Ditelan Waktu
Mendadak dari dalam kamar mandi itu terdengar suara seperti ada benda besar yang terjatuh. Namun, seperti kebanyakan kamar mandi, tidak ada yang peduli. Orang lewat begitu saja sembari menutup hidungnya. Mereka menutup telinga, seakan bau pesing itu bisa merusak pendengaran. Maka tak perlu heran jika ada yang minta ditemani apabila ingin ke kamar mandi.
Uchi keluar dari kamar mandi kecil itu. Ia melihat jam kecil di tangannya. Ia pastikan waktunya benar. Pukul 14.00 tanggal 26 Agustus 2014.
Ia masuk lagi ke dalam kamar mandi, lalu ia menunggu. Ia menunggu hingga bel pulang sekolah berbunyi.
Segera setelah bel berbunyi, Uchi mencari seseorang yang ia kenal. Beruntung, tak lama kemudian, seorang gadis dengan rambut terkuncir datang.
“Kak, maaf,” sapa Uchi.
“Iya?”
“Kakak sekelas sama Kak Jannah kan?”
“Iya sekelas.”
“Bisa tolong kasih tau Kak Jannah gak Kak? Kak Jannah dicari sama Bu Tuti di ruang AV (Audio Visual).”
“Boleh.” Perempuan itu beranjak pergi.
“Makasih Kak…”
Uchi berjalan pergi menuju lantai tiga. Ia masuk ke dalam salah satu ruang. Ruang kedap suara yang biasa digunakan para guru untuk rapat atau sekadar untuk menampilkan film bertema pendidikan pada murid-muridnya. Itulah ruang AV.
Uchi menatap lagi jam kecil di tangannya. Dengan menekan layarnya, hal ajaib terjadi. Wajahnya berubah. Ia berubah menjadi wajah seorang pria berandal kampung.
Lima menit kemudian, terdengar pintu ruang AV diketuk. Tiga kali diketuk, pintu terbuka dan muncul wajah seorang gadis dengan kerudung putih yang selaras dengan seragam batik berwarna biru putih yang ia kenakan.
“Bu?” panggil gadis bernama Jannah itu.
Seketika Jannah terlonjak saat ada tangan yang menyeretnya masuk ke dalam ruang AV yg gelap. Ia mendengar sakelar lampu berbunyi, lalu dalam sekejap ruang gelap itu bermandikan cahaya putih menyilaukan mata.
“Danu? Kamu ngapain ke sini? Kamu dari Banten?”
Uchi tidak menjawab satu pun pertanyaan dari Jannah. Ia langsung memeluk tubuh Jannah dan meraba-raba punggungnya.
Jannah yang kaget mendapat pelukan tersebut, memberontak agar terlepas dari tangan Danu.
“Lepas Danu. Aku nerima kamu jadi pacar aku dengan syarat kita pacaran tanpa maksiat.”
Jannah yang seumur hidupnya tidak pernah disentuh laki-laki, berusaha melepas dirinya dari Danu yang sedang menggerayangi tubuhnya. Ia makin melawan saat ia rasakan resleting roknya terbuka. photomemek.com Tapi terlambat, karena roknya keburu turun ke lantai. Menyisakan celana panjang yang ia gunakan agar auratnya tidak terungkap saat roknya tersingkap. Sekeras tenaga ia menampar pipi Danu.
“Kurang ajar kamu yah.” Air mata menetes dari pipi Jannah. Ia segera berlari menuju pintu ruang AV. Sayang pintu itu tidak mau terbuka meski ia telah berusaha.
Uchi berjalan perlahan menghampiri Jannah yang masih berusaha membuka pintu. Ia kembali memeluk tubuh Jannah. Kali ini dari belakang.
“Apa-apaan sih Dan. Lepaskan!!!!”
Wajah Jannah seketika pucat, karena ia merasakan tangan Danu ada di selangkangannya. Tangan itu meraba-raba dari balik celana panjang dan celana dalamnya.
“Lepasin aku! Danu!” Jannah mencoba memukul ke belakang menggunakan sikunya, tapi tidak ada dari pukulan itu yang berhasil mendarat.
“Tolooong!!” teriak Jannah yang sudah berlinang air mata saat merasakan tangan itu menyelip ke dalam. Ia membeku saat merasakan jari dari tangan itu mulai mengobok-obok lubang kemaluannya yang masih tertutup celana. Padahal, jangankan laki-laki lain, ia sendiri pun bahkan tidak pernah mengobok vaginanya sendiri.
“Tidak usah capek-capek teriak. Tidak ada yang bisa mendengar kamu, Sayang.” Untuk pertama kalinya Uchi bersuara.
Jannah menangis sesenggukan. Tenaganya sudah hampir habis untuk memberontak lagi.
“Mulai terangsang yah??” goda Uchi. Jannah menangis lebih keras lagi.
Uchi mengeluarkan tangannya dari dalam celana Jannah. Ia mengelus-elus pipi Jannah menggunakan jarinya yang basah dengan lendir itu. “Itu buktinya.”
Jannah hanya menggeleng. Ia mencium aroma aneh yang keluar dari jam tangan Uchi, lalu mendadak tak sadarkan diri. Ia terbangun entah kapan, dengan keadaan tangan dan kakinya terikat. Namun, dengan pakaiannya masih lengkap.
“Lepasin aku, plis….” pinta Jannah yang mulai sadar. Di antara terangnya ruang AV, ia bisa melihat Danu yang sudah tidak memakai sehelai pakaian pun. Ia ketakutan saat melihat sebuah batang besar yang berdiri di bawah pusar pacarnya itu.
“Danu, kamu kemasukan apa sih Dan. Kamu sendiri kan sudah berjanji untuk tidak melakukan apa-apa kalau kita pacaran.”
Uchi tidak menjawab. Ia hanya melumuri batang penisnya dengan sebuah lotion yang meski tidak terlalu terlihat, menambah besar batang kemaluannya yang sudah besar itu.
Melihat hal tersebut, wajah Jannah makin pucat. Ia menangis sejadi-jadinya. Air matanya pun makin menetes membasahi jilbabnya.
“Danu, kalau orang tuaku tau. Kita bisa dapat masalah. Aku bisa dapat masalah. Kamu tau kan betapa ketatnya mereka melarang aku pacaran.”
Uchi menghampiri Jannah. Satu-persatu ia lepaskan kancing dari seragam batik Jannah.
“Kurang ajar kamu Dan! Lepasin aku!!”
Uchi tapi tidak juga berhenti. Ia baru berhenti saat semua kancing dari seragam Jannah lepas. Terpampanglah di depannya sebuah payudara kecil yang tertutup BH.
“Kamu tahu gak? Aku gak masalah dengan tetek kamu yang kecil ini.” Uchi meremas kecil payudara Jannah. “Karena yang aku suka dari kamu itu adalah bau keringat kamu. Kamu perempuan unik yang gak mau pernah mau pake make up atau parfum. Bau badan kamu itu merangsang sekali, Jan. Seperti feromon.”
Pipi Jannah memerah, tapi tetap tidak bisa menutupi pucat wajahnya. Ia kembali memberontak saat Uchi menciumi ketiaknya sambil meremas-remas payudaranya dari balik BH. Ia menggeliat karena rasa geli di sekujur tubuhnya yang tidak pernah bersentuhan dengan lelaki mana pun selain ayahnya.
Puas menciumi aroma tubuh Jannah. Uchi memindahkan ciumannya ke pusar. Membuat Jannah makin kegelian. Lalu, dengan sekali tarik, lepaslah celana panjang milik Jannah.
“A-apa yang kamu mau lakukan???? GAK BOLEEEEH!! Gak boleh Dan.”
Celana dalam ungu milik Jannah lepas kemudian. Menampakkan vaginanya yang mulus dengan bulu-bulu halus itu.
Uchi menjelajahi belahan vagina Jannah menggunakan lidahnya. Jannah hanya bisa menggeliat sembari terus menangis. Ia bisa terus menolak, tapi cairan vaginanya tidak pernah bohong dan tidak mau berhenti keluar.
“Bau memek kamu sama meransangnya dengan bau badan kamu.”
Uchi membalikkan tubuh Jannah sehingga Jannah tengkurap. Ia kembali menindih tubuh Jannah dari belakang, lalu mulailah ia kembali meraba dan meremas payudara Jannah.
“Aaah… Aaaah… Aahaaah.. lepas. Aauuh lepaskan aku Dan.” Jannah mulai tak tahan mendesah.
Jannah tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat dan keras menempel di belahan vaginanya.
“Jangan Dan… Aku masih perawan.”
Uchi tidak peduli tentu saja. Ia tetap berusaha melesakkan penisnya ke dalam vagina Jannah. Susah, karena penisnya terlalu besar untuk vagina Jannah yang sempit.
“AAAAH AAAAH SAKIT!!”
“Tahan yaaa”
“CUKUP DAAN!!!”
“Sebentar lagi masuk..”
“STOOOOP… AKU GAMAU DAN!!! AKU MASIH PERAWAAAN… AAAAAH AAAAH AH!”
Uchi terus meremas payudara Jannah sambil perlahan memasukkan penisnya. Baru kepala penisnya yang berhasil masuk, tapi air mata Jannah tampak sudah habis menahan perih di vaginanya.
“Kamu ngangkang makannya biar gampang masuk.”
“Gak mauuu.. tolong Dan, hentikaan… AAAAAAAAAH AAAHH AAAH”
remasan di payudara kecilnya yang masih tertutup BH membuat Jannah semakin mendesah. Ia seperti terbius sehingga selangkangannya tak terasa sakit lagi. Namun, baru saja ia menikmati, Uchi mendorong lagi penisnya hingga setengah masuk.
“AAAAH… OOOH… AAAAHHH hentikan Dan.” Jannah mulai kehabisan nafas.
Danu kembali mendorong penisnya sekuat tenaga. Seluruh penisnya pun akhirnya masuk ke dalam vagina Jannah yang terus menyedot.
“AAAAAAAAUUUHHH SAKIIIIIT”
Jannah bisa merasakan keperawanannya hilang. Ia menangis sejadi-jadinya membayangkan apa yang ayahnya akan katakan saat tahu anaknya sudah tidak perawan. Ia bayangkan wajah suaminya kelak saat ia menikah dan tahu istrinya tidak perawan lagi.
“Aaaah aaah emmm aaaash.” Jannah mendesah di antara air matanya yang membasahi lantai. Ia tidak bisa berbohong saat Uchi mulai memaju mundurkan penisnya.
“Sudah….. Hentikan Dan,” pinta Jannah yang sudah digenjot selama setengah jam. Rupanya lotion tadi juga bertujuan agar Uchi lama ejakulasinya.
“Okeh… Bentar lagi aku keluar kok.”
“APAAA??”
“Oh… Maaf aku lupa kamu belum keluar.”
“KELUAR APANYAAA??? LEPASKAAAN!!”
Mendadak Jannah terlonjak karena merasa ada sesuatu yang menggelitik di selangkangannya. Ia melongok ke bagian bawahnya, melihat jam tangan Uchi menempel di klitorisnya. Ia melihat ada percikan seperti listrik yang menyetrum klitorisnya. Setruman itu membuatnya semakin terangsang. Ia merasakan geli di sekujur tubuhnya.
“Apa ini Dan… Apa yang kamu lakukan???!!”
“Ini biar kamu cepat keluar.”
“Keluar apAAAAAAAAAH AAAAAHHH”
Pikiran Jannah melayang. Ia merasakan cairan menyembur dari vaginanya. Kedutannya membuat ia lupa diri. Geli di sekujur tubuhnya berubah jadi rasa nikmat yang belum pernah ia rasakan.
“Naaah… Kamu kan sudah keluar. Sekarang giliran aku yaaaah..”
Uchi mempercepat genjotannya. Jannah yang sudah terkulai, hanya bisa pasrah.
“JANNAAAAH AAAAH…” Uchi melepaskan seluruh spermanya sambil mencium tubuh Jannah yang berkeringat. Ia hirup aromanya kuat-kuat hingga orgasmenya tampak tiada hentinya.
Jannah terkulai lemas setelah Uchi mencabut penisnya. Ia menatap kosong langit-langit ruang AV yang tampak gelap seperti masa depannya. Ia mungkin bisa menyembunyikan keperawanannya, tapi ia tidak bisa menyembunyikan bayi yang akan ia kandung hasil benih yang ditanam Uchi.
“Kenapaaa????” tanya Jannah sesenggukan.
Uchi menyelipkan tangannya masuk ke dalam BH Jannah, lalu meremas payudaranya secara langsung untuk pertama kali. Ia bisa merasakan puting Jannah yang halus. Ia elus puting itu dengan gerakan memutar.
“Karena suatu hari nanti kamu akan menyakiti aku.”
“Hah???”
“Suatu hari nanti, kamu mengajakku untuk belajar bareng. Aku yg masih polos mengiyakan dan akhirnya menjadi dekat denganmu. Kita pulang bareng, jalan-jalan bareng, kita sama-sama tertawakan hal receh, hingga aku tak kuat lagi. anganku.com Aku memberanikan diri untuk bertanya apakah kamu mau jadi pacarku. Tapi kamu menolaknya karena sudah punya pacar rahasia di kampung halamanmu di Banten sana. Untuk pertama kalinya aku merasakan dunia runtuh di sekitarku.”
“HAH????” Jannah benar-benar tidak mengerti ucapan pacarnya itu. Tapi, ia tidak punya waktu berpikir karena Uchi menyemprotkan sesuatu dari jam tangannya lagi yang membuatnya tak sadarkan diri.
Jannah baru bangun saat pintu ruang AV terbuka. Ia terduduk membeku saat melihat belasan pasang mata menatapnya dengan pandangan jijik. Ia yang baru sadar tangan dan kakinya sudah tak terikat lagi, segera menutupi vagina dan payudaranya yang masih berlumur cairan. Ia juga baru sadar kalau Danu masih ada di ruangan itu tanpa memakai sehelai pakaian.
“Cepat! Keluar kamu!” perintah seorang wanita tua dengan penuh amarah. Jannah bisa mengenali dari suaranya kalau itu adalah Bu Tuti, guru tergalak di SMA nya.
Jannah terkejut saat melihat Danu berlari menerobos hadangan belasan guru seperti tidak ada apa-apa di sana. Meninggalkannya sendirian dengan tatapan mata jijik guru-guru yang biasa memanggilnya murid teladan.
Danu sendiri berhasil melewati pintu gerbang. Ia terus berlari hingga masuk jalan raya yang dipenuhi mobil dan motor para pengantar siswa. Ia sengaja merentangkan dirinya di depan truk pembawa sayur yang melaju kesetanan karena takut sayurnya keburu busuk.
“Versi diriku yang ini akan menghilang. Tapi setidaknya hatiku tak akan disakiti perempuan jalang itu lagi.”
Mendadak tubuh Uchi menjadi cahaya dan menghilang begitu saja. Seperti ia tak pernah ada di sana. Ia buat supir truk sayur itu mengucek matanya karena yakin telah menabrak seseorang.
Di koridor kelas, Uchi mengucek matanya yang menghitam akibat begadang mengerjakan PR semalaman. Ia bergabung bersama temannya untuk melihat seorang perempuan dari kelas sebelah sedang dituntun oleh dua orang guru. Perempuan itu memakai kerudung yang nampak berantakan dengan rambut cokelat yang mencuat di sana dan sini. Ia memakai seragam kemarin dengan celana training panjang yang nampak basah seperti telah dikencingi. Ia bisa mendengar kawan-kawannya mencibir saat perempuan itu lewat.
“Aku kira dia alim. Ternyata kelakuannya seperti itu di belakang.”
“Waktu tes agama kemarin, suara ngajinya bagus padahal.”
“Iya, ketua keputrian rohis lagi.”
Jannah hanya menunduk menahan malu. Ia sampai di ruang kepala sekolah terdiam membisu. Kepala sekolah yang menginterogasinya pun akhirnya dipaksa mengambil kesimpulan kalau murid terbaiknya itu memang berlaku senonoh. Ia bahkan terdiam saat ayahnya yang datang setelah dikabari, menampar dan menyatakan mengusirnya dari rumah.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,