pemerkosaan halus

Author:

CERITA PERKOSAAN,CERITA DEWASA,CERITA SEX,CERITA PORNO
saja, yakni tentang prt (pembantu rumah tangga) yang diperkosa majikannya. Memang tidak ada yang istimewa kalau cuma kejadiansemacam itu, namun yang membuat kisahku unik adalahkarena aku tidak hanya diperkosa majikanku sekali. Namun, setiap kali ganti majikan hingga tiga kali aku selalu mengalami perkosaan. Baik itu perkosaan kasar maupun halus. Aku akan menceritakan kisahku itu setiap majikan dalam satu cerita. Begini kisahku dengan majikan pertama yang kubacalowongannya di koran. Dia mencari prt untuk mengurus rumah kontrakannya karena ia sibuk bekerja. Aku wajib membersihkan rumah, memasak, mencuci, belanja dll, pokoknya seluruh pekerjaan rumah tangga. Untungnya aku menguasai semuanya sehingga tidak menyulitkan. Apalagi gajinya lumayan besar plus aku bebas makan, minum serta berobat kalau sakit. Manajer sekitar 35 tahunan itu bernama Pak S, asal Medan dan sedang ditugasi dikotaku membangun suatu pabrik. Mungkin sekitar 2 tahun baru proyek itu selesaidan selama itu ia mendapat fasilitas rumah kontrakan. Ia sendirian. Istri dan anaknya tak dibawa serta karena takut mengganggu sekolahnya kalau berpindah-pindah. Sebagai wanita Jawa berusia 25 tahun mula-mula aku agaktakut menghadapi kekasaran orang etnis itu, namun setelah beberapa minggu akupun terbiasa dengan logat kerasnya. Pertama dulumemang kukira ia marah, namun sekarang aku tahu bahwa kalau ia bersuara keras memang sudah pembawaan. Kadang ia bekerja sampai malam. Sedangkan kebiasaanku setiap petang adalah menunggunya setelah menyiapkan makan malam. Sambil menunggu, aku nontonTV di ruang tengah, sambil duduk di hamparan permadani lebar di situ. Begitu suara mobilnya terdengar, aku bergegas membuka pintu pagar dan garasi dan menutupnya lagi setelah ia masuk. “Tolong siapkan air panas, Yem,” suruhnya suatu petang, “Aku kurang enak badan.” Akupun bergegas menjerang air dan menyiapkan bak kecil di kamar mandi di kamarnya. Kulihat ia menjatuhkan diri di kasurnya tanpa melepas sepatunya. Setelah mengisi
bak air dengan air secukupnya aku berbalik keluar. Tapi melihat Pak Siregar masih tiduran tanpa melepas sepatu, akupun berinisiatif. “Sepatunya dilepas ya, pak,”kataku sambil menjangkau sepatunya. “Heeh,” sahutnya mengiyakan. Kulepas sepatu dan kaos kakinya lalu kuletakkan di bawah ranjang.
“Tubuh bapak panas sekali ya?” tanyaku karena merasakan hawa panas keluar dari tubuhnya. “Bapakmasuk angin, mau saya keroki?” tawarku sebagaimana aku sering lakukan di dalam keluargaku bila ada yang masuk angin. “Keroki bagaimana, Yem?” Baru kuingat bahwa ia bukan orang Jawa dan tidak tahu apa itu kerokan. Maka sebisamungkin kujelaskan. “Coba saja, tapi kalau sakit aku tak mau,” katanya. Aku menyiapkan peralatan lalu menuangkan air panas ke bak mandi. “Sekarang bapak cuci muka saja dengan air hangat, tidakusah mandi,” saranku. Dan iamenurut. Kusiapkan handuk dan pakaiannya. Sementara ia di kamar mandi aku menatakasurnya untuk kerokan. Tak lama ia keluar kamar mandi tanpa baju dan hanya membalutkan handuknya di bagian bawah. Aku agak jengah. Sambil membaringkan diri di ranjang ia menyuruhku, “Tolong kau ambil handuk kecil lalu basahidan seka badanku yang berkeringat ini.” Aku menurut.Kuambil washlap lalu kucelup ke sisa air hangat di kamar mandi, kemudian seperti memandikan bayi dadanya yang berbulu lebat kuseka, termasuk ketiak dan punggungnya sekalian. “Bapak mau makan dulu?” tanyaku. “Tak usahlah. Kepala pusing gini mana ada nafsu makan?”jawabnya dengan logat daerah, “Cepat kerokin aja, lalu aku mau tidur.” Maka ia kusuruh tengkurap lalu mulai kuborehi punggungnya dengan minyak kelapa campur minyak kayu putih. Dengan hati-hati kukerok dengan uang logam lima puluhan yang halus. Punggung itu terasa keras. Aku berusaha agar ia tidak merasa sakit. Sebentar saja warna merah sudah menggarisi punggungnya. Duagaris merah di tengah dan lainnya di sisi kanan. “Kalau susah dari samping, kau naik sajalah ke atas ranjang, Yem,” katanya mengetahui posisiku mengerokku kurang enak. Ia
lalu menggeser ke tengah ranjang. “Maaf, pak,” akupun memberanikan diri naik ke ranjang, bersedeku di samping kanannya lalu berpindah ke kirinya setelah bagian kanan selesai. “Sekarang dadanya, pak,” kataku. Lalu ia berguling membalik, entah sengaja entah tidak handuk yang membalut pahanya ternyata sudah kendor dan ketika ia membalik handuk itu terlepas,kontan nampaklah penisnya yang cukup besar. Aku jadi tergagap malu. “Ups, maaf Yem,” katanya sambil membetulkan handuk menutupi kemaluannya itu. Sekedar ditutupkan saja, tidak diikat ke belakang. Sebagian pahanya yang berbulu nampak kekar. “Eh, kamu belum pernah lihat barangnya laki-laki, Yem?” “Bbb..belum, pak,” jawabku. Selama ini aku baru melihat punya adikku yang masih SD. “Nanti kalau sudah kawin kamu pasti terbiasalah he he he..” guraunya. Aku tersipu malu sambil melanjutkan kerokanku di dadanya. Bulu-bulu dada yang tersentuh tanganku membuatku agak kikuk. Apalagi sekilas nampak Pak Smalah menatap wajahku. “Biasanya orang desa seusiakau sudah kawinlah. Kenapa kau belum?” “Saya pingin kerja dulu, pak.” “Kau tak ingin kawin?” “Ingin sih pak, tapi nanti saja.” “Kawin itu enak kali, Yem, ha ha ha.. Tak mau coba? Ha ha ha..” Wajahku pasti merah panas. “Sudah selesai, pak,” katakumenyelesaikan kerokan terakhir di dadanya. “Sabar dululah, Yem. Jangan buru-buru. Kerokanmu enak kali. Tolong kau ambil minyak gosok di mejaku itu lalu gosokin dadaku biar hangat,”pintanya. Aku menurut. Kuambil minyak gosok di mejalalu kembali naik ke ranjang memborehi dadanya. “Perutnya juga, Yem,” pintanya lagi sambil sedikit memerosotkan handuk di bagian perutnya. Pelan kuborehkan minyak ke perutnya yang agak buncit itu. Handuknya nampak bergerak-gerak oleh benda di bawahnya, dan dari sela-selanya kulihat rambut-rambut hitam. photomemek.com Aku tak berani membayangkan benda di bawah handuk itu. Namun bayangan itu segera jadi kenyataan ketika tangan PakS menangkap tanganku sambil berbisik, “Terus gosok sampai bawah, Yem,” dan menggeserkan tanganku
terus ke bawah sampai handuknya ikut terdorong kebawah. Nampaklah rambut-rambut hitam lebat itu, lalu.. tanganku dipaksa berhenti ketika mencapai zakarnya yang menegang. “Jangan, pak,” tolakku halus.
“Tak apa, Yem. Kau hanya mengocok-ngocok saja..” Ia menggenggamkan penisnya ke tanganku dan menggerak-gerakkannya naik turun, seperti mengajarku bagaimana mengonaninya. “Jangan, pak.. jangan..” protesku lemah. Tapi aku takbisa beranjak dan hanya menuruti perlakuannya. Sampai aku mulai mahir mengocok sendiri. “Na, gitu terus. Aku sudah lama tak ketemu istriku, Yem.Sudah tak tahan mau dikeluarin.. Kau harus bantu aku.. Kalau onani sendiri aku sudah sulit, Yem. Harus ada orang lain yang mengonani aku.. Tolong Yem, ya?” pintanya dengan halus. Aku jadi serba salah. Tapi tanganku yang menggenggamterus kugerakkan naik turun.Sekarang tangannya sudah berada di sisi kanan-kiri tubuhnya. Ia menikmati kocokanku sambil merem melek. “Oh. Yem, nikmat kali kocokanmu.. Iya, pelan-pelan aja Yem. Tak perlu tergesa-gesa.. oohh.. ugh..” Tiba-tiba tangan kanannya sudah menjangkau tetekku dan meremasnya. Aku kaget,”Jangan pak!” sambil berkelit dan menghentikan kocokan. “Maaf, Yem. Aku benar-benartak tahan. Biasanya aku langsung peluk istriku. Maaf ya Yem. Sekarang kau kocoklah lagi, aku tak nakal lagi..” Sambil tangannya membimbing tanganku kembalike arah zakarnya. Aku beringsut mendekat kembali sambil takut-takut. Tapi ternyata ia memegang perkataannya. Tangannya tak nakal lagi dan hanya menikmati kocokanku. Sampai pegal hampir 1/2 jam aku mengocok namun ia tak mau berhenti juga. “Sudah ya, pak,” pintaku. “Jangan dulu, Yem. Nantilah sampai keluar..” “Keluar apanya, pak?” tanyaku polos. “Masak kau belum tahu? Keluar spermanyalah.. Paling nggak lama lagi.. Tolong ya, Yem, biar aku cepat sehat lagi.. Besok kau boleh libur sehari dah..” Ingin tahu bagaimana spermanya keluar, aku mengocoknya lebih deras lagi. Zakarnya semakin tegang dan merah berurat d i sekelilingnya. Genggaman
tanganku hampir tak muat. 15menit kemudian. “Ugh, lihat Yem, sudah mau keluar. Terus kocok, teruuss.. Ugh..” Tiba-tiba tubuhnya bergetar-getar dan.. jreet.. jret.. cret.. cret.. cairan putih susu kental muncrat dari ujung zakarnya ke atas sperti air muncrat. Aku mengocoknya terus karena zakar itu masih terusmemuntahkan spermanya beberapa kali. Tanganku yang kena sperma tak kupedulikan. Aku ingin melihatbagaimana pria waktu keluar sperma. Setelah spermanya berhenti dan dia nampak loyo, aku segera ke kamar mandi mencuci tangan. “Tolong cucikan burungku sekalian, Yem, pake washlap tadi..” katanya padaku. Lagi-lagi aku menurut. Kulap dengan air hangat zakar yang sudah tak tegang lagi itu serta sekitar selangkangannya yang basah kena sperma.. “Sudah ya pak. Sekarang bapak tidur saja, biar sehat,” kataku sambil menyelimuti tubuh telanjangnya. Ia tak menjawab hanya memejamkanmatanya dan sebentar kemudian dengkur halusnya terdengar. Perlahan kutinggalkan kamarnya setelah mematikan lampu. Malam itu aku jadi sulit tidur ingat pengalaman mengonani Pak S tadi. Ini benar-benar pengalaman pertamaku. Untung ia tidak memperkosaku, pikirku. Namun hari-hari berikut, kegiatan tadi jadi semacam acara rutin kami. Paling tidak seminggu dua kali pasti terjadi aku disuruh mengocoknya. Lama-lama akupun jadi terbiasa. Toh selama ini tak pernah terjadi perkosaan atas vaginaku. Namun yang terjadi kemudianmalah perkosaan atas mulutku. Ya, setelah tanganku tak lagi memuaskan, Pak S mulai memintaku mengonani denganmulutku. Mula-mula aku jelas menolak karena jijik. Tapi ia setengah memaksa dengan menjambak rambutku dan mengarahkan mulutku ke penisnya. “Cobalah, Yem. Tak apa-apa..Jilat-jilat aja dulu. Sudah itu baru kamu mulai kulum lalu isep-isep. Kalau sudah terbiasa baru keluar masukkan di mulutmu sampai spermanya keluar. Nanti aku bilang kalau mau keluar..” Awalnya memang ia menepati,setiap hendak keluar ia ngomong lalu cepat-cepat kulepaskan mulutku dari penisnya sehingga
spermanya menyemprot di luar mulut. anganku.com Namun setelah berlangsung 2-3 minggu, suatu saat ia sengaja tidak ngomong, malah menekan kepalaku lalu menyemprotkanspermanya banyak-banyak di mulutku sampai aku muntah-muntah. Hueekk..! Jijik sekali rasanya ketika cairan kental putih asin agak amis itu menyemprot tenggorokanku. Ia memang minta maaf karena hal ini, tapi aku sempat mogok beberapa hari dan tak mau mengoralnya lagi karena marah. Namun hatiku jadi tak tega ketika ia dengan memelas memintaku mengoralnya lagi karena sudah beberapa bulan ini taksempat pulang menjenguk istrinya. Anehnya, ketika setiap hendak keluar spermaia ngomong, aku justru tidak melepaskan zakarnya dari kulumanku dan menerima semprotan sperma itu. Lama-lama ternyata tidak menjijikkan lagi. Demikianlah akhirnya aku semakin lihai mengoralnya. Sudah tak terhitung berapa banyak spermanya kutelan, memasuki perutku tanpa kurasakan lagi. Asin-asin kental seperti fla agar-agar. Akibat lain, aku semakin terbiasa tidur dipeluk Pak S. Bagaimana lagi, setelah capaimengoralnya aku jadi engganturun dari ranjangnya untuk kembali ke kamarku. Mataku pasti lalu mengantuk, dan lagi, toh ia tak akan memperkosaku. Maka begitu acara oral selesai kami tidur berdampingan. Ia telanjang, aku pakai daster, dan kami tidur dalam satu selimut. Tangannya yang kekar memelukku. Mula-mula aku takut juga tapi lama-lama tangan itu seperti melindungiku juga. Sehingga kubiarkan ketika memelukku, bahkan akhir-akhir ini mulai meremasi tetek atau pantatku, sementara bibirnyamenciumku. Sampai sebatas itu aku tak menolak, malah agak menikmati ketika ia menelentangkan tubuhku danmenindih dengan tubuh bugilnya. “Oh, Yem.. Aku nggak tahan, Yem.. buka dastermu ya?” pintanya suatu malam ketika tubuhnya di atasku. “Jangan pak,” tolakku halus. “Kamu pakai beha dan CD saja, Yem, gak bakal hamil. Rasanya pasti lebih nikmat..” rayunya sambil tangannya mulai mengkat dasterku ke atas. “Jangan pak, nanti keterusansaya yang celaka. Begini saja
sudah cukup pak..” rengekku.
“Coba dulu semalam ini saja, Yem, kalau tidak nikmatbesok tidak diulang lagi..” bujuknya sambil meneruskan menarik dasterku ke atas dan terus ke atas sampai melewati kepalaku sebelum aku sempat menolak lagi. “Woow, tubuhmu bagus, Yem,” pujinya melihat tubuh coklatku dengan beha nomor 36. “Malu ah, Pak kalau diliatin terus,” kataku manja sambil menutup dengan selimut. Tapisebelum selimut menutup tubuhku, Pak S sudah lebih dulu masuk ke dalam selimut itu lalu kembali menunggangi tubuhku. Bibirku langsung diserbunya. Lidahku dihisap, lama-lama akupun ikut membalasnya. Usai saling isep lidah. Lidahnya mulai menuruni leherku. Aku menggelinjang geli. Lebih lagi sewaktu lidahnya menjilat-jilat pangkal payudaraku sampai ke sela-sela tetekku hingga mendadak seperti gemas ia mengulum ujung behaku dan mengenyut-ngenyutnya bergantian kiri-kanan. Spontan aku merasakan sensasi rasa yang luar biasa nikmat. Refleks tanganku memeluk kepalanya. Sementara di bagian bawah aku merasa pahanya menyibakkan pahaku dan menekankan zakarnya tepat di atas CD-ku. “Ugh.. aduuh.. nikmat sekali,” aku bergumam sambil menggelinjang menikmati cumbuannya. Aku terlena danentah kapan dilepasnya tahu-tahu payudaraku sudahtak berbeha lagi. Pak S asyikmengenyut-ngenyut putingkusambil menggenjot-genjotkanzakarnya di atas CD-ku. “Jangan buka CD saya, pak,”tolakku ketika merasakan tangannya sudah beraksi memasuki CDku dan hendak menariknya ke bawah. Ia urungkan niatnya tapi tetap saja dua belah tangannya parkir di pantatku dan meremas-remasnya. Aku merinding dan meremang dalam posisi kritis tapi nikmatini. Tubuh kekar Pak S benar-benar mendesak-desak syahwatku. Jadilah semalaman itu kami tak tidur. Sibuk bergelut dan bila sudah tak tahan Pak Siregar meminta aku mengoralnya. Hampir subuh ketika kami kecapaian dan tidur berpelukan dengan tubuh bugil kecuali aku pakai CD. Aku harus mampu bertahan, tekadku. Pak S boleh melakukan apa saja pada tubuhku kecuali memerawaniku.
Tapi tekad tinggal tekad. Setelah tiga hari kami bersetubuh dengan cara itu, pada malam keempat Pak S mengeluarkan jurusnya yanglebih hebat dengan menjilati seputar vaginaku meskipun masih ber-CD. Aku berkelojotan nikmat dan tak mampu menolak lagi ketika ia perlahan-lahan menggulung CD ku ke bawah dan melepas dari batang kakiku. Lidahnya menelusupi lubang V-ku membuatku bergetar-getar dan akhirnya orgasme berulang-ulang. Menjelang orgasme yang kesekian kali, sekonyong-konyong Pak Siregar menaikkan tubuhnya dan mengarahkan zakarnya ke lubang nikmatku. Aku yangmasih belum sadar apa yang terjadi hanya merasakan lidahnya jadi bertambah panjang dan panjang sampai..aduuhh.. menembus selaput daraku. “Pak, jangan pak! Jangan!” Protesku sambil memukuli punggunya. Tetapi pria ini begitu kuat. Sekali genjot masuklah seluruh zakarnya. Menghunjam dalam dan sejurus kemudian aku merasa memekku dipompanyacepat sekali. Keluar masuk naik turun, tubuhku sampai tergial-gial, terangkat naik turun di atas ranjang pegas itu. Air mataku yang bercampur dengan rasa nikmat di vagina sudah tak berarti. Akhirnya hilang sudah perawanku. Aku hanyabisa pasrah. Bahkan ikut menikmati persetubuhan itu. Setelah kurenung-renungkankemudian, ternyata selama iniaku telah diperkosa secara halus karena kebodohanku yang tidak menyadari muslihat lelaki. Sedikit demi sedikit aku digiring ke situasidimana hubungan seks jadi tak sakral lagi, dan hanya mengejar kenikmatan demi kenikmatan. Hanya mencari orgasme dan ejakulasi, menebar air mani! Hampir dua tahun kami melakukannya setiap hari bisa dua atau tiga kali. Pak S benar-benar memanfaatkan tubuhku untuk menyalurkan kekuatan nafsu seksnya yang gila-gilaan, tak kenal lelah, pagi (bangun tidur), siang (kalau dia istirahat makan di rumah) sampai malam hari sebelum tidur (bisa semalam suntuk). Bahkan pernah ketika dia libur tiga hari, kami tidak beranjak dari ranjang kecualiuntuk makan dan mandi. Aku digempur habis-habisan sampai tiga hari berikutnya
tak bisa bangun karena rasaperih di V-ku. Aku diberinya pil kb supaya tidak hamil. Dantentu saja banyak uang, cukup untuk menyekolahkan adik-adikku. Sampai akhirnyahabislah proyeknya dan ia harus pulang ke kota asalnya. Aku tak mau dibawanya karena terlalu jauh dari orang tuaku. Ia janji akan tetap mengirimi aku uang, namun janji itu hanya ditepatinya beberapa bulan. Setelah itu berhenti sama sekali dan putuslah komunikasi kami. Rumahnya pun aku tak pernah tahu danakupun kembali ke desa dengan hati masygul. Itulah kisahku dengan majikan yang pertama,,,,,,,,,,,,,,,,,,