang sudah mengeras juga. Aku buka reitsletingnya ternyata Pak Budi tidak memakai CD, langsung saja aku mendapatkan hadiah yang paling indah, batang kemaluan Pak Budi hampir sama dengan batang kemaluan Ferry, cuma lebih gede punya Ferry. Lalu aku langsung menghisap batang kemaluan Pak Budi. Dan dengan secepat kilat Pak Budi sudah bugil juga. Entah siap yang mulai, tiba-tiba Ferry dan Wahyu menghampiri kami berdua, dan mereka langsung mencium pipi Pak Budi sorang satu kiri dan kanan, dan mereka berciuman, pertama Pak Budi mencium bibir Ferry setelah itu baru Wahyu, aku masih saja asyik melumat batang kemaluan Pak Budi itu. Setelah itu aku digiring ke kamar, nampaknya kamar Pak Budi di dalamnya ada kasur yang sangat lebar dan cukup untuk kami berempat. Lalu kami langsung ke atas kasur dan langsung kami semua bermandi keringat. Aku tidak tahan lagi pada saat Pak Budi menjilati ass hole-ku.
Pingin rasanya ditusuk, dan dengan wise-nya Pak Budi membisikan, “Den mau dimasukin tidak? kamu masih perawan ya?”Aku mendesis, “Mau… mau… iya Deny masih perawan… Mau masukin dong Pak.”
“Boleh asal kamu mintanya dengan manggil Papa, bukan Bapak lagi, kayak Wahyu dan Ferry.”
Aku langsung memelas, “Mau Papa… masukin aja Papa sayaang, Deni pengeenn,” pintaku dan efeknya juga lain aku makin horny saja lalu dengan cara tersendiri akhirnya untuk pertama kalinya aku merasakan batang kemaluan memasuki pantatku. Sakit-sakit enak.
Setelah terbiasa keluar masuk, akhirnya aku menikmati sekali batang kemaluan yang sibuk keluar masuk itu. Lalu Wahyu dan Ferry pindah, mereka mengarahkan batang kemaluannya ke wajahku dari kiri dan kanan, aku menghisap bergantian, kiri kanan, kiri kanan, sedangkan Papa baruku masih terus memfuck aku. Aku mulai mengocok batang kemaluanku sendiri. Aku tidak tahan akhirnya aku keluar. Wiii tidak biasanya kalau coli sendiri kali ini banyak sekali. Dan akhirnya Ferry sama Wahyu sama-sama hampir bareng keluarnya dan maninya diarahkan ke wajahku juga mulutku, kutelan semua mani yang keluar, sebagian tercecer di pipi dan dahi. Tapi yang masuk mulut banyak juga. Melihat itu Papaku tidak tahan akhirnya menarik batang kemaluannya terus dikocok sendiri dan akhirnya keluar di perut dan dadaku, basah dan hot. Papa langsung memelukku, dan menciumiku. Sedangkan Ferry and Wahyu memelukku dan Papa dari kiri dan kanan juga.
Kami semua merem, mengambil nafas. Kuciumi semua, Papa, Ferry dan Wahyu tidak lama Papa menjelasi, “Den, Papa pengen kamu jadi bagian dari kami. Papa, Ferry, juga Wahyu. Papa pengen kamu jadi adik mereka berdua, seperti Wahyu sekarang jadi adiknya Ferry. Gimana? kamu bisa tinggal di sini sambil nemenin Papa… atau kalau kamu keberatan kamu boleh saja tetep ngekost, cuma Papa minta setiap malam minggu kami harus ngumpul di sini. Kalau Ferry, karena tinggal sama orangtua di sini, jadi tidak bisa sering nginep disini, naah… kalau Wahyu sekarang sering nemenin Papa di sini, ya sekali-kali tidur di kost-an gimana?” tanya Papa, aku tidak bisa jawab mungkin karena terlalu senang aku senyum saja mengangguk sambil kupandangi semuanya.
“Eh iya pada laper tidak?” Ferry nyeletuk.
“Iya nih laper Bang,” jawab Wahyu.
“Tuh tadi Papa bawa makanan yang di bungkusan tadi,” kata Papa.
Kami semua menuju meja makan, masih bugil. Kulihat jam sekitar pukul sembilan kurang. Sesudah makan karena rasanya lengket dan gerah kami semua pada pengen mandi. Semua menuju kamar mandi. Wah air hangat lagi mandinya. Karena pakai shower jadi kami bisa masuk semua dan saling menyabun. Sesudah selesai acara mandi yang benar-benar basah itu, akhirnya kami duduk lagi di ruang TV sambil nonton berita, dan aku dikasih pinjam baju kaos buat tidur oleh abangku, Wahyu. Setelah berita, kami ngobrol lagi sebentar, abangku menjelasi bahwa aturan di sini, kami tidak boleh ML di luar anggota rumah, bukan apa-apa, biar save gitu. Dan aku baru tahu bahwa kedua abangku juga dulunya diperawani oleh Papaku ini, dan satu lagi yang lucu, ternyata acara hari ini sudah disusun skenarionya. Jadi sebenarnya Papaku juga sudah tahu bahwa aku gay, dia tahu dari caraku menatapnya yang selalu merasa menelanjanginya, meskipun aku straight act. Dan Papaku juga mengharapkan aku masuk menjadi bagian keluarga ini. Juga yang menggelikan adalah pada saat Papaku keluar rumah sebenarnya dia hanya pura-pura, jadi keluar cuma membeli makanan dan sesudah itu ke rumah langsung memasuki ruangan yang sudah disiapkan untuk mengintip kami bertiga pada saat nonton film, terus malam pertama itu kami berempat ML lagi sekarang gantian yang bercinta, abang aku.
Tidak tahu sampai berapa kali deh pokoknya aku juga sempet merasakan kehangatan permainan mereka di malam pertama itu, that’s cool. Dan semenjak itu aku jadi sering tinggal di rumah Papaku, kebetulan yang kost 3 orang sedangkan Ferry dan Ronie tinggal sama orang tuanya di sini, jadi cuma Bang Wahyu, Aku dan Ade saja yang tinggal di sini. Eh ya… aku sama Ade meskipun satu kelas tapi kami tidak begitu akrab, kami biasa aja, aku punya teman, dia juga punya teman, jadi aku dan Ade jarang ngobrol di kampus. Tapi kalau di rumah kalau tidur aku paling senang banget memeluknya. Selain seumur, aku sama Ade wajahnya hampir mirip, jadi banyak yang menyangka kami saudara, cuma dia lebih putih. Yah… segini dulu ya ceritanya, kritik dan saran kirim ke e-mail.
TAMAT,,,,,,,,,,,,,,,,,,,