May I Nuke Your Pussy

Author:

May I Nuke Your Pussy

Benji: new 53
Ah…karena draft cerita sebelumnya lama gue anggurin dan karena gue nulis nggak pernah pake kerangka cerita atau rencana maka semua plot tentang Benji dan Shania, Benji, Viny dan Ali, serta Benji, Manda dan Adrian itu gue nggak tahu lagi gimana mau ngelanjutinnya. Oleh karena itu cerita ini adalah reboot atau remake atau revamp dari cerita sebelumnya, gue juga nggak tahu kalo cerita beginian bisa di reboot atau nggak, jadi ya….?
I
I
I
I
I
I
V
Mencintai orang yang salah diwaktu yang tepat jauh lebih baik dibandingkan mencintai orang yang tepat diwaktu yang salah.
Hai Man, gimana Korea?
Dingin. Balasnya.
Sehat?
Sehat kok Ben…eh maksud gue bang.
Apaan, kan gue bilang lu nggak harus maksain manggil gue abang.
Ya tapi kan…tapi kan kita udah janji mau nyoba baikan, nyoba jadi kayak kakak adik yang normal, makanya gue mau biasain manggil lu abang lagi. ucapnya, dari raut wajahnya yang bisa kulihat di layarku sepertinya dia serius akan hal itu dan tak mau membuat ini lebih sulit baginya.
Ya udah, baik-baik lu disana, makan yang bener sama istirahat yang cukup, terus jangan genit sama cowok.
Gue kan genit belajar dari lu bang.
Tapi…
Iya-iya paham gue nggak bakalan genit disini, udah ya bang gue mau istirahat, besok gue telpon lagi. Bye. Ucapnya sebelum mengakhiri face time yang kami lakukan.
Bye.
Banyak yang telah terjadi, aku akhirnya bisa memperbaiki hubunganku dengan adik perempuanku itu, meski masih ada jalan panjang yang harus kami lalui untuk bisa memiliki hubungan kakak-adik yang normal. Dia sekarang berada di Korea, aku lah meminta Manda untuk mengurus semua bisnis yang ditinggalkan Ayah di Korea, karena aku tahu dia butuh jarak dariku untuk menyatukan hatinya yang kuhancurkan dulu. Tentu awalnya dia menolak dan berkata ingin tinggal bersamaku, tapi aku tahu dari tatap matanya jika jauh dariku lah yang diinginkannya. Kami hampir setiap hari melakukan face time yang merupakan upaya agar semuanya bisa kembali normal.
Tak semuanya menjadi lebih baik, hubunganku dengan Shania telah berakhir, waktu itu dia datang dan mengatakan bahwa dia akhirnya sadar bahwa apa yang dia rasakan kepadaku bukanlah cinta melainkan gejolak napsu. Dia mengatakan bahwa dia telah menemukan seseorang yang menyadarkannya akan hal itu, aku yakin kau tahu siapa.
Lalu, Ali mengatakan bahwa dia ingin aku menjauhi Viny, Ali mengatakan bahwa dia tak ingin ingatan Viny akan apa yang terjadi antara aku dan Viny kembali. Meski sampai sekarang aku tak mengerti bagaimana itu bisa terjadi, tapi Ali mengatakan bahwa dia ingin semuanya tetap seperti itu, dia mengatakan bahwa dia tak ingin ada satu pun memori yang Viny miliki tentangku. Kami masih berteman, meski sekarang tak boleh ada satu pun kata yang terucap tentang Viny setiap kali kami bertemu.
Kurasa ini semua lebih baik, meski ada banyak hal yang kuharap bisa lebih baik tetapi ini adalah lembaran baru dalam hidupku, seklise apapun itu terdengar tapi aku berharap kali ini akan lebih baik dari sebelumnya, bersamanya.
Kali ini aku mengantarkannya untuk latihan, ya kali ini juga aku kembali menjalin hubungan dengan seorang member jeketi, meski mungkin ini tak berakhir dengan baik tetapi aku tak bisa berbohong karena aku merasa nyaman berada didekatnya. Dia hadir disaat aku tenggelam dalam kesendirianku, dia lah orang pertama yang membuatku bisa keluar dan menjalani hidupku, dia lah yang membuatku menyadari masih ada alasan bagiku untuk terus melangkah kedepan.
Udah selesai latihannya? Mau langsung pulang? tanyaku saat akhirnya datang menghampiriku, dia hanya diam nampaknya ada sesuatu yang menganggu pikirannya.Eiii, kenapa?
Bang.
Iya kenapa?
Anak-anak….anak-anak minta ditraktir makan.
Kirain apaan, ya udah nggak apa-apa. Balasku yang sempat mengira ada masalah yang menyulitkannya.
Bukan itu masalahnya.
Terus? tanyaku yang mulai penasaran.
Kata mereka itu pajak jadian.
Kita kan belum…
Iya aku udah bilang, tapi kata mereka kalo udah bawa cowok kemari harus ada pajak jadiannya.
Ya udah nggak apa-apa, anggap aja itu doa mereka supaya kita cepet paca….
Bentar gue kasih tau mereka dulu.
Ran….
Sampai saat ini memang belum ada hubungan resmi antara kami berdua, aku sudah mencoba menyatakan perasaanku kepadanya dan setiap kali aku mencoba, dia selalu berusaha mengalihkannya ke topik lain. Aku tak berani bertanya alasan kenapa dia melakukan itu semua, sejujurnya aku takut akan merusak apa yang sekarang kami miliki.
Akhirnya dia kembali dengan beberapa anggota team J yang lain, kebanyakan dari mereka nampak senang, hanya satu orang yang tak menghiasi wajahnya dengan raut wajah bahagia, seharusnya aku tak mengatakan hal itu kepadanya, aku seharusnya tahu bahwa dia tak pernah suka membahas atau membicarakan hal itu. Benji, kau benar-benar bodoh.
Bang Benji bawa mobil?
Bawa kok Gab.
Ya udah berarti sebagian sama bang Benji, sebagian lagi ikut sama gue. ucap Gaby yang kukenal ceroboh terlihat begitu fasih menjalankan perannya sebagai seorang kapten tim.
Siap kapten. Jawab yang lain berbarengan.
Kami semua pun berangkat sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Gaby. Ada enam orang di mobilku, bersama Julie, Ariel, Eve dan juga Yupi. Julie lah yang menemaniku untuk duduk didepan karena dia memutuskan untuk duduk di kursi belakang, kulihat dia mencoba memaksakan senyum di wajahnya saat berbicara dengan Eve, dan dengan sengaja menghindari tatap mataku. Haruskah aku memberinya waktu untuk sendiri dulu?
Lu berdua kenapa? tanya Julie dengan berbisik kepadaku, dari tatap matanya sepertinya dia menyadari ada yang salah diantara kami berdua.
Nggak apa-apa kok.
Gue tau kalo dia lagi sedih gimana, lu berdua berantem kan?
Tidak, aku tak ingin ada orang lain, ini hanya antara aku dan dirinya.
Nggak ada apa-apa Jul. Balasku.
Kulihat masih ada tanya di wajahnya namun Julie lebih memilih untuk sibuk dengan ponsel pintarnya, mungkinkah dia bisa menebak apa yang terlintas dipikiranku? Bagus lah. Waktuku di restoran kuhabiskan dengan mencoba memikirkan apa yang harus kulakukan, aku tahu aku mencintainya, aku tahu aku mencintainya, tapi aku tak bisa memaksakan perasaanku kepadanya, terakhir kali aku melakukannya, banyak orang yang tersakiti. Menunggunya untuk membalas cintaku bukanlah hal yang kutakutkan, aku hanya takut jika semua penantianku sia-sia saat cintaku tak terbalaskan.
Sebuah pukulan membawaku kembali dari lamunanku, saat itu aku sadar bahwa semua mata telah tertuju kepadaku.
Lu kenapa bang? tanya Gaby.
Tau, ngelamun jorok ya? tambah Feni yang kebetulan duduk tepat didepanku, tidak, kekasihku itu memutuskan untuk duduk diujung meja, jauh dariku.
Nggak, nggak apa-apa. Gue permisi ke kamar mandi dulu ya. balasku sebelum pergi meninggalkan meja dan setengah berlari ke kamar mandi.
Ah sial, melihatnya membuang muka dariku itu benar-benar menyakitkan. Sial, apakah dia membenciku karena terlalu berharap dia akan membalas perasaanku padanya? apakah ini semacam kode darinya agar aku menjauh? Tidak, tidak, tidak pernah ada yang salah dengan jatuh cinta kepada seseorang dan tidak ada yang pernah ada yang salah dengan memperjuangkan perasaanmu.
Mungkin, mungkin ini caranya untuk mengatakan bahwa aku harus berusaha lebih keras hingga akhirnya aku pantas mendapatkan balasan atas perasaanku. Ya, tentu saja dia tak bisa langsung mengatakan itu kepadaku, dia pasti merasa malu untuk melakukan itu. Oh…Benji, kau seharusnya sadar bahwa cinta itu rumit dan itu penuh jalan berliku.
Fen……
Stt…jangan teriak, ntar ada yang denger. balasnya yang cepat-cepat menutup mulutku, dia juga mendorongku hingga kepalaku terbentur dinding kamar mandi. Dia harus berjinjit karena tubuhnya yang lebih pendek dariku itu menempel erat pada tubuhku, aku hanya bisa diam mematung karena otakku masih mencoba mengerti apa yang sedang terjadi.
Detak jantungku berlomba dengan deru napasnya yang terasa deras di leherku, Feni kemudian menempelkan telinga di dadaku sebelum melemparkan senyuman lebar kearahku.
Ih…deg-degan. Ucapnya seperti tak mengerti alasan kenapa detak jantungku berlari 10 kali lebih cepat dari biasanya.Jangan ribut biar dilepasin. Ucapnya lagi, aku hanya mengangguk karena sejujurnya aku hampir kehilangan akal sehatku dengan dia yang menempel erat padaku.
Feni pun melepaskan dekapannya dan perlahan mundur dariku, senyuman masih terus menghiasi wajahnya, sepertinya dia puas karena mampu membuat jantungku hampir melompat keluar dari dadaku.
Lu ngapain disini? Tau kan ini kan kamar mandi cowok? tanyaku.
Tau. Jawabnya santai.
Terus ngapain? tanyaku lagi.
Mau nanya kenapa daritadi waktu makan ngeliatin Feni terus? Suka ya sama Feni?
Ah…sial, dia pasti mengira aku memperhatikannya saat aku melamun tadi, aku harus segera meluruskan ini semua sebelum semuanya menjadi lebih buruk.
Bukan gitu Fen, tadi gue lagi mikirin soal hubungan gue sama…
Bohong, benci banget Feni kalo dibohongin gini. Jujur aja kenapa? kakak suka kan sama Feni?
Nggak Fen, lu kan tau kalo gue….
Sial, aku tak bisa mengatakan kalo aku adalah kekasih dari rekan setimnya, cintaku belum terbalaskan dan aku tak bisa secara sepihak mengakuinya.
Bohong banget, dia kan jelek, cantikan juga Feni, nggak mungkin lah abang suka sama cewek sejelek dia.
PRAKKK
Oh Benji kenapa sampai sekarang kau tak bisa menahan emosimu, lihat sekarang cetak tanganmu terlihat jelas di wajah Feni dan kuyakin sebentar lagi dia akan menangis. Aku tak bisa membiarkan itu terjadi, jika Feni menangis sekarang dan saat orang-orang datang, mereka pasti mengira aku sedang berusaha memperkosa Feni. Tak mungkin hal pertama yang mereka pikirkan adalah Feni lah yang masuk kedalam kamar mandi pria ini dengan keinginannya sendiri, aku harus menghentikan tangisannya sebelum itu terjadi.
Sebelum Feni sempat melawan kutarik dia masuk kedalam salah satu bilik kamar mandi dan kudekap mulutnya sebelum dia bisa berkata apapun, kutaruh jari telunjukku dimulut sebagai tanda aku ingin dia untuk diam. Meski aku sedikit ragu, kulepaskan dekapanku darinya dan kumundurkan diriku beberapa langkah.
Sorry. Hanya itu yang bisa kuucapkan.
Tanpa berkata apapun Feni menciumku. Sial.,,,,,,,,,,,,,,,,,