Cerita Sex ini berjudul ” Cerita Sex Mbak Siska ” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2019.
Cerita Sex – Aku yang selama ini hidup di kampung dan berkunjung ke kota metropolitan sungguh sangat beda sekalai ,
di jalan penuh dengan kendaraan dan bising yang bergerak kesana kesini dan benar benar semrawut, semua
orang ingin menang sendiri dan kemacetan merupakan hal yang biasa di kota ini.
Tak heran karenanya para penghuni kota selalu mencari kesempatan untuk refreshing. Melupakan kehidupan
yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi. Mereka ada
yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai atau ada juga yang datang ke tempat-tempat
hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama teman-temannya.
Setelah hidup tiga bulan di kota ini, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan di
sini. Aku pernah juga menyempatkan diri mampir ke sebuah café untuk mencari hiburan hanya sekedar
melepaskan kepenatan keseibukanku sehari-hari.
Aku pun sudah tak berhubungan dengan suamiku lagi setelah kuminta surat cerai darinya, meski kutahu ia
berada di kota tempatku kini tinggal. Terakhir kali kami bertemu di suatu tempat dan ia menyatakan
maaf atas segala perlakuannya selama ini.
Aku memaafkannya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebenarnya
masih mencintaiku namun keadaan memang tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyatakan selamat tinggal
dan meninggalkan selembar cek bernilai sangat besar. Katanya untuk menunjang kebutuhanku sehari-hari.
Sebelum aku datang ke kota ini, aku sudah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Usianya tak jauh berbeda denganku. Orangnya pandai
bergaul, ramah dan pintar.
Namanya Nuraini. Aku memanggilnya Mbak Siska, karena ia memang meminta dipanggil seperti itu. Cantik,
tinggi semampai, tubuhnya montok dan suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe ‘Bangkok’. Penampilannya
memang sempurna.
Wanita berkelas. Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah,
konglomerat sampai ke jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik.
Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat
penampilannya yang serba ‘wah’, aku percaya dengan pengakuannya itu. Siapa yang tak suka berhubungan
dengan Mbak Siska yang cantik dan seksi itu.
Aku sering berhubungan dengannya dan banyak meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini
yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tak mau harus bisa mengimbangi gaya hidupnya yang
serba aktif, termasuk mengunjungi tempat-tempat hiburan atau lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.
Sore tadi aku ditelepon Mbak Siska untuk bertemu di sebuah café yang kebetulan tak begitu jauh dari
tempat tinggalku. Katanya aku akan dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Siska berjanji akan
mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini.
Di telepon dia wanti-wanti agar aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku
tertawa saja mendengar permintaannya itu dan kukatakan ada-ada saja, masa bertemu dengan pengusaha
saja harus berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku berpakaian seksi juga pada
akhirnya.
Sebelum keluar pintu rumah, aku masih menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang
tamu. Kuperhatikan dandananku agar tak membuat malu Mbak Siska nantinya. Aku cukup puas dengan
penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat
mencetak bentuk tubuhku sehingga memperlihatkan lekukan-lekukannya, terutama di bagian dada.
Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini.
Bahkan kancing bagian atasnya sampai susah dimasukan ke dalam lubangnya saking ketatnya. Aku agak
jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja
memakai rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping dan betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas
dengan dandananku.
Setengah jam kemudian aku sudah berada di café itu. Aku celingukan mencari Mbak Siska di tengah
keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum
terbiasa dengan kehidupan malam seperti ini meski telah beberapa kali mencobanya.
Selang beberapa menit, aku menemukannya di pojok ruangan café itu tengah duduk berdua dengan seorang
pria. Mbak Siska segera melambaikan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya.
“Nah, kenalin ini teman saya. Cantik khan?” katanya kemudian seraya memperkenalkanku kepada pria di
sampingnya.
“Anna,” ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
“Aku Danang,” balasnya segera sambil tersenyum padaku.
Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas, dan juga harum,
dengan wewangian yang terasa aroma maskulinitasnya. Orangnya masih gagah walau sudah berumur. Tubuhnya
pun tinggi, tegap, dan kekar.
Aku dapat merasakannya dari genggaman tangannya yang kuat, dan pemandangan samar bukit dadanya dari
balik kemeja yang dipakainya. Telapak tangannya yang besar menggenggam habis tanganku yang mungil.
Cerita Sex Mbak Siska Orangnya ramah, berkharisma, dan menarik. Kuperhatikan wajahnya yang cukup tampan itu. Kekagumanku pun
semakin bertambah. Penampilannya benar-benar ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan
menjadi pengusaha besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan.
Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya. Tadinya
aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Siska menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat
duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Danang, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia
sudah berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.
Aku lirik Mbak Siska sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ada jalan keluar. Lucunya,
ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Danang terus merapat
padaku sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan.
Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Siska mengedipkan matanya, kali ini sambil
berbisik
“santai aja,” katanya. Markas Judi Online Dominoqq
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul. Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Danang dengan
Mbak Siska yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali Mbak
Siska mencubit lengan Mas Danang sambil tertawa manja, bahkan genit.
Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka
yang semakin lama semakin seru. Karena berada di tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan
mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Danang sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu
ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Siska.
Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Danang kemudian tidak
mengajakku turut dalam obrolan mereka.
Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya. Tenang, kalem, penuh canda diselingi
pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membuat wanita merasa tersanjung. Obrolan kami semakin seru
saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang
pasti terasa panas di tenggorakan. Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang ‘norak’.
Kemudian kami mulai berbicara serius.
Membicarakan bisnis kami. Mas Danang semakin merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat
bicara pada Mbak Siska. Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-rempah. Aroma khas laki-laki
jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.
“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Siska. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia
setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Danang seraya mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Siska seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan. Mbak Siska langsung berbisik padaku
bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Siska
mau bersenang-senang dengannya.
“Maksud Mbak?” bisikku semakin bingung.
Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pada Mas Danang tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat
Mas Danang langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu.
“Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak
Siska langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Danang.
Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa
kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka.
Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di
tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku ini sudah
mabok?
Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup
musik di panggung café. Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali. Baik Mas Danang maupun Mbak
Siska memintaku untuk menghabiskannya.
Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin bersenang-senang seperti mereka mengikuti suasana hingar
bingar musik. Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis
mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik.
Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh. Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan
berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tak malu melakukan itu di depan umum.
Cerita Sex Mbak Siska Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Siska tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Danang dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di
depanku.
Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di
kota ini. Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya semakin memanas.
Pandanganku semakin kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa
kelu. Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali
berciuman. Membuatku iri.
Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Danang. Aku tercekat.
Kurang ajar lelaki ini! kutukku dalam hati.
Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku.
Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Danang hanya mengerlingkan matanya padaku sementara
bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Siska. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk perbuatan
mereka.
Kelihatannya Mbak Siska tahu apa yang dilakukan Mas Danang tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun
kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Siska.
Oh.. dunia ini semakin kacau! Masa Mbak Siska pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku sepertinya
terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Siska yang begitu lembut dan mesra. Aku tak berani menepis
tangannya yang semakin naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari
kanan-kiri.
Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di
café itu. Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan
keasyikannya masing-masing.
Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal, terutama tangan Mbak Siska yang mulai menarik celana
dalamku. Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak Siska memelorotkan
celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak
“Mbak.. apa-apaan?!”
Mbak Siska tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar
kelabakan dikeroyok mereka. Mas Danang tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri
sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini
di muka umum.
Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tak ada
pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku sepertinya hilang entah kemana.