Aku tak ingat sejak kapan kami pernah berkomunikasi lewat FB. Yang kuingat saat itu kami gagal bertemu dan tak pernah kontak lagi hingga sore kemarin. Mungkin sudah 8 atau 9 tahun yang lalu. Tapi dia masih memajang foto yang sama. Itu yang membuatku selalu ingat profilnya. Dia Gama, 27 tahun.
“Ketemuan yuk mas …”
“Iya. Kapan kamu senggang?”
“Sabtu ini gimana?”
“Boleh”
Hari Sabtu telah tiba. Dan ternyata aku tak bisa menemui Gama seperti yang telah kujanjikan. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan. Kalau sudah berkaitan dengan kantor, aku tak mau menunda-nunda pekerjaan yang dibebankan padaku. Itu tanggungjawabku secara professional.
“Dari dulu kamu pembohong!!!!” umpat Gama saat kujelaskan aku tak bisa menemuinya.
“Maaf. Tapi aku nggak bohong”
“Tai lo …”
“Terserah. Yang jelas aku berharap masih bisa ketemu kamu”
“Nggak bakal. Males sama kamu”
Ya Tuhan, Gama pasti sedang marah besar. Tak semestinya dia begitu. Kalau soal kencan, bisa saja kan ditunda hari yang lain. Nggak perlulah sampai marah sedemikian hebat. Lagian kita ini apa sih? Pacaran juga enggak.
“Kamu itu tengik”
“Iya. Makasih”
“Wes tuek ngurusi bojo poo. Ojo golek silit brondong tok!”
(sudah tua, mengurus istri saja. Jangan cari pantat brondong saja)
Hah. Kubiarkan saja Gama ngoceh di pesan FB-ku. Aku menanggapinya dengan santai saja. Aku ada rasa bersalah juga sih. Sembilan tahun yang lalu, kami gagal ketemuan juga gara-gara ini.
*
“Ketemua yuk mas,” satu pesan dari Gama.
“Lho katanya males sama aku”
“Gak”
“Mau ketemu dimana?”
“Dimana aja. Jemput aku ya?”
“Nggak ada motor. Kamu yang jemput aku saja”
“OK”
Entah apa yang membuat dia ternyata masih ingin menemuiku. Bisa jadi dia juga penasaran ingin tahu seperti apa sih aku ini. Tapi aku menghargai keinginanya ini. Meski kemarin-kemarin itu pesan-pesannya sangat menyakitkan hatiku.
Aku berjanji tak akan berbuat aneh-aneh saat bertemu Gama nanti. Aku berjanji tak akan menyentuh (bahkan) kulitnya sekalipun. anganku.com Akan kubuktikan bahwa aku bukanlah sosok gadun yang gatal. Yang ketemuan saat butuh seks saja. I’m not that kind guy!
“Mas dimana?”
“Ini aku udah di depan Alfa Mart”
Dua menit kemudian, sosok lelaki muda, agak ceking berhenti pas di depanku. Aku yakin ini pasti Gama.
“Gama”
“Lov”
Aku segera naik di belakang motornya.
“Kemana mas?”
“Kamu mau kemana?”
“Terserah mas. Aku nggak tahu Surabaya”
“OK. Kita ke karaoke saja ya”
“OK”
Aku segera memandu Gama menuju ke karaoke terdekat. Di karaoke kami bisa kan ngobrol ini itu sambil menyalurkan bakat menyanyi kami. Yang kutahu, gama sering sing a song bersama teman-temannya.
**
“Hahaha … kita ini lucu ya”
“Kenapa mas?”
“Sembilan tahun yang lalau kita chat. Baru sekarang bisa ketemuan”
“Iya, mas”
“Kamu nyesel ketemu aku sekarang?”
“Nggak mas”
“beneran? Nggak julit?”
“Iya mas” katanya sambil nyengir nggak jelas.
“Aku sudah tua sekarang”
“Nggak kog. Masih charming,” kata Gama sambil mendekatiku. Tangannya mulai meraba-raba pahaku. Aku menepisnya dengan halus. Aku sudah berjanji tak aka nada ‘kisah’ apa-apa di sini.
Aku dan Gama menyanyikan lagu secara bergantian.
Di sela-sela itu, tak henti-hentinya dia mencoba melancarkan serangan panas. Sesekali bibirnya mencium pipiku. Aku tak bereaksi. Entah apa yang sedang dalam pikiranku. Sepertinya ada yang sedang bertarung dalam benakku. Pertarungan antara keinginan dan keteguhan.
Jujur, aku juga ingin membalas ciumannya itu. Aku ingin meremas penisnya yang sepertinya mulai mengeras di balik celana jinsnya yang ketat itu. Aku ingin memeluk tubuh cekingnya yang seksi itu.
Di sisi lain, aku ogah melakukan itu semua. Aku kan sudah berkomitmen tak akan meladeni keinginannya. Aku ingin membuatnya yakin bahwa aku tidaklah sama dengan lelaki-lelaki homo tua lainnya yang Cuma butuh pelampiasan seks saja.
Aku bukanlah lelaki homo yang seperti itu.
Kelasku sudah ada di atas itu. Seks is not everything. Bertemu dengan pribadi-pribadi yang unik dan kadang membuatku mengerutkan dahi adalah pengalaman yang sangat berharga.
“Mas … udah punya BF?”
“Nggak. Kenapa?”
“Nggak papa”
Gama terdiam. Entah apa yang sedang dipikirnya. Namun dia terlihat lelah. Kepalanya bersandar di bahuku sementara aku sedang menyanyikan lagu “Crazy” nya Julio Iglesias. Tangan Gama memeluk erat perutku. Hah. Ada apa dengan Gama?
“Mau makan, dik? Pesen sono, gih”
“Nggak mau makan”
“Trus?”
Gama terdiam lagi.
Aku mengambil jarak beberapa senti lagi darinya. Pramusaji karaoke sedang memasukkan nasi goring pesananku. Dia pasti merasa jengah saat melihat posisi kami yang terlihat mesra. Hah. Posisi apa ini?
Aku mulai makan. Gama tak mau makan. Dia sudah terlihat bête berat. Mukanya tak bercahaya. Matanya tak bersinar. Tubuhnya lemas tak bergairah.
“Makanlah nasimu, dik”
“males mas”
“Lha trus sapa yang makan?”
“Mas aja”
“Hah. Kamu kenapa dik?”
“Gak papa”
Kuselesaikan makanku. Kusentuh jari jemari Gama. Kucium pipinya sekilas saja. Dan efeknya luar biasa. Gama langsung bergairah. Dia mendekatiku lagi. Menciumi bibirku dengan ganas. Aku membalas ciumanya itu.
Gama segera berdiri dan duduk di atas pangkuanku. Dia menghabiskan dahaga bibirnya akan bibirku. Aku menikmati ciuman panasnya ini. Aku sudah melupakan komitmen yang kubuat ini. Buatku sudah cukuplah Gama tahu apa yang kumau. Dia pasti sudah paham aku bukanlah lelaki seperti yang dia bayangkan.
“Aku suka kamu mas”
“Hmm.”
Aku membuka dua kancing kemejaku. Dan Gama mulai menghisap dua putingku secara bergantian. Ujung-ujung lidahnya menyapu ujung persyarafan putingku. Itu membuatku horny luar biasa.
Volume musik kukeraskan. Aku tak ingin suara-suara erangan dua manusia yang sedang dilanda birahi terdengar dari luar. Bisa-bisa pramusaji dan penjaga karaoke ikutan gabung bersama kami.
Come … join us!!!
Kujatuhkan tubuh Gama di bawah lantai. Kubuka celanan jinsnya. Dia mengaduh saat aku mulai meremas penisnya yang mulai mengeras. Ini baru kontol super. Kontol dengan ujung yang kecil dan pangkal yang besar adalah kontol idolaku.
Aku mulai menghisap penisnya.
Gama juga menghisap penisku.
We do 69 position.
Ditengah music yang berdentum keras.
“Aduh … aku mau keluar … fuck!” erangku.
“Aku juga mas”
Dan kami sama-sama menggila. Kuhisap dan kujilat seluruh kulit penis Gama. Gama kian menusukkan penisnya lebih dalam dan dalam lagi ke dalam tenggorokanku. Hingga …
CROT CROOOTT CROOOTTT …
Hampir bersamaan kami memuncratkan sperma. Mulut dan kerongkonganku penuh dengan pejuh Gama. Pejuhku juga sudah muncrat dan meluncur ke dalam kerongkongan Gama. Tak ada setetes spermapun yang tercecer.
Kami berciuman sekali lagi.
Lalu terdudui dan terdiam barang sejenak dua jenak.
Hups … apa yang telah kami lakukan tadi?
Sepertinya kami sedang khilaf. Doin HAP-HAP in the karaoke’s room bukanlah perbuatan yang baik. Meski tertutup, tak selayaknya kami melakukan ini. Bilik karaoke yang tadinya wangi, sekarang seperti berubah menjadi beraroma pejuh, keringat dan bau kontol pesing.
Damned!
Kami harus segera pergi meninggalkan ruang mesum ini. Dengan senyum puas karena berhasil melampiaskan hasrat terpendam kami. Dengan rasa ringan diantara selangkangan kami karena tak ada yang tertahan lagi.
Dosa memang manis dan menyenangkan.
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi “Serial Pelepasan” dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :),,,,,,,,,,,,,,,,,